Wanna know how I got these scars? My father was… a drinker. And a fiend. And one night he goes off crazier than usual. Mommy gets the kitchen knife to defend herself. He doesn’t like that. Not-one-bit. So – me watching – he takes the knife to her, laughing while he does it! Turns to me, and he says, “why so serious, son?” Comes at me with the knife… “Why so serious?” He sticks the blade in my mouth… “Let’s put a smile on that face!” And… ~The Joker

Ketika lambang kelelawar berwarna hitam itu muncul di langit kota Gotham City, seketika itu juga kejahatan seakan bersembunyi di balik bayang-bayang kota dan tidak berani menampakkan wajahnya. Batman memang sudah menjadi momok yang begitu menakutkan bagi para penjahat di kota ini. Tidak ada lagi yang berani melakukan aktivitas kriminal sekecil apapun ketika malam sudah menyelimuti kota itu, karena batman akan selalu ada dibelakang mereka yang nekat beraksi mengganggu kedamaian, ketertiban, dan keamanan masyarakat Gotham. Namun tidak semua penjahat berhasil dibuat takut oleh sang penjaga Gotham tersebut, khususnya bagi penjahat kelas kakap seperti mafia dan Jonathan Crane alias The Scarecrow, yang masih berani “beraktivitas” dan memancing batman untuk keluar menangkap mereka. “Pesta” pun tidak berlangsung lama, ketika ketenangan mereka sedikit terusik oleh kehadiran batman palsu. 

Para “copycat” yang tidak datang sendirian dan hanya bermodalkan nekat dan senjata seadanya ini pun untungnya segera ditolong dengan kedatangan batman yang asli. Setelah berhasil meringkus para mafia dan juga scarecrow serta beberapa orang berkostum batman, Gotham sekali lagi bisa bernafas lega karena batman masih melakukan tugasnya menjaga ketenangan warganya dari kejahatan. Tampaknya tidak hanya batman yang akan menjadi sang pahlawan di kota ini, karena seorang jaksa wilayah bernama Harvey Dent (Aaron Eckhart) sedang gencar-gencarnya membersihkan kota Gotham dari kejahatan dengan mengincar tidak hanya penjahat kelas teri tetapi dedengkot mafia dan seluruh anak buahnya untuk memasukkan mereka semua ke dalam penjara. Bruce Wayne alias Batman (Christian Bale) melihat secercah sinar harapan dari niat baik pria yang sekarang menjadi kekasih Rachel Dawes (Maggie Gyllenhaal) ini dan berjanji akan membantunya sebagai orang paling kaya di kota itu dengan menggalangkan dana untuk kampanyenya nanti. Sepertinya kebaikan sedang berpihak kepada Gotham City dengan memiliki batman dan sekarang Harvey Dent muncul menghiasi wajah manis kota tersebut.

Selagi Gotham sedang sedikit tersenyum memiliki batman dan jaksa wilayahnya serta tentu saja James Gordon, di sisi lain, dari balik bayang-bayang kegilaan kota tersebut muncul sosok musuh yang sebenarnya, seorang penjahat yang memakai riasan wajah sebagai pertanda perang kepada kebaikan yang sedang menyinari kota ini. Joker (Heath Ledger) hadir menyebarkan teror dan kembali akan merias wajah-wajah riang kota mengubahnya menjadi wajah-wajah penuh ketakutan. Permainan gilanya pun sudah dimulai sejak dia merampok bank yang notabennya menyimpan uang tabungan mafia, lalu dengan santai mendatangi rapat yang dihadiri para “godfather” dan menawarkan jasa untuk membunuh batman. Joker tidak hanya pintar membual namun cerdik dalam mengesekusi rencana besarnya, terbukti dia segera “berkampanye” dan “mempromosikan” dirinya lewat serangkaian pembunuhan, dengan slogan “buka topengmu wahai batman dan pembunuhan ini akan berakhir”.

Aksi keji untuk memancing batman keluar ini pun masih belum ditanggapi serius oleh Bruce, yang masih fokus untuk membantu Harvey Dent untuk menjebloskan pimpinan mafia Salvatore Maroni dan antek-anteknya ke penjara. Langkah Bruce dalam hal ini batman, yang membiarkan Joker bermain sendirian akan berakibat fatal nantinya. Ketika batman mulai tersadar siapa sebenarnya “mastermind” dibalik kekacauan ini, semua sudah terlambat. Batman, Harvey, dan juga Gordon (Gary Oldman) pada akhirnya bisa tersenyum lebar ketika mereka berhasil membekuk Salvatore dan menyidangkannya bersama seluruh mafia yang ada di kota tersebut. Namun bagi Joker, itu masih bagian dari rencana kecilnya, karena dia baru saja akan melancarkan rencana besar yang dia simpan untuk Batman, Harvey, Gordon, dan juga seisi Gotham City. Apa yang akan dilakukan Joker selanjutnya?

Well, gw bukan penggemar berat superhero yang satu ini sebelum Christopher Nolan memboyongnya kembali ke layar lebar pada 2005 lewat Batman Begins. Tidak pernah membaca komiknya, mungkin menjadi alasan gw untuk tidak terlalu mem-favoritkan film-film jagoan berkostum kelelawar ini. Batman (1989) dan Batman Returns (1992) yang notabennya disutradarai dengan baik oleh Tim Burton, dan berhasil dengan baik memvisualisasikan Batman yang dark dan sedikit bergaya gothic, sama sekali belum berhasil memancing gw untuk memuja film yang dibintangi oleh Michael Keaton tersebut. Akting cemerlang Jack Nicholson sebagai Joker pun tidak terlalu menyita perhatian gw, dan gw tetap saja cuek dengan film-film Batman. Setelah era Batman-nya Tim Burton yang sudah punya reputasi “bagus” dimata gw (tapi tidak menjadi yang favorit) ini, muncul sekuel-sekuel berikutnya dari kisah jagoan yang membela kejahatan di kota bernama Gotham ini. Namun kehadirannya malah memperburuk citra film Batman yang sudah dibangun dengan baik oleh Tim Burton.

Batman Forever (1995) dan Batman & Robin (1997) yang kali ini disutradarai oleh Joel Schumacher bagi gw adalah pencitraan sosok Batman yang paling buruk. Entah apa yang dipikirkan oleh sutradara yang kelak membuat Phone Booth ini, film Batman dibuat dengan warna-warna yang kontras dan dikemas dengan cerita yang begitu bodoh. Schumacher mungkin menginginkan filmnya bergaya komikal, berbeda dengan Batman milik Burton yang lebih ke gothic-style. Namun film yang menghadirkan musuh-musuh baru ini, sebut saja Two Face (Tommy Lee Jones) dan The Riddler (Jim Carrey) di Batman Forever, lalu ada Mr. Freeze (Arnold Schwarzenegger) dan Poison Ivy (Uma Thurman) di Batman & Robin, justru membuat Schumacher kalah dalam taruhan. Film yang juga memperkenalkan “sidekick” Batman yaitu, Robin dan Batgirl ini benar-benar buruk dan tidak hanya menjatuhkan reputasi film Batman namun juga mengajak sang sutradara untuk jatuh di kubangan “memalukan” bersama dengan film buatannya tersebut.

Christopher Nolan pun hadir mengubah pandangan gw akan film Batman, dia sepertinya tahu seperti apa Batman seharusnya difilmkan. “Batman Begins” sudah membuat gw jatuh cinta dengan film yang menceritakan kembali kisah Bruce Wayne dan alter ego-nya dari awal tersebut. Ketika “The Dark Knight” muncul, gw semakin bertambah jatuh cinta tidak hanya dengan Batman tetapi seluruh isinya, termasuk Gotham City. Tidak…tidak, gw bukan hanya jatuh cinta tetapi memuja film yang keluar pada tahun 2008 silam ini dan menjadi film terlaris di dunia ke-empat sepanjang sejarah perfilman. Sutradara “The Prestige” itu tidak hanya mengemas film ini dengan cerita yang cerdas lewat tumpukan plot penuh kejutan dan twist menarik, namun juga berhasil membalut sebuah kisah heroik yang tidak melupakan unsur manusiawi dari seorang Batman, tidak meninggalkan sisi yang memperlihatkan Batman juga adalah manusia.

Lihatlah Batman yang terlihat lelah ketika melakukan tugasnya, membasmi kejahatan. Bisa merasakan sakit ketika dia digigit anjing, itu bisa jadi lucu namun detil-detil kecil seperti itu membekas di benak penonton, khususnya gw yang semakin bersimpati kepada tokoh jagoan kita yang terlihat begitu sederhana, begitu manusiawi dibalik kostum berlambang kelelawar tersebut. “Batman juga manusia biasa” itu tidak terlihat di film-film batman terdahulu. Selain Batman yang terlihat begitu “manusia” karena memang dia sebenarnya tidak punya kekuatan super seperti layaknya superman atau spiderman, Nolan juga berhasil mencitrakan Batman sebagai ksatria kegelapan dengan sempurna. Inilah kenapa gw juga suka dengan Batman-nya Nolan, karena gw yang notabennya menyukai “superhero” yang “dark” seperti Spawn atau Hellboy, melihat visual kegelapan itu pada diri Batman yang dibintangi Christian Bale tersebut.

Sutradara yang pernah dinominasikan untuk Oscar untuk skenario terbaik di film Memento tersebut, juga membawa sisi manusiawi Batman ke semua unsur yang ada di Gotham City, termasuk kedalam visualisasi kotanya sendiri. Gotham di perlihatkan layaknya seperti kota-kota besar dunia lainnya (disini mungkin di samakan dengan New York), terlihat nyata dan tidak dibuat-buat agar komikal seperti film-film terdahulunya. Elemen manusiawi Batman dan Gotham akhirnya membaur dengan plot yang dibangun dengan brilian oleh Nolan, bergulir dari menit ke menitnya dengan fantastis dan luar biasa menarik. Dengan kepiawaiannya, Nolan meracik tumpukan-tumpukan ceritanya dengan begitu matang dan memberikan penyedap rasa beraroma “twist” yang begitu nikmat. Formulanya makin “mind-blowing” ketika twist itu juga bertumpuk menghadirkan kejutan-kejutan manis berikutnya. Bersama iringan score yang pas dan apik dari Hans Zimmer dan James Newton Howard, film ini menjadi sebuah hidangan lezat yang tidak bisa lagi gw tolak.

Semua bermain bagus di film ini, Christian Bale sekali lagi memperlihatkan totalitasnya dalam berperan, menampilkan akting yang luar biasa. Melalui dirinya, Batman benar-benar menjadi sosok yang mengintimidasi musuh-musuhnya dan sekaligus “charming” sebagai seorang Bruce Wayne. Aaron Eckhart juga bermain dengan baik memerankan seorang Harvey Dent, berhasil membangun karakternya untuk menyita perhatian dan simpati penonton kepadanya. Toh di film kedua dari seri Batman-nya Nolan ini, cerita memang berfokus pada lahirnya seorang Harvey Dent/Two Face, jadi sudah seharusnya peran Harvey Dent ini begitu penting dalam cerita ini dan akting Aaron Eckhart berhasil menyuguhkan seorang Two Face yang begitu meyakinkan, membuat gw tidak rela melepas Harvey Dent yang begitu baik untuk pada akhirnya berubah jahat dengan embel-embel Two Face-nya.

Heath Ledger menyempurnakan film ini dengan akting briliannya sebagai musuh abadi Batman, yaitu Joker. Riasan wajahnya begitu menghipnotis ketika untuk pertama kalinya Joker membuka kedoknya di bank, dan memperlihatkan wajah aslinya. Semua tentang dirinya adalah nyawa di film ini, dia adalah “mastermind” yang mengaduk-mengaduk film ini jadi begitu kental akan kegilaannya, dan tawanya yang menakutkan itu adalah luka yang terus akan membekas di pikiran gw. Entah apa yang dilakukan Ledger untuk bisa mendapatkan akting yang begitu sempurna sebagai Joker, melihat dia sekilas saja kita tahu bahwa Joker memanglah “psycho”. Teror yang diciptakan Joker telah menyihir kita untuk terus duduk selama 152 menit tanpa rasa bosan, suguhan teatrikal yang dimainkan dengan “hillariously-fantatic” oleh Ledger telah memaku mata kita untuk terus menunggu kemunculan dia dan bertanya-tanya kegilaan apa lagi yang akan diperbuatnya.

Menonton untuk kesekian kalinya tidak mengubah apa yang gw rasakan pertama kali ketika film ini rilis di bioskop. Film ini berhasil membuat gw merinding dari menit awal, perasaan yang begitu lama tidak pernah gw rasakan, entah kapan dan film apa terakhir gw bisa merinding ketika menonton film. The Dark Knight adalah sebuah kesempurnaan sebuah film, tidak hanya memberikan hiburan lewat aksi Batman dan musuh-musuhnya, tapi memberikan sebuah pengalaman baru ketika plot cerita dimainkan begitu “aduhai” oleh sang sutradara yang juga menulis skenarionya ini. Selebihnya Nolan juga menjaga dengan pintar tempo film ini untuk tidak berlari seenaknya, dan menjaga intensitas kejutan dan ketegangannya dengan ciamik. Membiarkan penonton untuk asyik menebak-nebak jalan cerita sampai pada akhirnya otak mereka dijungkir-balikkan oleh twist yang sudah dipersiapkan oleh Nolan. Tidak sabar menunggu besutan Nolan berikutnya dalam Batman ketiga. Sambil menunggu, mari kita tonton TDK sekali lagi. Enjoy!

Rating: 5/5