Sejak kemunculannya di linimasa twitter bersama sederetan media promosinya, termasuk poster dan trailer-nya yang menjijikan itu, The Void memang langsung menyita perhatian saya: “Ini @VoidMovie film apa yah? Kayaknya tidak bermoral dan jahanam macam Baskin nih.” Begitulah kira-kira cuitan saya pada waktu itu, seakan tidak sabar menunggu menonton versi lengkap film garapan duo sinting Steven Kostanski dan Jeremy Gillespie, yang sebelumnya membuat film-film gila berjudul Manborg dan Father’s Day. Seperti Baskin-nya Can Evrenol yang sukses memberikan pengalaman horor yang tiada duanya, saya berharap The Void tidak akan jadi tontonan yang biasa-biasa saja. Singkatnya, Kostanski dan Gillespie tak mengecewakan, The Void memang bukanlah film horor yang sempurna, tapi niat murni keduanya untuk mengajak penonton ke dalam dunia penuh keajaiban dan fantasi liar patut diacungi potongan jempol kaki bernanah. The Void tidak maksa untuk menutupi kekurangannya yang tergeletak disana-sini, tetapi kelebihannya dalam menghadirkan sesuatu yang lebih buruk dari neraka, membuat saya tidak lagi peduli dengan kekurangan tesebut.

The Void akan memperkenalkan kita dengan Daniel Carter (Aaron Poole), deputi sheriff yang nantinya terjebak di sebuah rumah sakit setelah mengantarkan laki-laki terluka yang ditemukannya di pinggir jalan. Sekelompok orang berkerudung jubah serba putih dengan tanda segitiga hitam di wajah mereka, tiba-tiba muncul menyerang Daniel dan mengepung rumah sakit. Kalah jumlah dan tidak tahu apa yang akan dilakukan oleh orang-orang berjubah ini, Daniel dan beberapa orang, termasuk Allison Fraser (Kathleen Munroe) dan Dokter Richard Powell (Kenneth Welsh), memilih untuk tetap tinggal di dalam rumah sakit. Alih-alih aman, Daniel dan yang lainnya justru terkurung bersama dengan sesuatu yang lebih buruk dan mengerikan ketimbang orang-orang berkostum Halloween bersenjatakan pisau. Kostanski dan Gillespie sepertinya tidak punya waktu untuk berbasa-basi, orang-orang berjubah hanya permulaan dari serangkaian mimpi buruk yang selama 90 menit akan dipertontonkan bersama segala keanehan serta adegan-adegan tidak masuk di akal. Pertunjukan watdefak yang akan membuat mulut celangap lebar dan isi otak muncrat keluar lewat kuping.

Atraksi adegan-adegan aneh bin ajaib memang akan jadi menu utama yang bakal disajikan oleh The Void, sebuah perwujudan dari ide gila Kostanski dan Gillespie untuk menghadirkan mimpi buruk yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Memanfaatkan satu-satunya lokasi yaitu rumah sakit, rancangan “apa itu neraka” benar-benar dibangun sangat serius, khususnya ketika berbicara soal bagaimana The Void menciptakan makhluk-makhluk dengan bentuk yang amat mengerikan. Dari makhluk berlubang di wajah hingga makhluk bertentakel gabungan antara Sammael-nya Hellboy, monster laut dari The Host, dan kecoa di film Mimic. John Carpenter mungkin langsung teriak “anjing!” apabila melihat apa yang dilakukan Kostanski dan Gillespie. Apalagi ketika mengetahui The Void justru lebih memilih cara lama untuk menghidupkan makhluk-makhluk tersebut, dari berupa gambar sketsa menjadi terlihat nyata di mata penonton berkat pemakaian efek praktikal yang mengesankan. The Void tidak sekedar menampilkan mimpi buruk, tapi juga mengajak kita untuk merasakan kembali sensasi yang dahulu pernah ditawarkan oleh film-film horor buatan tahun 80-an.

Kelebihan The Void dalam menciptakan makhluk-makhluk mengerikan, ditopang oleh efek praktikal yang dikerjakan begitu serius dan detil, sayangnya tak diikuti dengan penyajian cerita yang solid dan akting yang mumpuni. Karakter-karakter yang hilir-mudik, termasuk Daniel Carter, hanya berfungsi untuk menggiring kita masuk ke dalam ruangan berisikan makhluk-makhluk hasil muntahan Kostanski dan Gillespie. Meski pada akhirnya saya tidak peduli pada nasib protagonis serta orang-orang yang terkurung di rumah sakit, The Void setidaknya tahu bagaimana memberikan tontonan horor yang bisa dibilang menghibur. Toh sejak awal, saya memang tidak mengharapkan apa-apa dari cerita ataupun akting si Aaron Poole, saya sudah cukup puas dijejalkan skrip dan dialog-dialog ala-kadarnya. The Void hadir bukan untuk diberikan tepuk tangan karena penceritaan dan akting, fokus Kostanski dan Gillespie adalah menyeret kita masuk ke dalam mimpi buruk, dan mereka berhasil mengerjakan pekerjaan rumah tersebut dengan nilai sempurna. Sebuah homage film-film horor 80-an yang mengerikan, menegangkan, sekaligus gory berdarah-darah mengenyangkan.