Review Lima Elang

Lekat dengan kesuksesan “Ada Apa Dengan Cinta” (2002), tidak membuat seorang Rudi Soedjarwo berhenti belajar, itu terlihat dari jejak rekam film-filmnya, genre-nya beragam dari drama hingga komedi, pernah dia coba tangani. Termasuk juga mencicipi tema horor di tahun 2006 lewat “Pocong” (dilarang tayang) dan “Pocong 2”, hasilnya bisa dibilang fenomenal, dalam artian di tangan Rudi-lah film horor lokal kembali mampu menghantui penonton bioskop. Keinginan Rudi untuk terus “bereksperimen” dengan tema yang tidak pernah disentuhnya, tampaknya menakdirkannya untuk menyutradari film anak-anak, nah film Indonesia boleh sekali lagi tersenyum, karena tahun ini lewat “Lima Elang” tambah lagi satu film anak-anak yang bisa dikatakan berkualitas. Kita semua tahu, film anak-anak seperti “anak tiri” di negeri sendiri, masih bisa dihitung jari, film yang benar-benar punya kesan di mata penonton. Apalagi film anak-anak yang “bebas”, maksudnya punya jiwa anak-anak yang tidak terlalu memaksa ingin menjejalkan penonton cilik dengan segala macam pesan moral. Film yang membiarkan anak-anak bermain lewat apa yang ia tonton dan kemudian menyelipkan beberapa “pelajaran” yang alangkah baiknya tidak dipaksa, tapi biarkan saja mereka membaca sendiri yang mereka tonton, menyerap kebaikan yang ada di film tersebut. Film anak-anak yang begini biasanya lebih nyaman untuk ditonton, cerita mengalir begitu saja, perasaan itulah yang saya dapatkan dalam “Lima Elang”.

Saya memang bukan penonton cilik lagi, tapi “Lima Elang” terbukti bisa menghibur juga untuk penonton dewasa, menjadikan film yang ceritanya ditulis Salman Aristo ini sebuah sajian film keluarga yang menghibur untuk semua, tidak hanya anak-anak. Ok, karena ini film anak-anak, sudah sewajibnya menokohkan anak-anak sebagai peran utama. Nah film ini pun tidak hanya “asal” menaruh anak-anak sembarangan di depan kamera, selain juga saya setuju dengan pemilihan wajah-wajah baru, Rudi terampil dalam memilih siapa yang akan memerankan siapa, termasuk juga  memaksimalkan akting mereka. Hasilnya anak-anak ini mampu melakonkan karakternya dengan lepas dan natural, termasuk Christoffer Nelwan yang memerankan Baron, satu dari lima elang yang aktingnya paling menonjol di film ini. Baron ini bisa dikatakan karakter kunci, karena kebanyakan konflik akan berasal dari dirinya, dan persahabatan lima elang pun makin hidup berkat keberadaan anak yang diceritakan baru saja pindah dari Jakarta ke Balikpapan.

Di tempat baru inilah, Baron bertemu dengan Rusdi (Iqbaal Dhiafakhri Ramadhan), Aldi (Bastian Bintang Simbolon), dan Anton (Teuku Rizky Muhammad). Awalnya tentu saja Baron lebih memilih untuk menutup diri dari lingkungan dan teman-teman barunya, dan sibuk dengan hobinya, bermain mobil remote control. Namun sebuah event perkemahan pramuka menyatukan mereka, Baron mau tidak mau, suka tidak suka harus ikut, didorong oleh “agenda pribadi” akhirnya Baron mau bergabung dengan Rusdi yang tampak paling bersemangat jika berbicara soal pramuka. Acara perkemahan pramuka yang diikuti oleh sekolah-sekolah lainnya ini, perlahan memupuk tali persahabatan diantara Rusdi, Baron, dan kawan-kawan, walaupun terkadang mereka masih saja berselisih paham, begitu juga Baron yang masih saja “dingin” merespon kebaikan-kebaikan Rusdi. Walaupun mereka masih belum bersatu banget, tapi keinginan mereka sama, untuk bisa menjadi regu yang terbaik di perkemahan tersebut. Apakah regu elang mampu menjadi pemenang?

Review Lima Elang

Kok hanya empat anak? katanya “Lima Elang”, di perkemahan tesebut nantinya, Baron dan kawan-kawan akan bertemu dengan Sindai (Monica Sayangbati), bisa dibilang anak perempuan “pemberontak”, yang capek di regunya sendiri, yang dibilangnya terdiri dari anak-anak manja, maka nantinya bergabunglah Sindai dengan mereka, itupun disatukan secara kebetulan. Seperti saya bilang di awal paragraf, “Lima Elang” adalah film anak-anak yang “bebas”, yup bagaikan seekor elang yang dengan bebas mengepakan sayapnya untuk terbang tinggi di langit. Bersama dengan anak-anak di film ini, kita bisa merasakan feel kebebasan itu, film ini tidak terikat oleh beban untuk menyampaikan petuah-petuah pesan moral, tapi membiarkan penontonnya untuk menyerap sendiri pesan-pesan yang ada diantara permainan dan petualangan seru yang disajikan. Terutama tema pramuka yang diangkat oleh “Lima Elang”, betul-betul dimanfaatkan oleh film ini untuk memberi jawaban jika pramuka itu ternyata fun, bagi penonton dewasa pastinya akan diajak untuk kembali mengenang masa-masa sekolah, ketika masih berseragam pramuka dan berlatih simpul. Begitu juga saya, gini-gini juga pernah ikut pramuka, walaupun hanya senang ketika waktunya berkemah saja, sedangkan membuat tenda saja tidak becus.

Pramuka disajikan dengan sangat seru, bersama dileburkan dengan baik dalam lika-liku persabatan antara Baron dan kawan-kawan. Sisi sinematografi pun diperhatikan dengan baik, Arief Pribadi mampu menghasilkan gambar-gambar yang nyaman dipandang. Well untuk urusan teknis bisa dibilang “Lima Elang” cukup jempolan, tidak kacangan dalam mengemas sebuah film anak-anak. Termasuk juga dalam urusan mengolah mood kita-kita yang menonton, saya sedang berbicara soal musik di film. Aghi Narottama dan “regu”-nya di departemen musik tahu betul bagaimana menyesuaikan musik yang tepat dari satu adegan ke adegan yang lain. Ketika gambar bergerak dengan seru, musik yang menemani pun dipastikan pas di telinga, menghasilkan suasana mood yang juga seru. “Lima Elang” tidak perlu cerita yang ribet, film anak-anak dengan kisah sederhana tentang pramuka dan persahabatan yang dikemas dengan menarik, didalamnya ada intrik yang membuat emosi kita ikut terbawa, dan ada cerita-cerita manis yang membuat kita tersenyum. Rudi telah mengajak kita bermain dalam filmnya, tidak memaksa anak-anak untuk mendengar apa yang ingin disampaikan tapi membiarkan penonton cilik untuk bisa belajar sendiri, lewat keseruan pramuka. “Lima Elang” adalah film keluarga yang selama ini dinantikan, menyenangkan, lucu dan juga menghibur, kelima anak yang bermain dalam film inipun telah menghadirkan performa yang hebat… tidak sabar untuk melihat aksi elang selanjutnya.

Rating 3.5 Bintang