Review Hobo With a Shotgun

Film keren itu tidak harus yang dipenuhi nama-nama terkenal atau masuk daftar nominasi Oscar, lupakan film-film serius yang kadang membuat otak ini kelelahan mencerna setiap gambarnya, “Hobo with a Shotgun” adalah salah-satu contoh film masterpiece yang bisa dinikmati tanpa perlu menyetel otak ini diposisi tombol “on”. Dari hanya trailer palsu di double feature-nya Quentin Tarantino dan Robert Rodriguez, “Grindhouse”, yang disitu juga ada “Machete”, yang akhirnya juga sama-sama dibuat film panjang oleh Rodriguez sendiri di tahun 2010, Jason Eisener pun tampaknya diberi pencerahan untuk membuat atraksi gila selama 80 menitan, dari sepotong ide berdurasi 2 menit mengenai hobo (kalau disini semacam tuna wisma), yang berubah vigilante, menembaki orang-orang bermoral bobrok dengan bermodalkan shotgun seharga $50. Kurang awesome?

Versi feature-nya tidak jauh beda dari ide tersebut, tapi sudah pasti lebih awesome dan punya tokoh utama paling badass setelah Derek dari filmnya Peter Jackson mengenai invasi alien (emang Peter pernah bikin film tentang alien?). “Hobo with a Shotgun” pun dibuka dengan “mewah” lewat tampilan-nya yang terkesan film-film era 80-an, berwarna cerah, lengkap dengan musik yang pas mengiringi kedatangan jagoan kita, seorang Hobo, well tidak perlu nama karakter sangar kan ketika Rutger Hauer yang memerankannya. Si Hobo sampai di kota bernama Hope Town (kata Hope dicoret dan diganti Scum), setelah nebeng kereta, harapannya menemui kota yang lebih baik (untuk bekerja sebagai tukang potong rumput) langsung kandas ketika dia dijejalkan keadaan kota yang sangat bobrok.

Sebagai “tamu” di kota tersebut, walau hatinya ingin ikut campur, Hobo hanya bisa diam ketika melihat ketidakadilan dan kejahatan merajalela di kota yang tanpa hukum ini, yah polisinya saja 99% korup, sisanya idiot. Kedatangannya disambut oleh aksi “penguasa” kota, bernama The Drake (Brian Downey), semacam godfather, bersama kedua anaknya Ivan (Nick Bateman) dan Slick (Gregory Smith), mereka menyajikan sebuah atraksi gila esekusi mati disaksikan publik yang juga hanya bisa diam dongo. The Drake menyebut orang tidak beruntung yang akan diesekusinya sebagai “The Lucky Contestant”, entah karena kesalahan apa, orang yang belakangan diketahui sebagai saudara Drake sendiri ini harus rela kehilangan kepala. Hobo masih tidak peduli, sampai pada suatu hari, tindakan sok pahlawan Hobo menyelamatkan seorang PSK bernama Abby (Molly Dunsworth) dari tangan Ivan, membuat Hobo akhirnya ikut campur dengan masalah kota harapan ini. Dan aksi heroik kedua Hobo, meringkus tiga orang idiot yang berniat mencuri sebuah toko kelontong, seperti menjadi sebuah “panggilan” bagi Hobo untuk mulai berbuat sesuatu, memperbaiki kota… maka lahirlah “Hobo with a Shotgun”.

Review Hobo With a Shotgun

Dari penjahat kacangan, sampai pedofil berkostum santa klaus, semua berakhir dengan luka mengaga hasil tembakan shotgun milik Hobo, atraksi gila-gilaan vigilante Hobo pun langsung membuat adrenalin ini menari striptis. Beruntung juga saya tidak terburu nafsu menonton “Hobo with a Shotgun” di DVD, begitu melihat judulnya terselip di daftar film yang akan diputar di INAFFF tahun ini, level girang langsung terpompa tak karuan. Yah film-film macam gini memang sudah sepantasnya dinikmati di layar besar, sayangnya itu tidak terjadi pada “Helldriver” milik Nishimura. Oke lupakan kesedihan saya tidak lagi bisa merasakan keasyikan tontonan tengah malam dijejalkan tayangan goblok! Layaknya “Mutant Girls Squad” tahun lalu, sebagai gantinya “Hobo with a Shotgun” adalah pelipur lara yang pas untuk kegalauan saya tersebut (maaf jika pada akhirnya review ini menjadi terlalu dramatis). Semua kebodohan yang saya harapkan hadir di INAFFF, akhirnya bisa saya dapatkan di “Hobo with a Shotgun”, suguhan cewek berbikini berdansa diatas orang tanpa kepala bermandikan darah yang muncrat di awal film, sudah lebih dari cukup untuk memberi peringatan dini kepada penonton, warning: sisa 75 menit film ini akan diisi oleh ketololan belaka dan adegan yang menjijikan, jika ada yang lebih menjijikan dari film ini, itu sudah pasti sinetron-sinetron yang berkeliaran di stasiun lokal kita.

“Hobo with a Shotgun” itu film yang tidak mewajibkan kita untuk peduli dengan cerita, tidak cerdas, dan murahan, tapi pada akhirnya saya sayang dengan film-film seperti ini karena berhasil mengajak saya dengan sukarela untuk peduli tanpa paksaan. Tidak perlu repot-repot mencari pesan moral, toh keseluruhan adegan yang disuguhkan oleh Eisener dalam filmnya memiliki pelajaran bermanfaat, apapun namanya, sebuah gambaran yang dikemas goblok tapi sanggup merefleksikan dengan jenius, betapa hari ini dunia pun sebetulnya sudah se-sinting itu. Semua kegilaan yang kita saksikan di televisi atau pernah kita dengar dari mulut orang-orang sepertinya di timbun jadi satu oleh Eisener, kemudian menamakannya “Hope Town”. Well, tapi bukan berarti kita juga harus beraksi vigilante seperti si Hobo, beli shotgun terus seenaknya menembak pemerkosa atau koruptor yang menghabiskan uang rakyat (ide bagus?), benahi dunia ini dengan tindakan baik sekecil apapun, itu sudah cukup kok. Sambil menunggu kesempatan untuk berbuat kebaikan, nah Hobo memberi kesempatan kita untuk menertawakan adegan-adegan kepala pecah dan usus terburai, sebuah hiburan liar yang membuat kita melupakan stress-nya di luar sana.

Nikmati “Hobo with a Shotgun” dengan seluruh jiwa dan raga (bahasanya mulai ngaco) maka niscaya kita akan dipuaskan lahir dan batin, dan menikmati setiap menit kegilaan yang dihadirkan oleh Eisener. Film ini sudah melakukan pekerjaan kotornya dengan baik, menghasilkan adegan-adegan tolol menggemaskan yang kenikmatannya tiada habisnya. Sajian film kelas B, yang tidak luput dari penyajiannya yang norak, terlihat murahan, dan cacat secara logika, tapi “Hobo with a Shotgun” memang sengaja dibuat seperti itu. Film yang juga menghadirkan karakter-karakter keren, semuanya berkesan, itu termasuk Hobo, dilakokan dengan brilian oleh Rutger Hauer. Tapi ada dua karakter favorit saya di film ini yaitu, “The Plague”, dua sosok iblis berkostum baju besi yang dengan tiba-tiba muncul dengan awesome, jika ada Daft Punk di neraka, yah tampilannya seperti mereka-mereka ini. Jika karakteristik sebuah film yang bisa dibilang keren itu adalah film yang sesudah keluar dari studio, kita masih tetap membahasnya sampai pulang, “Hobo with a Shotgun” adalah filmnya, lengkap dengan dialog-dialog cerdas, sinting! dan Welcome to F**ktown!

Rating 4 Tengkorak