Jika dipanjangkan judulnya akan menjadi sepuluh film horor terngehe, teranjing dan ter-taik-banget yang gue tonton di bioskop sepanjang 2016. Buat orang yang mencintai genre horor, tahun ini jelas sebuah berkah, dari The Witch yang sangat mengerikan hingga Green Room yang brutal nan brengsek, film-film horor anjing terus bret-bret-brot-pret tanpa henti seperti sakit mencret yang belum diobatin. Saking senangnya gue sampai memutuskan untuk membuat daftar topten horor, yang mungkin lebih terlihat normal ketimbang melampiaskannya dengan teriak-teriak di atas mobil tukang tahu bulat. Gue menyesal, karena ternyata membuat daftar 10 film horor terbaik itu sangat menyulitkan, apalagi ketika kandidat film-filmnya kesemuanya ngehek, padahal sudah dipersempit hanya film yang tayang di bioskop sini. Jadi nga perlu nanya kenapa gue masukin Last Shift yang buatan 2014, alasannya karena filmnya gue tonton Maret kemarin pas kebetulan tayang. Jangan tanya juga soal kenapa Cipali KM 182 kok nga dimasukin, kalau aja enggak jiplak The Possession of Michael King, gue udah dengan senang hati taruh filmnya di posisi kesatu, gue serius jangan ketawa.
10. Before I Wake
Before I Wake diakui bukan tipikal horor yang akan membuat penonton merapal doa karena ketakutan setengah mati, walaupun ada beberapa bagian yang masih bisa disebut mencekam, berkat sentuhan khas Flanagan membangun atmosfir di tiap bagian horornya. Meski tidak seram, lagipula film Flanagan saya pikir bukan jenis film horor yang menakutkan, tapi saya setidaknya bisa menikmati suguhan ketegangan mengasyikkan dipadukan dengan storytelling menyenangkan. Paket kombo yang jarang saya temui di kebanyakan film-film horor, karena standarnya durasi terbuang percuma untuk penampakan instan, sedangkan cerita dinomor-seratuskan. Before I Wake mengembangkan konsepnya menjadi tontonan horor yang sama menariknya dengan ide dasarnya, didukung rancangan kuat pada sisi fantasinya ketika menterjemahkan imajinasi menjadi gambar-gambar indah nan kreatif sekaligus juga mengerikan. Terlepas dari polesan efek visual yang kurang maksimal, tetapi kemunculan si makhluk jelek tetap mampu menghadirkan teror dan menyuntikkan dosis ketegangan yang cukup. Setelah Hush, Before I Wake ini jelas film favorit kedua saya dari Mike Flanagan, sebuah fantasi-horor yang tidak seram tapi tetap memberikan pengalaman yang menyenangkan.
09. Blair Witch
Saya benar-benar ingin menonjok wajah Adam Wingard setelah menonton Blair Witch, lalu membelikannya sekaleng bir bintang dan kita tos ala Stone Cold Steve Austin, give me a hell yeah! Film yang sempat diputar di Festival Film Toronto ini tak sekedar memberikan ketakutan yang organik, tapi juga membuat gaya found footage menjadi terlihat keren lagi. Ekspektasi saya seperti dikencingi oleh Adam Wingard, Blair Witch ternyata bukanlah sekuel recehan yang hanya akan buang kotoran ke predesesornya. Sebaliknya, saya pikir Adam sudah membuat bahagia Eduardo Sanchez dan Daniel Myrick, Blair Witch kenyataannya memang terlihat bagai penghormatan terselubung, ketimbang sekuel yang idenya murni dari otak Adam dan Simon kampret. Jika diperhatikan dengan baik, konsepnya sebenarnya tinggal nyomot dari The Blair Witch Project, kemudian dilebur jadi satu bersama elemen-elemen tambahan Adam, termasuk ekstra jump scare, penampakan yang intensitasnya dinaikkan, dan tak lupa peralatan perekam yang jauh lebih canggih daripada yang dibawa oleh Heather dan timnya.
08. Train to Busan
Train to Busan, tak sekedar mengangkut ketegangan dalam gerbong-gerbongnya, film Korea tidak bisa disebut “film Korea” jika belum menyusupkan drama yang sanggup mengobrak-abrik emosi penontonnya. Korea memang punya gaya khas yang membuat film horor ataupun thriller-nya berbeda dengan kebanyakan film sejenis dari negara lain. Di tengah rangkaian gerbong yang kacau dan berantakan Yeon Sang-ho tidak ketinggalan menyelipkan adegan-adegan yang bisa dibilang lebih “horor” dari penampakan zombie-zombie beringas nan ganas dalam kereta. Porsi drama tersebut—walaupun agak menyek-menyek untuk selera saya—jadi semacam penghubung yang dibutuhkan sebagai pengikat chemistry, kita tak saja diajak bersenang-senang melihat penumpang kereta berjibaku melawan zombie, tapi juga dibuat peduli dengan karakter-karakternya sampai credit menggulung. Train to Busan memberikan pengalaman jalan-jalan naik kereta yang berkesan dan menyenangkan, tontonan film zombie berskala gila-gilaan yang sudah lama saya idam-idamkan.
07. Munafik
Dari adegan Maria kerasukan iblis laknat hingga Adam gotong-gotong pocong, si Syamsul paham betul bagaimana menciptakan suatu kengerian di Munafik, tanpa harus melulu bergantung pada jump scare. Pola menakuti yang dipakai Syamsul sebetulnya tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukannya ketika menyerang nyali penontonnya di Khurafat. Permainan suara dan atmosfir mencekam masih menjadi andalan Syamsul untuk merangsang rasa takut, bisa dibilang saya sudah lebih dulu dibuat dag-dig-dug-ciut sebelum penampakannya dimunculkan. Well, untuk urusan penampakan pun Syamsul tidak sembarangan dan menempatkan para pemainnya yang sudah dipermak jadi hantu di posisi yang tak diduga-duga, plus dengan waktu kemunculan yang pas untuk memaksimalkan daya kejutnya. Dampak kejutan yang pengaruhnya lebih terasa ketimbang jump scare murahan yang hanya mengandalkan efek suara tidak karuan yang volume-nya ditinggikan. Saya puas sekaligus menikmati suguhan uji nyali yang dipersiapkan matang oleh Syamsul Yusof di Munafik, salah satu film horor menyeramkan tahun ini.
06. 10 Cloverfield Lane
Percayalah, alur yang merangkak tidak akan mengganggu kenikmatan menonton 10 Cloverfield Lane, justru memperlihatkan kelebihan seorang Dan Trachtenberg dalam menggarap debut filmnya, memanfaatkan dengan baik setiap detik durasi untuk menumpuk penasaran, pertanyaan dan rasa peduli terhadap karakternya. Mungkin banyak yang bertanya dimana horornya 10 Cloverfield Lane? Well, saya hanya bisa bilang tontonlah untuk bisa merasakan terkurung bersama orang gila seperti John Goodman, karena menurut saya, horor tidak melulu bersumber dari dedemit. Dan Trachtenberg menawarkan rasa ketakutan yang begitu terasa real, dengan penyampaian cerita yang mencengkram pelan-pelan, tidak membiarkan penonton untuk mengalihkan pandangan dari layar bioskop, lagipula mubajirlah tak fokus melihat Mary Elizabeth Winstead dengan hiasan tali BH. Didukung oleh permainan akting gila dari MEW serta John Goodman, 10 Cloverfield Lane adalah film luar biasa anjing, thriller minimalis dengan campuran fiksi ilmiah, horor dan misteri yang dipenuhi kejutan-kejutan brengsek nan mencengangkan.
05. The Conjuring 2
Konsep dasarnya The Conjuring 2 semacam mengingatkan saya kalau Iblis punya berbagai macam cara untuk menjerumuskan anak-cucu adam terbakar di neraka jahanam. Berbagai bentuk trik Iblis laknat untuk menggoyah iman serta merusak ketaatan manusia pada Tuhan dipertontonkan oleh si James Wan dengan creepy, seram dan juga mengerikan. Iblis bisa berwujud apapun demi tujuan utamanya untuk menyesatkan manusia, oleh James Wan ini divisualkan lewat penampakan biarawati yang mirip Marilyn Manson. Kemunculannya yang seperti ketumpahan tepung campur tinta cumi-cumi jelas bukan hanya untuk menakuti, tetapi juga sebagai simbol penghancur orang-orang beriman, yang di film terwakili oleh duo Ed dan Lorraine Warren. Alasan saya menonton The Conjuring 2 tentu saja ingin merasakan kembali pengalaman ditakuti-takuti oleh James Wan, bagaimana dia membangun rasa ngeri yang tidak tipu-tipu dan rasa cekam yang brengsek. Tapi kemudian The Conjuring 2 memberikan suguhan lebih menarik, sisi religius ditampilkan berdampingan bersama teror iblis Valak.
04. The Wailing
Apabila sudah terbiasa dengan thriller Korea Selatan, formula penceritaan di The Wailing bakal terasa sangat familiar, Na Hong-jin mula-mula akan mengajak kita untuk menikmati tiap kekonyolan dan kebodohan yang datangnya dari Jong-Goo. Bagaimana film-film thriller Korea Selatan menciptakan karakter utamanya bisa disebut ajaib, tapi disitulah sumber keunikannya, dan saya selalu bisa terhubung dengan mereka, termasuk Jong-Goo yang tampangnya menggelikan. Orang-orang biasa yang (terpaksa) berhadapan dengan brutalnya hidup, template inilah yang menjadikan karakter di film-film thriller Korea Selatan terlihat lebih manusiawi dan tidak dibuat-buat. Perlakuan Na Hong-jin terhadap karakternya tak sekedar membuat mereka hanya menjadi bahan tontonan, tapi juga menciptakan koneksi dengan penontonnya. Sambil kita perlahan diseret-seret lebih jauh masuk dalam pusaran misteri yang dipenuhi kengehean dan keanjingan (bahasa planet mana pula ini), Na Hong-jin juga memperlihatkan bangunan karakter yang menarik di The Wailing, Jong-Goo yang kalem ternyata bisa berubah jadi buas.
03. Don’t Breathe
Sedikit tahu tentang Don’t Breathe maka akan lebih baik, jadi beruntung orang-orang yang datang ke bioskop bermodal pengetahuan minim dari hanya melihat poster, lalu berekspektasi menonton film rumah berhantu. Tidak bisa bayangkan bagaimana raut wajah mereka ketika menyadari ternyata Fede Alvarez membuat film horor tanpa penampakan, sebagai gantinya ada Stephen Lang yang tak kalah menyeramkan dari dedemit penunggu kabin tua di tengah hutan. Well, hanya ada dua kemungkinan: mereka terkejut dengan muka penuh senyum atau sebaliknya manyun karena merasa sudah kena tipu oleh poster. Sedangkan saya sendiri ada di posisi orang yang tanpa sengaja ter-spoiler-kan, agak kesal tetapi saya percaya Fede mengarahkan Don’t Breathe tak sekedar untuk memanjakan penonton yang mementingkan sebuah twist. Karena pada akhirnya, apa yang menjadikan Don’t Breathe berhasil sebagai film horor yang ngehe, bukan saja bersumber dari twist yang bikin hidung saya mimisan, tapi juga dari cara Fede menyiapkan permainan “kucing-kucingan” yang menyesakan selama 90 menit.
02. Last Shift
Last Shift jelas sudah mengingatkan lagi kenapa saya menyukai film horor, tak saja pada akhirnya saya bisa merasakan asyiknya ditakut-takuti, tapi juga karena usaha maksimal DiBlasi dalam menghadirkan ke-creepy-an yang menyenangkan. Sambil berselimut misteri, untuk menciptakan rasa takut pun DiBlasi tak sekedar mengandalkan penampakan-penampakan saja, tapi juga memanfaatkan beragam bebunyian yang bisa dibilang punya efek yang brengsek dalam membuat seluruh tubuh saya bergidik. Sound design-nya betul-betul berhasil hadirkan suasana tak nyaman, membuat gelisah dan paranoid setengah gila. Cara DiBlasi membangun ketakutan memang terbukti ampuh, bahkan sebelum film ini mempertontonkan penampakan-penampakannya, segala bebunyian berisik itu membuat merinding sejak awal. Ketika tiba waktunya Last Shift memunculkan wujud-wujud serem, film ini pun tak hanya menawarkan momen-momen mengagetkan yang bedebah, tapi juga melakukannya dengan trik-trik mengejutkan yang bisa dikatakan tidak disangka-sangka sebelumnya. Love it! All hail the king of hell!
01. Under The Shadow
Under the Shadow adalah horor yang sebetulnya tampil dengan kesederhanaan, “rendah hati” dalam menakut-nakuti, tapi efeknya begitu efektif saat mengurung penonton dalam rasa cemas, gelisah, takut dan tidak nyaman. Didukung oleh tata suara yang didesain untuk merangsang suasana mencekam, Babak Anvari hanya tinggal menerbang-nerbangkan kain dan adegan itu jadi seram luar biasa. Untuk mereka yang menyukai metode ditakut-takuti yang dipakai oleh Jennifer Kent di The Babadook, pastinya bakal menikmati cara Babak Anvari menghadirkan rasa ngeri yang bisa dibilang serupa. Penonton tidak sekedar mendapatkan seramnya tapi juga rasa pusing tujuh keliling, ikut merasakan apa yang Shideh rasakan saat menghadapi tingkah Dorsa yang semakin menyusahkan. Interaksi antara Shideh dan Dorsa ini jadi daya tarik tersendiri di Under the Shadow, pertunjukan akting memukau yang kemudian menciptakan kepedulian terhadap karakternya. Babak telah memberikan saya pengalaman menonton yang benar-benar menyeramkan, salah satu horor terbaik dan paling membuat uring-uringan tahun ini, bersiaplah untuk ketakutan dan jangan lupa berdoa.
iftikar4
Film Ouija: Origin of Evil ga masuk mas?
Agung
Keren om listnya… The Autopsy of Jane Doe ngga masuk om? Ngehe juga itu om hehe…
Rangga Adithia
@iftikar4, sayangnya walaupun gue cukup menyukai Ouija, tapi gagal untuk masuk sepuluh besar, mungkin kalau lima belas besar masih masuklah hehehehe. Untuk Kakak Agung, sekali lagi daftar gue ini hanya untuk film yang ditayangkan di bioskop saja, jadi gue sengaja nga masukin The Autopsy of Jane Doe ataupun The Witch.
Lomo
The Shallows gak masuk?
Rangga Adithia
The Shallows mungkin akan masuk klo daftarnya berjudul “15 Film Horor Terbaik.”
Erwin
Serius masbro??.. conjuring 2 masuk list?James Wan itu sama sekali ga bisa ngedesain hantu serem.. seperti yg agan bilang susternya mirip Marilyn Manson. kl doi kluar gw malah pengen tawa liat mukanya.. kl lebih ke belakang liat hantu merah Insidious ( atau monster?) lebih cenderung keren ketimbang nyeremin.. film nya si Wan itu emang rata2 well made tapi overall lebih kearah keren bukan kearah horor
raditherapy
Yah serius dong hahaha, sekali lagi seram nga seram itu relatif, buat situ keren menurut saya horor, tinggal dari sudut pandang mana melihatnya, saya melihat bukan hanya dari tampilan saja, tapi alasan James Wan memilih si Valak untuk hadir di filmnya, seperti yang saya singgung di reviewnya, dia itu simbol untuk menghancurkan iman, disitu horornya. Lagipula saya ini orangnya penakut, Conjuring 2 itu horor bagi saya.
Priawan
The Autopsy of Jane Doe gak masuk ya? eh tapi belum di review ya?
abyantama
sayang banget the eyes of my mother ga ada
M Irvan G
udah nonton 7 dari 10 (bangga :p)
cuma nomor 10, 2, dan 1 yang belum.
cerpin
the autopsy of jean doe ane suka tuh. di list ini udah nonton yg 1,4,5,7 sisanya belum