The Blair Witch Project, adalah salah satu film horor favorit saya sepanjang masa, mengetahui bahwa duo bajingan Adam Wingard dan Simon Barrett (You’re Next, The Guest) ternyata diam-diam membuat sekuelnya, reaksi saya bercampur aduk antara senang sekaligus ngambek (sebentar) karena merasa sudah dibodohi oleh judul palsunya, The Woods. Saya tidak pernah mengira kalau film yang di trailer-nya memang terasa seperti percampuran antara The Descent dan The Blair Witch Project tersebut, ternyata akan melanjutkan mitos penyihir yang dipercaya oleh penduduk lokal menghuni hutan angker Black Hills. 20 tahun berlalu sejak kasus menghilangnya Heather Donahue beserta kru film dokumenternya, bermodalkan sebuah video milik seseorang berakun “Darknet 666” yang diunggah di youtube, James kemudian semakin diyakinkan bahwa kakaknya masih hidup. Blair Witch pun mengajak kita kembali ke kota kecil Burkittsville bersama James dan teman-temannya, mereka berharap dapat menemukan petunjuk keberadaan Heather.

Saya benar-benar ingin menonjok wajah Adam Wingard setelah menonton Blair Witch, lalu membelikannya sekaleng bir bintang dan kita tos ala Stone Cold Steve Austin, give me a hell yeah! Film yang sempat diputar di Festival Film Toronto ini tak sekedar memberikan ketakutan yang organik, tapi juga membuat gaya found footage menjadi terlihat keren lagi. Ekspektasi saya seperti dikencingi oleh Adam Wingard, Blair Witch ternyata bukanlah sekuel recehan yang hanya akan buang kotoran ke predesesornya. Sebaliknya, saya pikir Adam sudah membuat bahagia Eduardo Sanchez dan Daniel Myrick, Blair Witch kenyataannya memang terlihat bagai penghormatan terselubung, ketimbang sekuel yang idenya murni dari otak Adam dan Simon kampret. Jika diperhatikan dengan baik, konsepnya sebenarnya tinggal nyomot dari The Blair Witch Project, kemudian dilebur jadi satu bersama elemen-elemen tambahan Adam, termasuk ekstra jump scare, penampakan yang intensitasnya dinaikkan, dan tak lupa peralatan perekam yang jauh lebih canggih daripada yang dibawa oleh Heather dan timnya.

Konsep warisan dari The Blair Witch Project dimanfaatkan dengan begitu baik, si Adam tahu bagaimana membuat saya kembali ketakutan ketika pertama kalinya menginjakkan kaki di hutan Black Hill. Baru berjarak beberapa meter dari lokasi mobil diparkir, saya sudah lebih dulu membayangkan gambaran-gambaran yang mengerikan, apalagi kita tahu pasti James dan komplotannya bakalan mengalami kemalangan yang sama, tapi kejadian-kejadian horor apa yang ditawarkan Adam, itu tetap jadi misteri yang akan terungkap dengan sendirinya sambil bergulirnya durasi. Paruh pertama mungkin terlihat membosankan bagi penonton yang tidak terbiasa dengan penyajian horor found footage, tetapi untungnya Blair Witch dari awal memang tak punya niat untuk basa-basi. Saat siang berganti malam, tibalah waktunya bagian bersenang-senang berubah jadi perlahan mencekam, tentunya dengan bangunan teror yang dirancang tidak terburu-buru. Mulai dari suara dan bebunyian aneh mencurigakan hingga kemunculan sosok misterius mengintip di balik kegelapan.

Gelapnya hutan Black Hill sangat membantu Blair Witch menciptakan permainan psikologis “siapa disana?” selagi penonton dipaksa untuk mengikuti pergerakan kamera dengan pencahayaan seadanya, sambil menerka-nerka kapan jump scare itu akan dilemparkan tepat ke wajah penontonnya. Sayangnya, Adam adalah tipe orang brengsek yang jeli dalam urusan penempatan kejutan dan timing yang pas untuk melepasnya, hasilnya jump scare efektif di saat saya sedang dalam kondisi tidak siap alias lengah. Saya menikmati bagaimana Blair Witch menakuti, apalagi dengan cara yang tidak membodohi penonton, membiarkan atmosfir yang makin mencekam bekerja untuk mengurung saya dalam ketakutan. Anjing benar Adam! Begitu kita terkurung, dia tidak akan melepaskan sampai mental dan keberanian penontonnya terkoyak-koyak, khususnya pada babak akhir yang disiapkan Adam untuk menghancurkan nyali. Walaupun dibuat kehabisan nafas, Blair Witch telah memberikan mimpi buruk yang betul-betul menyenangkan, saya bahagia.