Setiap orang pernah punya mimpi yang aneh, saya pernah mimpi jadi semut dan lancar berbicara bahasa semut, begitupula dengan Takashi Miike (13 Assassins, Audition, Ichi The Killer) pastinya pernah mengalami mimpi yang aneh. Mungkin, ‘Yakuza Apocalypse’ ini bisa jadi salah-satu produk mimpi anehnya Takashi, saya hanya mengira-ngira saja, jika kapan-kapan punya waktu dan berjodoh bertemu dengan Takashi, saya bakal tanyakan langsung darimana dia mendapat inspirasi untuk ‘Yakuza Apocalypse’. Untuk sekarang mari anggap saja seperti ini: Takashi pada suatu pagi yang cerah terbangun dari tidurnya, setelah ngulet sebentar dan kucek-kucek mata, dia mengambil smartphone-nya untuk menelepon Yoshitaka Yamaguchi (Neko Samurai). “Halo, selamat pagi Yoshitaka”, sapa Takashi dengan sopan. “Takashi…ada apa pagi-pagi sudah telpon, saya baru saja tidur nih, biasa begadang ada deadline hahahaha”, saut Yoshitaka yang setengah kesal diganggu tidurnya tapi masih bisa tertawa. “Saya tadi habis mimpi watdefak sekali nih!!!”, balas Takashi dengan nada penuh semangat. “Haaaa, cuma mimpi…mimpi apa?”, jawab Yoshitaka yang masih belum tertarik. “Pokoknya di dalam mimpi itu saya jadi yakuza, tapi saya juga vampir dan berkelahi dengan orang berkostum kodok yang jago kungfu”, Takashi menjelaskan semakin semangat. Yoshitaka pun tiba-tiba langsung terbangun dan bilang “Wah, bisa jadi premis film tuh!”.

Sesuai dengan judulnya, ‘Yakuza Apocalypse’ pada awalnya akan terlihat seperti film-film yakuza yang konvensional, dimulai dengan adegan seorang lelaki yang dengan membabi-buta menyerang sekelompok yakuza, walaupun sudah ditusuk dan ditembak, dia tetap bisa berdiri dan akhirnya berhasil membunuh pimpinan yakuza. Mungkin lelaki ini punya ilmu kebal kaya si pitung, tapi belakangan kita diberitahu kalau lelaki bernama Genyo Kamiura ini adalah vampir. Kamiura tak sembarang hisap darah orang, sebagai bos yakuza pun dia orang baik yang suka banyak membantu warga yang perlu pertolongan. Sayangnya kebaikan Kamiura harus dibalas dengan sebuah penghianatan, dia akhirnya mati ditangan assassin, tapi untungnya sempat menurunkan “kesaktiannya” pada Akira, salah-satu anak buahnya yang paling cupu. Akira yang kemudian jadi vampir juga, berniat untuk menuntut balas kematian sang bos. Ke-absurd-an yang terjadi di tiga puluh menit menit awal ‘Yakuza Apocalypse’, termasuk ketika Takashi Miike menjejalkan ide yakuza penghisap darah, hanyalah pemanasan. Setelah itu, film yang naskahnya ditulis oleh Yoshitaka Yamaguchi ini, seperti mengajak kita ke dunia yang sama sekali tak terjamah oleh logika, tontonan berimajinasi super liar. Walaupun saya sebetulnya sudah lebih dulu ambil kuda-kuda, karena tahu ini film Takashi Miike, tapi percuma, ‘Yakuza Apocalypse’ tetap saja bisa mengalahkan ekspetasi saya.

Persiapan apapun terasa sia-sia, Takashi toh pada akhirnya mampu melampaui apa yang saya pikir bakalan terjadi di ‘Yakuza Apocalypse’, lagipula aku mah apa atuh, hanya orang yang pernah mimpi jadi semut. Cara terbaik menonton film ini memang tidak perlu banyak mikir, biarkan Takashi melakukan tugasnya untuk menggiring kita masuk ke dalam dunia absurd-nya, dimana akal tampaknya tidak lagi diperlukan. Apa yang ditawarkan ‘Yakuza Apocalypse’ memang saya akui tak akan cocok untuk semua orang, tapi untuk mereka yang bisa menikmatinya, film ini akan mengajak kita bersenang-senang dengan segala kekonyolannya yang di luar batas kewajaran. Takashi Miike seperti menyuruh kita untuk “ketawain aja film saya” tanpa harus memperdulikan ceritanya yang memang setipis tisu toilet. Sesuai dengan judulnya, Takashi benar-benar menjabarkan “apocalypse” seenak jidatnya dia, plotnya kacau-balau dan karakter-karakter yang dimunculkan amat random, termasuk kehadiran makhluk Kappa yang mulutnya bau busuk dan juga penjahat berkostum kodok. Kekacauan dan ke-random-an ‘Yakuza Apocalypse’ inilah yang justru membuat saya tidak pernah merasa bosan, ditambah beragam ke-absurd-an yang Takashi campurkan sembarangan ke dalam komedinya.

Kekacauan, ke-random-an, ke-absurd-an dan kegilaan ‘Yakuza Apocalypse’ tidak pernah kelihatan terpaksa muncul, tapi seakan-akan memang mengalir spontan apa-adanya, dan Takashi selalu bisa mengejutkan saya di tiap adegannya. Alhasil keasyikan serta kesenangan menonton ‘Yakuza Apocalypse’ tidak pernah terasa berkurang dosisnya, karena kita tak akan tahu apa yang akan Takashi sodorkan di adegan berikutnya. Dari adegan outbreak layaknya di film zombie, sampai kita juga diajak melihat Akira bertarung melawan Yayan Ruhian dan penjahat kodok. Walau koreografi tarungnya bisa dibilang tidak luar biasa, tapi ditangan Takashi adegan-adegan baku hantam tersebut pun jadi “istimewa” dan sekali lagi kita tak akan pernah tahu hasil akhir pertarungannya, bersiaplah untuk terkejut. Tentu saja seserius apapun ‘Yakuza Apocalypse’ menghadirkan adegan berkelahi, entah itu dengan senjata atau tangan kosong, Takashi selalu berhasil membuat sesuatu yang serius jadi jungkir-balik ke posisi semula, yaitu untuk ditertawakan sekeras mungkin. Suara tertawa saya adalah bukti ‘Yakuza Apocalypse’ tidak saja mampu menggelitik saya dengan kegilaannya, tapi juga menghibur saya lewat aksi-aksi ajaib yang sudah diciptakan oleh orang sinting bernama Takashi Miike.