Sub-genre horor mokumenter kayaknya bakal aman ditangan Koji Shiraishi, kalo pun nanti nga ada lagi sutradara yang tertarik sama format found footage macam “Cult” gini, gw mungkin nga perlu gelisah, karena ada Koji—semoga aja dia tidak bosan sama yang namanya found footage. Orang lain bisa aja bilang film dengan tema mokumenter nga menarik, pusing liat kameranya goyang-goyang, gitu-gitu aja, paranormal activity banget, atau nakutinnya basi. Gw nga bisa nyalahin kalo ada orang yang nga suka sama found footage, dan sekali lagi selera orang macam-macam, gw nga bisa paksain seseorang untuk suka duren. Seram pun relatif, film horor kaya “Tali Pocong Perawan 2” menurut gw lumayan nyeremin, tapi begitu ditonton orang lain katanya garing dan nga ada beda sama horor-horor kancutan yang biasa dibikin sama KKD, yang untungnya sekarang sudah rada tobat sedikit. Kenapa pada akhirnya gw begitu tertarik sama found footage? Mungkin karena elemen real-nya lebih terasa ketimbang film horor konvensional, walaupun balik lagi ke persoalan semuanya tergantung pada esekusi. Dan, emang nga banyak di luar sana yang bisa dibilang horor found footage layak, Koji dengan “Noroi”-nya adalah pengecualian, filmnya masuk dalam daftar “brengsek”.

Coba deh tonton film Koji Shiraishi, kalau mau ngerasain efek found footage yang beda sama film-film kebanyakan yang berformat serupa. Seperti di “Noroi”, Koji nga hanya mengandalkan “kamera yang terus menyala untuk merekam kejadian aneh dan setan”, cara bertutur dan penyampaian bukti-bukti pendukung adalah faktor kuat yang membuat film found footage milik Koji lebih berasa benerannya. Mau itu seperti “Occult” yang berfokus pada simbol-simbol dan ritual, atau “Cult” yang nantinya bercerita tentang proses pengusiran setan, apa yang selalu dibuat Koji pertama kali adalah meyakinkan penontonnya, untuk percaya yang ditonton itu nyata. Apapun misteri yang ingin coba dipecahkan, tahap-tahap penelusuran yang dirancang Koji tak pernah gagal membuat gw tertarik sekaligus penasaran. Penampakan atau jump scare bukanlah menu utama di film-film Koji, tanpa dua unsur tersebut pun, gw toh pada akhirnya selalu bisa dibuat tercengang, terkejut dan takut dalam waktu yang bersamaan, hanya dengan cara pengungkapan yang direkayasa sedemikian rupa oleh Koji. Walau tak jarang presentasi Koji bakalan terasa sangat aneh, ganjil, tak logis, di luar akal sehat dan tidak wajar pada saat menyodorkan bukti-bukti, terutama ketika gw dihadapkan dengan momen Koji membongkar apa yang sebenarnya terjadi di filmnya.

“Cult” seperti juga film-film Koji lainnya, diawali dengan kasus yang kesannya sih sudah biasa, kali ini kasusnya adalah seputar rumah berhantu. Nantinya supaya rumah bebas dari dedemit, hantu, genderuwo, setan, atau apapun nama makhluk halus yang mengganggu, akan dilakukan semacam ritual pengusiran setan atau bahasa bulenya exorcism. Nah, penelusuran kasus rumah berhantu tersebut dan pengusiran setannya bakal didokumentasikan jadi semacam acara reality show, dibawakan oleh tiga perempuan cantik Yu Abiru, Mayuko Iwasa, dan Mari Iriki. Ditemani oleh “orang pintar”, mereka mulai menyelidiki rumah sampai akhirnya diputuskan untuk melakukan ritual pengusiran, karena tampaknya dedemit yang bersemayam di rumah tersebut bisa dibilang berbahaya dan jahat. Menarik saat “Cult” mempertontonkan tahap-tahap upacara pengusiran setan, dari persiapan menaruh semacam penangkal di tiap sudut rumah, hingga nantinya ritual utama dilaksanakan lengkap dengan pembacaan mantra-mantra pengusiran. Tentu saja Koji pun sudah menyiapkan kejutan-kejutan yang menarik diantara pelaksanaan ritual yang tengah berlangsung. Sintingnya lagi, semua keanehan dan keganjilan yang terjadi pada saat pengusiran hanya jadi semacam pemanasan saja.

Bakal ada suguhan yang lebih aneh dan absurd lagi di “Cult”, termasuk saat film ini mulai menampilkan penampakan-penampakannya, dan Koji kayaknya enggak pernah mau bikin penampakan yang biasa-biasa aja di filmnya. Kalau boleh jujur, tingkatan seram dalam “Cult” memang tidak pernah terasa maksimal, ketimbang nyebut seram, penampakannya begitu aneh hingga cocoknya berstatus wakdefak ketimbang nyeremin. Adegan-adegan WTF tersebut bakal sangat ditonjolkan dan Koji memang tak ingin setengah-setengah dalam urusan mengesekusi idenya itu. Ide liar Koji akan berkeliaran ke seluruh penjuru rumah dan bercampur dengan tema pengusiran setan, menjadikan “Cult” sebuah tontonan yang tak hanya unik, tapi juga memberikan pengalaman ajaib yang nga bisa ditawarkan film ber-genre serupa, khususnya horor berlabel found footage. Satu-satunya yang cukup bikin gw terganggu adalah karakter bernama “Neo”, kemunculannya justru mengubah tone film secara kesuluruhan. “Cult” jadi terkesan seperti sebuah adaptasi anime dengan karakter yang begitu komikal, sekilas mengingatkan gw dengan karakter di sebuah serial manga bernama “Nube”, yang punya kekuatan mengusir roh-roh jahat. Well, terlepas gangguan “Neo” itu, gw begitu menikmati keajaiban yang ada di sepanjang jalinan cerita “Cult”, Koji tak pernah mengecewakan.