A whole new level!! Justin Lin sekali lagi sukses memacu film ke-6 dari franchice “The Fast and The Furious” ini ke level yang lebih baru. Jika sebuah film dengan status franchise—apalagi yang sudah bersekuel-sekuel, biasanya identik dengan yang namanya menjemukkan, melirik Jack Sparrow dan Pirates of the Caribbean-nya atau seri “SAW” misalnya. “The Fast and The Furious” sebaliknya justru bisa konsisten untuk tetap menyenangkan dan bisa dibilang semakin sinting di setiap serinya, thanks to Justin Lin yang berani menginjak pedal gas dalam-dalam. Sejak “Fast Five” (2011), di tangan Justin, franchice ini tidak hanya semakin dewasa, ya dibawah kap-nya, “The Fast and The Furious” bukan lagi sekedar film aksi balap-balapan dengan mobil-mobil kencang hasil modifikasi. “Fast Five” dirancang jadi semacam heist movie, dengan modifikasi di segala lini untuk menghasilkan torsi gila-gilaan untuk menghibur penonton, menggilas batasan yang selama ini belum pernah dilakukan franchice ini. Jika film ke-5 adalah film garong-garongan, saya berani bilang Justin Lin sudah membuat film superhero-nya di film ke-6. Fast and Furious 6 atau “Furious 6” (sesuai dengan title di filmnya) membuktikan Toretto dan geng-nya memang pantas untuk ditunggu, mungkin sampai film ke-10-11-12 atau seterusnya, saya tetap ingin menonton para jagoan jalanan ini beraksi.

Setelah event di “Fast Five”, dengan secuil petunjuk bahwa Letty Ortiz (Michelle Rodriguez) masih hidup di akhir credit-nya, “Furious 6” mengajak kita ke skema baru dimana Toretto dan gengnya harus (sekali lagi) terlibat dengan aksi-aksi yang mengancam maut, kali ini kejar-kejaran untuk memburu seorang buronan kelas kakap yang mengincar persenjataan canggih bernilai milyaran dolar. Walau mengaku sudah pensiun, Luke Hobbs (Dwayne Johnson) akhirnya bisa mengajak Dominic Toretto (Vin Diesel) untuk bekerja sama dengannya, menangkap Owen Shaw (Luke Evans) yang mantan tentara elit tersebut beserta gengnya. Dengan iming-iming foto Letty yang ternyata masih hidup, Toretto pun mengumpulkan kru lamanya, Brian O’Conner (Paul Walker), Roman Pearce (Tyrese Gibson), Tej Parker (Ludacris), Han (Sung Kang) dan si cantik Gisele (Gal Gadot). Toretto dan geng bersama dengan Samoan Thor (Hobbs) yang dibantu rekannya Riley (Gina Carano) pun bahu-membahu meringkus Shaw, sambil Toretto sekaligus mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan bekas pacarnya, Letty, yang sekarang ada di pihak penjahat, membantu Shaw dengan operasi-operasi kriminilnya.

Apa saja bisa terjadi di sekuel, termasuk menghidupkan lagi karakter yang sudah mati di film sebelumnya. Terserah Chris Morgan mau diapakan cerita “Furious 6” karena saya tidak peduli, saya pasrah saja dengan cerita yang ditulis oleh orang yang sudah bertanggung jawab dengan skrip franchice ini sejak di film ke-3, yup partner-in-crime Justin Lin semenjak dari “The Fast and the Furious: Tokyo Drift” hingga sekarang di film ke-6. Asal kegilaannya stay di tempat yang saya inginkan atau bahkan lebih gila dari sebelumnya, silahkan Morgan mau apakan ceritanya. Termasuk menambahkan drama menyek-menyek untuk duduk di kursi belakang ketika “Furious 6” sedang asyik-asyiknya tancap gas, walaupun tidak sekencang “Fast Five”. Adanya drama antara Toretto-Letty yang diselipkan di seri kali ini, memang diakui jadi “factor x” yang membuat “Furious 6” terpaksa ngerem dan mengurangi kecepatannya, guna membiarkan drama tersebut lewat. Setelah itu barulah “Furious 6” bisa menginjak pedal gas dan melaju sekencang-kencangnya menghantam apapun yang ada di depannya. Saya tidak terganggu dengan drama, tapi memang saya lebih senang jika porsi menyek-menyek itu ditendang keluar dari mobil saja hahahaha. Untungnya “Furious 6” tidak larut dalam drama yang menjelaskan lagi apa artinya keluarga dan orang yang disayang, di franchice yang sudah berumur 12 tahun ini. Well, aksi sakit jiwa-nya tetap diprioritaskan.

Sedari opening yang dibuka dengan aksi balapan antara mobil Dodge Challenger SRT8 yang dikemudikan Dom vs. Brian dengan tunggangan Nissan GTR keluaran tahun 2009-nya—yang menjelaskan kembali letak film ini di timeline The Fast and The Furious—“Furious 6” seakan memberitahu saya untuk tutup mulut dan jangan banyak omong, nikmati perjalanan, karena Justin Lin akan secara ekslusif mengajak saya duduk di bangku penumpang, menyaksikkan kegilaannya ketika kemudi dipegang olehnya. Memang tidak bisa mengalahkan sintingnya ide Justin di “Fast Five”, dengan kejar-kejaran sambil membawa brankas segede gaban itu. Tapi Justin tahu bagaimana menghibur penonton untuk tetap girang, seperti saya yang menggebuk-gebuk dashboard mobil yang saya tumpangi saking girangnya. Adrenalin penonton tak hanya dipacu sampai limit-nya dengan serangkaian aksi saling kejar dan saling tubruk antara geng Toretto dan Shaw, tapi juga ketika film ini menghadirkan aksi baku-hantam yang seru. Salah-satunya menampilkan Joe Taslim yang perannya tidak dianak-tirikan, justru tidak kalah kick ass dibanding dengan Dom dan Samoan Thor yang badannya besar-besar itu. Tingkat aksi yang lebih baru dengan tema yang membuat franchise ini move on dan melaju pesat, ternyata tidak serta-merta bikin Justin Lin sama sekali tidak melirik spion, well “Furious 6” tetap punya nuansa oldskul yang dimiliki seri-seri terdahulu, dan yah tentu saja aksi balap-balapan untuk tujuan senang-senang pun masih ada, ini jadi ciri khas “The Fast and The Furious”, termasuk parade perempuan-perempuan seksi dan mobil-mobil modifikasi dihias aksesoris mentereng. Tidak se-fast seri ke-5, tapi “Furious 6” sangat furious, menghantam penonton dengan aksi gilanya.