Tahun 2010, dunia per-film-an kacrut Indonesia digemparkan oleh kemunculan film busuk berjudul “Cin… Tetangga Gue Kuntilanak!”, seakan belum cukup film lokal kita terhina oleh hadirnya film-film dari Nayato dan KKD. Dilihat dari poster filmnya saja sudah niat untuk melecehkan tingkat intelejensi penonton Indonesia, ya dibilang itu poster juga salah, lebih cocok bungkus kacang atau gorengan, setidaknya KKD lebih bisa membuat poster “bagus”—ini jelas pujian. Filmnya? wah! bikin film-film yang diproduksi PH berlogo piramida itu jadi terlihat “normal”, dan Nayato bisa senyum manis karena masih ada orang goblok yang bikin film lebih jelek dari dia. Well, saya pun move on, walaupun “sakit” membayar tagihan rumah sakit untuk biaya operasi otak saya yang geser. Bagaimana dengan KKD dan Nayato? walau masih shock paska dikalahkan “Cin… Tetangga Gue Kuntilanak!”, mereka masih tetap semangat untuk “mengotori” bioskop. Kemudian muncul penantang baru lagi di 2011, Indra Tirtana dengan “Misteri Hantu Seluler”-nya. Film hantu yang memanfaatkan teknologi untuk meneror, di film ini pake blackberry biar dibilang gaul. Saya pikir film ini hanya ingin ikut-ikutan film horor Jepang sana, “One Missed Call” karya Takashi Miike, atau film horor Korea Selatan “The Phone”, ya karena sama-sama memakai medium telepon genggam, ternyata saya salah. “Misteri Hantu Seluler” lebih orisinil, dalam usahanya untuk membuat penonton pada akhirnya… kanker otak dalam sekejap.

Tongkat estafet pun berpindah, aib untuk perfilman Indonesia pun berlanjut tahun ini dalam wujud “Kutukan Arwah Santet”, yang disutradarai Hanny Mustofa—tolong catat namanya. Posternya? lebih hancur dari “Cin… Tetangga Gue Kuntilanak!”, yang saya yakin dibuat dengan paint dan powerpoint dalam keadaan kerasukan. Untuk bungkus kacang atau gorengan pun tidak pantas, apalagi dinamakan poster film. Ah ini adalah film yang KKD dan Nayato pun bisa muntah-muntah selepas menonton, mungkin malah jadi tobat dan tidak lagi berani membuat film kacrut (Amin!). Hanny Mustofa yang juga terlibat dalam proses penulisan apakah menonton lagi filmnya ya setelah membuat? penasaran aja apa reaksinya? marahin yang bikin posternya nga yah? atau semua orang yang membuat film ini memang tidak peduli… seperti biasa yang penting mudah-mudahan laku dan balik modal—katanya sih bujetnya 3 milyar untuk membuat “Kutukan Arwah Santet”, saya sih percaya sajalah daripada terkena santet. Yak “santet” sepertinya kata yang tepat untuk menggambarkan film ini, saya memang seperti kena santet (amit-amit padahal belum pernah), film baru mulai dan merangkak beberapa menit, kepala saya sudah mulai berontak, puyeng. Tapi saya dengar masih ada orang yang tertawa melihat “Kutukan Arwah Santet”, perempuan di belakang saya, walaupun penasaran saya tidak berani menengok, takutnya justru bukan orang yang ketawa karena filmnya lucu, tapi kuntilanak yang baru pertama kali menonton film horor kacrut, menertawai setan di film yang jelek banget.

Berembel-embel “santet”, sebenarnya film berfokus pada dunia per-gancet-an, ada cowok-cewek “ho-oh” di laboratorium kampus trus burung-nya si cowok tak bisa dilepas, alhasil mati gancet. Setelah diusut, kematian mereka ada hubungan dengan kutukan arwah gancet, pokoknya ada setan cewek yang mau menuntut balas. Nga salah kok kalau ada yang mengira premisnya mirip sama cerita-cerita di koran yang punya logo lampu merah itu (secara langsung kesebut nama korannya), minus setan cewek yang mau balas dendam tentunya. Mungkin Hanny memang terinspirasi oleh judul-judul headline “goblok” yang bisa ditemukan di koran tersebut, saya juga tidak tahu, hanya nebak dan sebetulnya tidak peduli darimana Hanny memperoleh ide untuk menulis cerita film ini, jika pada akhirnya filmnya masih enak ditonton. Justru yang ada sebaliknya, “Kutukan Arwah Santet” tidak hanya menjamin otak penonton akan geser kaya nonton “Cin… Tetangga Gue Kuntilanak!” tapi sekaligus juga kanker otak kaya abis nonton “Misteri Hantu Seluler”. Poster film ini sudah menyimpulkan akan dihabiskan untuk apa durasinya yang 80-an menit itu, posternya banyak darah asal tempel, filmnya pun demikian asal tempel saja adegan berdarah-darah, niatnya sih ingin terlihat sadis, tapi karena dibalut terlalu murahan, efeknya yah nol besar. Tak ada kesan seram maupun mengerikan, menjijikkan sudah pasti.

Adegan “berdarah” yang bodoh itu hanya sebagian kecil dari kebodohan-kebodohan lain di “Kutukan Arwah Santet”, sisanya dihabiskan untuk mengeksploitasi hadirnya Julia Perez dan menampilkan parade penampakan yang lebih idiot dari setan-setan milik KKD. Hanny entah sadar atau tidak sadar, atau kena santet, hanya mengulang apa yang sudah menjadi formula film horor kacrut yang sudah ada, lalu seenaknya menimpa dengan berbagai ide “kreatif” miliknya sendiri—salah-satunya twist yang menurut saya sangat mindblowing itu. Cerita? jika JuPe jalan di lorong sambil pamer “bawaannya” dengan slow-motion, JuPe menari seksi ratusan kali sebelum gituan, JuPe sama cowok gituan tapi nga kaya lagi gituan, JuPe teriak seadanya pas melihat gituan (setan maksudnya) ribuan kali, ditambah lelucon basi si Ruben Onsu dan temannya yang saya tidak ingat namanya, itu dinamakan cerita, yah berarti film ini punya cerita… cerita bukan yah? kasih tahu nga yaaaa. “Kutukan Arwah Santet” tak sesering Nayato menampakkan setannya, tapi percayalah sekali setan-setan di film ini muncul, bisa bikin setan-setan bermuka bubur basi-nya KKD muntah berjamaah. Jauh-jauh dari kata menakutkan, penampakannya justru menggelikan, geli yang tak bikin tertawa tapi keram otak, ditambah teriakan mengganggu JuPe. Sebenarnya sih saya masih bingung, saya sedang menonton film horor di bioskop atau sedang ada di tempat karaoke, karena entah mendapat ide darimana (mungkin Hanny penggemar karaoke) dia dengan “kreatif” menyempilkan potongan adegan yang isinya karakter-karakternya yang sedang galau ala video-klip, diiringi musik sendu yang berjudul “gancet” dan ditambah adanya teks lirik di layar (tinggal dikasih mic doang). Jadi ini film horor atau video karaoke-an, mic please…!