Kecuali Nicolas Cage, sepertinya hanya nama Jason Statham yang dipanggil jika ada sebuah film yang membutuhkan aktor dengan pose membosankan di posternya. Yup pistol dan Jason Statham (The Expendables) sepertinya sudah menjadi satu paket, berapa kali kita melihat sebuah poster film yang memajang namanya, pasti lengkap dengan senjata ditangan. Seperti juga posternya yang biasanya mengandalkan nama besar aktor laga tersebut, biasanya pula isi filmnya tidak jauh dari ekspektasi, harus mengandalkan aksi-aksi Jason yang belakangan tidak berkembang, well lagipula apa yang diharapkan dari film Jason Statham, cerita? itu hanya bonus. “Safe” pun sama saja, tidak akan bermain terlalu jauh dari area “aman” seorang Jason. Tapi tunggu dulu, bukan berarti “Safe” langsung diberi kartu merah dan dikeluarkan dari zona film menghibur, Boaz Yakin (Remember the Titans), sutradaranya, punya sesuatu yang lebih disini. Boaz tahu tujuan mereka yang ingin menonton film Jason, film ini pun menjejalkan penonton dengan banyak aksi-aksi menarik, tapi yang lebih bikin film ini sedikit beda adalah bagaimana Boaz nantinya memvisualkan keseruan aksi tembak-tembakan dan kejar-kejaran, tentunya hasil dari kreasi apik kerjasama Boaz dengan Stefan Czapsky, yang duduk di kursi sinematografer di film ini.

“Safe” membuka filmnya dengan potongan-potongan cerita yang “tidak lurus”, yang satu menceritakan Luke Wright (Jason Statham), seorang petarung mixed martial arts yang kebanyakan pertandingannya sudah “diatur” agar dia menerima pukulan dan akhirnya kalah. Sayangnya, rutinitas diatas ring harus berakhir ketika pada satu pertandingan dia meng-KO lawannya, padahal Luke seharusnya kalah, dia pun harus berurusan dengan petaruh yang kalah banyak uang karena ulah Luke, malang nasib Luke karena petaruh tersebut adalah bos mafia Rusia. Beruntung bagi Luke karena dia tidak berakhir menjadi mayat yang mengambang di laut, Luke dibiarkan hidup, tapi istrinya dibunuh dan siapa saja yang mencoba berteman dengannya akan sama nasibnya, mati. Diawasi oleh mafia dan tidak ingin ada yang terbunuh lagi, akhirnya Luke hidup menyendiri mencari satu kesempatan untuk menebus dosa-dosanya. Di belahan dunia lain, hidup seorang gadis Cina yang cerdas, kelebihannya dalam soal berhitung membuat triad tertarik untuk memanfaatkan kejeniusan gadis bernama Mei tersebut. Mei diculik dan dikirim ke seberang lautan, sampailah dia di Amerika, dimana dia bekerja untuk mafia setempat, pekerjaannya mudah yaitu berhitung dan mengingat deretan angka. Ketika Mei akhirnya punya kesempatan untuk melarikan diri, takdir mempertemukannya dengan sang protektor, Luke.

Untuk sekedar duduk di dalam bioskop dan menghilangkan penat, “Safe” adalah film yang tepat, tak banyak ambil pusing untuk mengajak penontonnya ikutan pusing dengan cerita yang berat, walaupun cerita film ini nantinya akan berkaitan dengan konspirasi yang melibatkan banyak orang, tapi percayalah itu hanya sebuah polesan belaka agar “Safe” terlihat tangguh dan “kotor” namun sebenarnya kosong didalam. Saya akui walaupun terkesan klise dan kacangan, cerita yang ditulis sendiri Boaz Yakin sama sekali tidak membosankan, dia tahu ingin membawa filmnya kemana, walaupun di beberapa bagian, esekusinya terlalu gampang ditebak dan banyak aksi yang terlalu mudah untuk diselesaikan. Semudah itu juga saya bisa menebak tidak akan ada porsi yang membuat karakternya berbobot, kisah hidup Mei dan Luke ada untuk saling mengisi kekosongan durasi dengan dramatisasi hidup mereka, tanpa penekanan pada karakternya masing-masing. Luke hanyalah Jason dengan nama berbeda dengan akting yang sudah sering saya lihat di ribuan filmnya. Sedangkan Mei ditempatkan untuk membuat si botak itu tampak lembut, bukan untuk menjadi wadah simpatik, karena saya tidak peduli simpati, tembak semua orang jahat atau saya tidak akan menonton film-film Jason lagi, well itu hanya gertakan.

Jason memang mampu sekali lagi untuk beradaptasi di film yang diciptakan untuk dirinya, bisa dibilang film “Jason banget”. Semua aksinya kali ini pun menurut saya cukup istimewa karena dibungkus oleh aksi kamera yang terbilang cantik. Seperti yang saya singgung di paragraf awal, digawangi oleh Stefan Czapsky, “Safe” makin punya greget ketika kamera mampu mengajak kita untuk berbaur dengan aksi-aksi tembak-tembakan atau kejar-kejaran yang mengambil lokasi di dalam kota. Stefan banyak menghadirkan pengambilan-pengambilan gambar yang membuat penonton “intim” dengan aksi yang sedang berlangsung, selain bikin betah mata yang sedang menonton, aksi kamera Stefan tersebut sekaligus meningkatkan arus adrenalin jadi semakin cepat. Wajar jika saya beberapa kali memuntahkan kata-kata jorok ketika “Safe” mulai beraksi, dengan camera-work yang handal, kenikmatan menonton jadi bertambah satu poin. Sampai akhirnya “Safe” tidak lagi aman dari kekurangannya jika dilihat sebagai film yang utuh. Tapi pada akhirnya, walaupun ketika keluar dari bioskop saya dengan mudah melupakan cerita, “Safe” sukses menempati ruangan kosong diotak dengan deretan aksinya yang cukup seru.