Mengusung judul “Spy Kids 3-D: Game Over”, film tahun 2003 tersebut ternyata bukan yang terakhir, walau ada embel-ember game over disana. Kenyataannya franchise agen rahasia berukuran bocah ini memang sukses, selalu bisa nembus angka 100 juta dolar dan Robert Rodriguez sepertinya tidak bisa berhenti bersenang-senang. Maka dibuatlah film keempat “Spy Kids: All the Time in the World”, Rodriguez pun memperkenalkan sebuah cara baru untuk menikmati filmnya, dengan teknologi 4D, apa itu? jika penggunaan 3D sudah mengijinkan penonton merasakan sensasi gambar yang keluar dari layar, membuat film semakin serasa dekat. 4D dimaksudkan agar penontonnya bisa merasakan apa yang karakter dalam film rasakan, dalam kasus di film ini kita bisa mencium aroma yang ada di dalam film, memanfaatkan kartu ajaib aroma-scope yang dibagikan. Pemakaiannya mudah, selama pemutaran akan muncul angka-angka dari satu sampai delapan, nah yang kita lakukan adalah menggosok angka tersebut di kartu, dan menciumnya.
Gosok dan cium, maka penonton akan mencium aroma yang sama yang tercium oleh para karakter di film, contohnya aroma sarapan pagi. Tapi serius pemakaian kartu aromascope ini agak menggelikan, jika tidak bisa dibilang mengganggu, oke awalnya saya penasaran, setiap muncul angka, saya langsung menggosok kartu dan mengibas-ngibaskannya dekat hidung, wah wangi permen. Selanjutnya kartu ini sama membosankannya dengan film yang sedang saya saksikkan, saya berharap mendapat aroma keringat Jessica Alba, tapi angka-angka yang nongol ternyata hanya menawarkan wewangian permen saja, atau bau kentut bayi yang lagi-lagi serasa permen basi. Lupakan aroma-scope sekarang beralih ke filmnya, well tidak berekspektasi apa-apa dengan “Spy Kids: All the Time in the World” karena selain bukan penggemar franchise ini, saya juga tidak menyukai ketiga film lain, kecuali sedikit untuk film pertama. Opening film ini sudah memberitahukan saya kalau jangan terlalu serius menanggapi apa yang akan ditawarkan Rodriguez. Formula racikan yang didaur-ulang dari film-film sebelumnya, membosankan, tunggu sampai komedian Ricky Gervais muncul dalam kostum anjing menyebalkan.
Marissa (Jessica Alba) adalah seorang agen rahasia terbaik di OSS, sebelum pensiun, dia menyelesaikan tugas terakhirnya, yaitu menangkap penjahat bernama Tick-Tock (Jeremy Piven), walaupun kondisinya pada saat itu sedang hamil. Kehidupan normal sebagai ibu rumah tangga sepertinya lebih menyusahkan ketimbang mengejar penjahat, apalagi harus mengasuh dua anak tirinya Rebecca dan Cecil Wilson (Rowan Blanchard dan Mason Cook), terlebih Rebecca yang membenci ibu tirinya tersebut dan selalu punya cara untuk membuat kesal Marissa. Sedangkan suaminya, Wilbur Wilson (Joel McHale) sibuk sekali dengan pekerjaannya sebagai reporter di sebuah acara bernama “Spy Hunter”, sampai tidak punya waktu untuk keluarga dan tidak sadar istrinya sendiri adalah seorang spy. OSS kemudian memanggil kembali Marissa karena munculnya “Timekeeper”, dengan rencana klise penjahat yaitu menghancurkan dunia. Satu-satunya yang menghalangi jalan “Timekeeper” untuk mensukseskan rencananya tersebut adalah sebuah benda kecil, yang oleh Marissa dijadikan kalung kemudian diberikan pada Rebecca sebagai tanda “damai”. Keberadaan kalung tersebut pun akan menyeret Rebecca dan Cecil ke dalam bahaya, dan sekaligus memberitahu keduanya siapa ibu tiri mereka sebenarnya.
Jika “Spy Kids: All the Time in the World” dibilang film yang kekanak-kanakan, tidak salah karena film ini ditujukan juga untuk penonton anak-anak, wajar jika durasinya yang 80 menitan itu dihabiskan dengan deretan hal-hal bodoh di mata penonton dewasa. Tapi seharusnya film yang dibuat untuk anak-anak juga harus bisa menghibur para orang tua yang mendampingi mereka bukan, Spy Kids 4 tidak mengerjakan PR tersebut. Rodriguez asyik sendiri meramu filmnya untuk menjadi sedemikian menggelikan, termasuk untuk bagian action-nya yang bisa dibilang terlalu konyol. Tapi beruntung, saya sudah lebih dulu menanggapi pesan Rodriguez di awal film, untuk tidak terlalu serius melihat film ini dan bersenang-senang dengannya. Hasilnya walaupun dijejalkan aksi-aksi bocah yang dungu, saya masih bisa terhibur, misalnya melihat pasukan bertopeng jam yang tidak habis-habis keluar kemudian dihajar oleh anak-anak kecil, atau melihat aksi kejar-kejaran pesawat yang ditumpangi Rebecca dan Cecil, penjahat dilempari muntah, ewww!
Aroma-scope gagal dalam misinya “menghibur” indera penciuman, sialnya bau makanan orang di sebelah saya lebih menyengat ketimbang kartu ajaib bernomor ini. Saya juga tak merasakan sensasi 3-D yang wah dalam film ini, saya bahkan sampai lupa sedang pakai kacamata tiga dimensi. Sederet adegan action-nya yang sudah agak basi itu pun sebatas direspon dengan mata yang terkantuk-kantuk, sesekali mulut ikutan ngomel. Sedangkan untuk sebaris-dua baris komedi yang hilir mudik tak dihiraukan, Spy Kids 4 bisa dibilang tidak selucu itu, yah saya masih bisa tersenyum, untunglah disana ada seekor anjing yang bisa ngomong, anehnya suaranya mirip Ricky Gervais. Kehadiran Jessica Alba sepertinya tidak mampu menyelamatkan film ini, aktingnya benar-benar buruk, ditambah dengan jajaran pemain lainnya yang juga melakukan hal yang sama. “Spy Kids: All the Time in the World” sepertinya hadir tahun ini untuk numpang nongkrong di daftar film terburuk banyak orang, perbedaannya tipis antara ingin menghibur dan membuat penonton untuk tertidur, semoga tidak ada film ke-lima… sepertinya tidak mungkin.
Maudy
Gue rasa sih, kalaupun gue masih anak anak… gue ga bakal suka film ini.
arif
yg paling mendorong pengen ntn pilm ini ya jessica alba *eh * 😳