Review Incident

Apa kesamaan zombie sama orang-orang gila di “The Incident”, mereka akan menyerang manusia normal, zombie pasti dong nga bakal nyerang sesama zombie, mening nyerang orang yang hidup untuk dimakan, nah orang gila di film ini juga gitu, lebih memilih buat nyerang orang yang nga gokil, ketimbang teman sesama penghuni rumah sakit jiwa. Duh dibilang rumah sakit jiwa biasa juga salah, ini lebih kaya penjara buat para kriminil yang otaknya sudah nga berfungsi dengan sebagaimana mestinya, isinya psikopat yang pikiran dan moralnya sudah diperkosa oleh kejahatannya sendiri. Kalo ditanya ngeri mana orang gila sama zombie, well setelah nonton debut film panjang Alexandre Courtes ini, gw sih jujur bakal bilang lebih ngeri dikelilingi sama orang gila. Tapi yang lebih ngeri lagi kalau gw berada dalam situasi yang sama ama George (Rupert Evans), Max (Kenny Doughty ) dan Ricky (Joseph Kennedy), terkurung bersama manusia-manusia sakit dan mesti keluar gimana pun caranya biar survive, tapi sayangnya emang nga gampang buat George dan kawan-kawan buat kabur, karena Courtes dengan iseng matiin listrik yang bikin semua pintu terkunci dan nga bisa dibuka. Lagian ngapain sih George ada disana?

George, Max dan Ricky tuh aslinya anak band gitu deh, yang sedang ngumpilin duit buat rampungin album pertama mereka. Awalnya sih gw mikir nga aneh pas liat mereka kerja sebagai koki, eh ternyata bukan di restoran tapi di rumah sakit jiwa, nga tahu juga kenapa mereka bisa nyasar buat kerja di tempat begituan. Kerjaannya sih gampang ya, nga tahu deh duit yang dihasilin berapa, cuma masak dan setiap jam makan mereka mesti bagiin tuh satu-satu ke orang gokil ditemenin sama salah-satu suster yang ngebagiin obat. Selain gampang, kerjaan mereka juga dijamin aman, dijaga sama sekuriti yang badannya gede, nama JB, terus antara orang gila sama kokinya juga dipisah sama kaca yang kayanya sih anti peluru. Walaupun udah keliatan aman, itu nga bikin George tenang kerja, apalagi pas ada satu orang gila, yang disini gw namain mister f**kface (Mr. FF), dia sering ngeliatin George dengan tatapan “naksir”, gw nga tahu apa yang ada dipikirannya si Mr. FF.

Rasa parno George akhirnya berubah jadi mimpi buruk pas tiba-tiba listrik di rumah sakit tuh padam, katanya sih karena terjangan badai. “The Incident” memulai terornya, sajian menegangkan yang bikin adrenalin gw jejingkrakan, seperti melihat sebuah film zombie tapi sekarang bukan diisi oleh mayat hidup, melainkan orang-orang hidup yang otaknya sudah “mati”. Walaupun diawali dengan cukup berbasa-basi yang tujuannya tidak lain untuk memperkenalkan kita pada masing-masing karakter di film ini, ya termasuk juga George. “The Incident” mampu berbalik dengan cepat, setelah dirasa sudah cukup bagi Courtes untuk berkeliaran ngenalin karakter-karakternya, sekaligus ngajak kita sedikit tur untuk mengenal medan yang akan jadi ajang permainannya, Courtes langsung tersenyum dan berkata: “sudah siap?!”, sambil menyuruh salah-satu orang gila menghampiri gw dan tiba-tiba menjambak rambut lalu kemudian menyeret gw. “The Incident” memang tidak akan lagi memperlakukan penontonnya dengan baik-baik, kita akan dianggap “pasien”, yang butuh injeksi adrenalin setiap saat dari adegan-adegan yang Courtes buat dengan tingkat kesadisan yang menggairahkan.

Review Incident

Dengan durasi yang mencapai 100 menit, Courtes punya banyak waktu untuk “menyiksa” penonton, tapi cukup disayangkan ketika cerita yang ditulis oleh S. Craig Zahler ini bisa dibilang sangat lemah. Itu pun juga tidak didukung dengan performa pemain, yang bisa dikatakan berakting biasa saja. Namun untuk urusan teknis, Courtes punya kelebihan disini, apalagi ketika berbicara soal bagaimana Courtes sanggup memanfaatkan setiap ruang di “penjara” untuk menciptakan atmosfir kengerian yang pas. Lorong-lorong sempit, panjang, dan gelap, menjadi setting yang tepat bagi Courtes untuk mempermainkan psikologis penonton, mengajak kita untuk menebak-nebak siapa yang akan muncul dari balik bayangan, dan sesekali cerdas mengejutkan penontonnya. Courtes sepertinya memang cukup pintar untuk membuat kita jadi gila pada akhirnya, dan benar-benar jadi pasien di rumah sakit yang kelihatan besar dari luar tapi ketika didalam serasa kecil dan sempit. Kita akan dibawa berputar di ruangan yang sama, karena Courtes tidak memakai banyak ruangan untuk setting “The Incident”.

Jujur, gw yang sudah beberapa kali nonton film berbau amis…oh maksud gw sadis, tetep aja merinding pas Courtes dengan bangsatnya menyuguhkan adegan-adegan pamungkas, dimana kesadisan tidak hanya ditampilkan berdarah-darah tapi juga dikemas begitu real. Padahal kalau boleh dibandingkan dengan film-film bertema serupa, yang menampilkan dengan vulgar adegan kekerasannya, “The Incident” bisa dikatakan lebih “sopan”. Resep rahasia Courtes adalah tidak malu-malu, dibuat nyata, dan tidak berlebihan, adegan sadis itupun ditempatkan dibagian yang tidak bisa ditebak, mengejutkan sekaligus menakutkan. Silahkan boleh percaya atau tidak, tapi saksinya teman sesama movie-blogger dari Bali, yang khusus datang ke Jakarta hanya untuk nonton INAFFF, gw sampe gebrak-gebrak bangku bioskop ketika Courtes ngasih satu adegan paling sinting di film ini. Gw nga bisa bilang adegannya kaya apa, emang harus ditonton sendiri buat rasain ketika adrenalin lo tiba-tiba mengalir deras, dan tanpa sadar udah jadi kaya orang gila, saking senangnya gw liat adegan itu. “The Incident” sudah sukses bikin gw kaya pasien baru di rumah sakit jiwa tempat dimana George kerja, menghibur dengan caranya sendiri. Walaupun melihat kekurangan dari sisi cerita, film ini tidak menyia-nyiakan waktunya ketika diberi sebuah kesempatan untuk “menyiksa” penonton. Sinting!

Rating 3.5 Tengkorak