Review Abduction

Sekelompok alien datang ke Bumi, bukan untuk menginvasi atau memperbudak manusia, melainkan menculik salah-satu pemain di film Twilight, Taylor Lautner. Ok “Abduction” ternyata bukan film seperti itu, tebakan saya meleset kali ini, karena dibalik tetek-bengek kisah remajanya yang cetek, film ini menyelipkan sebuah thriller espionase. Tunggu dulu jangan bayangkan Lautner akan menjadi seperti Bourne dan “Abduction” akan dipenuhi aksi-aksi yang mendebarkan, nyatanya 60 persen dari keseluruhan film kita justru akan disajikan berbagai kebodohan. Sekitar 40 persen sisanya kita memang akan melihat aksi-aksi baku hantam ala film-film sejenis, yah aksi yang kekanak-kanakan dan membuang-buang waktu saja. Well, pernyataan saya terlalu sadis, tunggu sampai kalian menontonnya sendiri, dan apa yang saya katakan tentang film ini bukan semata-mata saya benci Taylor Lautner, ya tidak juga jadi menyukainya (akting loh yah).

Saya mengaku bukan tim penyuka Twilight, tapi tidak akan menyalahkan para cast yang sudah bersusah payah berakting “terbatas” di saga tersebut. Robert Pattinson, diluar film yang membuatnya menjadi vampir “bling-bling”, bukanlah seorang aktor yang buruk dan begitu juga pasangan mainnya, Kristen Stewart. “Adventureland”, “Into the Wild”, dan “The Cake Eaters”, adalah beberapa film yang bisa membuktikan jika Kristen pun bisa berakting lebih bagus ketimbang menjadi Bella Swan. Mungkin hanya si Taylor Lautner saja yang kemampuan aktingnya belum teruji benar, selain keahliannya untuk buka baju. Nah di “Abduction” pun sebenarnya tidak ada yang salah dengan aktingnya, Taylor bisa dibilang berada di film yang salah, itu saja. Jadi jika film ini buruk, yah memang buruk dari ceritanya, skenarionya yang acak-acakan, bukan karena ada Taylor disitu.

Taylor Lautner akan memerankan Nathan Harper, seorang remaja yang punya kehidupan biasa-biasa saja, sebenarnya tidak normal juga sih, karena dia punya keluarga yang agak unik, ayahnya sering mengajaknya berlatih tarung sampai terlihat akan saling membunuh satu sama lain. Taylor sendiri sering dihantui oleh mimpi buruk melihat wanita yang dia tidak kenal dibunuh, mimpinya dan emosinya yang kadang tidak terkendali membuatnya menjadi pasien tetap seorang psikiater, Dr. Geraldine Bennett (Sigourney Weaver). Suatu ketika, sebuah tugas sekolah justru mempertemukan Nathan dengan masa lalunya, selama ini ternyata dia tidak tinggal dengan orangtua asli, Kevin (Jason Isaacs) dan Mara (Maria Bello) bukan orangtua kandungnya. Mara sempat mengakuinya, tapi sebelum semua jelas dan Nathan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, rumah mereka disatroni dua anak buah Viktor Kozlow (Michael Nyqvist). Kedua orangtua angkat Nathan pun dibunuh dan sekarang ia tidak hanya jadi incaran Viktor, seorang agen freelance Serbia, tetapi dikejar-kejar juga oleh CIA. Bersama Karen Murphy (Lily Collins), teman satu sekolah sekaligus tetangganya, Nathan harus berjuang sendiri mencari jawaban dan menghindar dari orang-orang yang mengejarnya…oke Taylor kamu bisa tanpa harus berubah jadi werewolf.

Review Abduction

“Abduction” pintar memancing penonton dengan segala macam basa-basi kisah remaja, sebelum nantinya film ini masuk ke menu utama, ketika Nathan mengetahui dia memiliki orangtua kandung diluar sana dan dia dikejar-kejar penjahat dan CIA, dengan penyebab yang belum jelas. Film yang disutradarai oleh John Singleton (Four Brothers, Boyz n the Hood) ini sepertinya ingin terlihat punya intrik yang rumit, dibangunnya memang rumit namun sebetulnya pondasinya rapuh dan mudah hancur dengan sekali sentilan. Setelah rahasia demi rahasia terbongkar, film ini tidak lebih dari sebuah pistol tak berpeluru, yah hanya mampu menggertak dengan bad guy bertampang sangar dari Serbia, ada juga CIA yang terlihat canggih, giliran disuruh beraksi tidak ada apa-apanya. Cerita yang dipaksa untuk bergerak tergesa-gesa pun meninggalkan banyak kecacatan, plothole berserakan dimana-mana dan makin bertumpuk selama 100-an menit durasi film ini.

Aksi pukul-pukulan, tembak-tembakan, kejar-kejaran, dan kucing-kucingan yang sudah seharusnya menjadi keunggulan film-film semacam ini, justru tidak dimanfaatkan dengan baik oleh “Abduction”, entah kenapa film ini malah memfokuskan pada tumbuhnya benih cinta diantara Karen dan Nathan, sempat-sempatnya juga berciuman lama sampai durasi pun tersedot habis. Sedangkan setiap action-nya dibiarkan kekanak-kanakan, Nathan di film ini selalu bisa mengatasi semuanya tanpa dipaksa untuk bersusah payah sedikitpun. Pelariannya pun nyatanya memang dibuat “mudah”, ingin makan tinggal belanja, ingin pergi jauh? tenang ada motor dan mobil keren yang sudah disediakan. Tidak ada tuh aksi yang menantang maut, makanya kita hanya akan melihat wajah Taylor yang tetap seperti tidak terjadi apa-apa, kinclong walau sudah berjibaku dengan penjahat dan lari-larian di hutan. “Abduction” memang punya caranya sendiri untuk menghibur saya, yah melihat bagaimana film ini begitu “lucu” meramu cerita dan mengakhirinya dengan begitu cetek. Hadirnya aktor/aktris senior seperti Sigourney Weaver dan Alfred Molina pun tidak bisa menyelamatkan film yang lebih buruk dari kata buruk itu sendiri.

Rating 1 Bintang