Review Fast Five

Berbicara soal franchise “The Fast and the Furious”, balapan dan mobil-mobil modifikasi tidak pernah ketinggalan untuk dipamerkan dalam setiap serinya. Film pertama yang rilis pada 2001, dilanjutkan dua sekuelnya “2 Fast 2 Furious” (2003), dan “The Fast and the Furious: Tokyo Drift” (2006) adalah seri yang paling mewakili jiwa sebuah film dengan tema street racing. Dengan porsi cerita “popcorn”-nya yang ditempatkan di kursi belakang, ketiga film tersebut melesat maju dengan menonjolkan balapan-balapan cepat, seru, dan menegangkan, tentunya tidak ketinggalan atribut wanita-wanita seksi sebagai aksesoris. Tapi sejak Justin Lin, yang juga duduk di kursi sutradara di film ketiga, memegang kemudi dan menyutradarai film berikutnya, “Fast & Furious”, hawa balapan-balapan liar dengan mobil-mobil bersinar mulai pelan-pelan disingkirkan, bumbu-bumbu balapan jalan masih ada tapi bukan lagi jadi fokus franchise ini. Sekarang Justin Lin bisa dibilang merakit franchise tersebut ke level berikutnya, lebih tepat dikatakan film heist ketimbang hanya aksi balapan di jalanan dan taruhan.

Di film kelima, “Fast Five” (Fast & Furious 5) modifikasi yang dilakukan Justin untuk franchise ini makin terlihat. Aroma film bertema heist makin terasa, walau jangan buru-buru membandingkan film ini dengan “Heat” misalnya, atau film-film heist lainnya yang tertulis di daftar film favorit, karena tetap saja ini franchise yang akan membuat kita tidak peduli dengan ceritanya, dibuat seringan mungkin, mudah ditebak, tapi dipenuhi tingkat action tinggi. Walaupun porsi street racing sepertinya ingin dihilangkan, tapi “Fast Five” tidak mungkin menghilangkan sepenuhnya ciri khas yang sudah mendarah-daging di franchise ini, balapan jalanan masih tetap ada tapi hanya sebagai pelengkap, dan Justin pun membuatnya agak spesial. Kendati adrenalin kita tidak akan lagi terpacu oleh mobil-mobil mengkilat bersenjatakan Nitrous Oxide Systems (NOS), saling menyusul dengan kecepatan tinggi melewati lampu merah demi lampu merah. Justin dengan “Fast Five”-nya punya sesuatu yang lebih “kencang” dari itu, dijamin adrenalin kita akan loncat.

Review Fast Five

Setelah membebaskan Dominic “Dom” Toretto (Vin Diesel) dari sebuah bus yang sedang membawanya ke penjara, Mia Toretto (Jordana Brewster) dan Brian O’Conner (Paul Walker) yang notabene buronan paling dicari, segera melarikan diri ke Rio de Jeneiro, mereka pun segera bertemu kembali dengan Dom di sebuah misi perampokan. Mencuri tiga mobil dari kereta yang melaju kencang saja sudah sulit, ditambah lagi ketika mereka mengetahui mobil-mobil tersebut adalah barang sitaan DEA. Masalah pun muncul ketika Dom, Mia, dan Brian bersitegang dengan penjahat lokal yang awalnya satu tim dengan mereka. Mobil berhasil dicuri namun tidak semulus rencana awal, bahkan meninggalkan mayat agen DEA dalam kereta. Sekarang Dom tidak saja menjadi incaran pihak berwajib, tapi juga bos mafia yang menguasai Rio, Hernan Reyes (Joaquim de Almeida). Reyes menginginkan sebuah chip yang berada di dalam mobil yang dicuri Dom, chip tersebut ternyata menyimpan data-data “kenakalan” Reyes dan lokasi pundi-pundi dolarnya. Nah Dom pun memutuskan untuk merampok $100 juta dari Reyes untuk memulai kehidupan baru. Bersama dengan Mia dan Brian, mereka pun mengumpulkan “keluarga” lama, yang terdiri dari Han Seoul-Oh (Sung Kang), Roman Pearce (Tyrese Gibson), Tej Parker (Ludacris), Gisele Harabo (Gal Gadot), Tego Leo (Tego Calderón) dan Rico Santos (Don Omar). Di lain pihak “predator” lain juga mengincar kepala Dom dan tim-nya, dia adalah agen khusus Luke Hobbs (Dwayne Johnson), yang dipanggil bersama tim elitnya untuk menangkap para buronan ini.

Untuk ketiga kalinya Chris Morgan, yang juga menuliskan naskah cerita untuk dua film sebelumnya “The Fast and the Furious: Tokyo Drift” dan “Fast & Furious” bertandem dengan Justin Lin. Kembali berduet, Chris dan Justin, tampaknya tahu betul bagaimana membawa franchise yang berusia 10 tahun ini ke level selanjutnya, lebih menegangkan, lebih cepat, lebih seru, dan lebih “dewasa”. Justin kali ini memperlakukan mobil bukan lagi sebagai ajang pamer dan balapan, tapi sebagai sebuah alat untuk melancarkan aksi demi aksi seru dari Dom dan kawan-kawan, selain juga untuk dihancurkan secara brutal. Jika “Transformers: Dark of the Moon” mengobral efek khusus dan CGI untuk membuat kita terhibur dan memanjakan mata. “Fast Five” lebih suka cara lama, kumpulkan mobil sebanyak-banyak-nya dan hancurkan secara berkelas namun brutal. Salah-satu adegannya pun sepertinya akan langsung bercokol di posisi puncak daftar aksi kejar-kejaran terkeren dalam film, dengan adegan kejar-kejaran di jalan raya dalam “Bad Boys 2” dan “Matrix Reloaded” sekarang seperti film kartun Disney saja.

“Fast Five” adalah paket hiburan film musim panas yang kita tunggu, memacu adrenalin sampai ke titik maksimum kecepatannya, mungkin lebih, sampai kita meledak. Bagian demi bagian untuk menghibur penonton benar-benar dikemas Justin dengan begitu epik, walau itu hanya kejaran-kejaran yang melibatkan lusinan mobil, tapi seru sekali. Apalagi dibarengi ceritanya yang tidak membosankan, Justin juga mampu mengatur tempo film ini untuk melaju dengan kecepatan yang pas, memadatkan cerita, dan tidak berpikir untuk berlama-lama dengan banyak drama. Hasilnya 130 menit “Fast Five” difokuskan untuk mempertontonkan segala macam baku hantam, tembak-tembakan, dan tubrukan keras, tanpa sedikitpun kita diganggu oleh basa-basi drama. Dengan chemistry yang cukup kuat antara karakternya, khususnya Dom, Mia, dan Brian, ditambah dengan karakter lain yang juga diporsikan dengan pas, film yang punya bujet $125 juta ini juga membuat kita untuk bersimpati dengan masing-masing karakter, apalagi mereka kadang ditempatkan menjadi karakter yang lucu. “Fast Five” bisa dikatakan seri terbaik dari franchise “The Fast and the Furious”, yang bertransformasi dari film balapan liar menjadi film perampokan liar dengan adegan kejar-kejaran yang brutal. Sepertinya Justin sudah sukses membuat saya menunggu kelanjutan seri ini… start your engines!

Rating 3.5 Bintang