Review Serdadu Kumbang

Alenia Pictures kembali merilis sebuah film baru di bulan Juni ini, seperti film-film yang sudah diproduksi sebelumnya, rumah produksi yang didirikan pasangan suami istri Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen ini masih tetap konsisten untuk menyajikan tema anak-anak. Untuk kali ini, Alenia mempersembahkan “Serdadu Kumbang”, dijadwalkan tayang tepat di saat masa liburan sekolah, mengikuti apa yang sudah dilakukan film-film Alenia yang lebih dulu hadir, macam “King” (2009) dan “Tanah Air Beta” yang tayang tahun lalu. Menyusul film anak-anak lain yang juga tayang tahun ini, seperti “Rindu Purnama” dan “Rumah Tanpa Jendela”, kita akhirnya bisa tersenyum kembali, karena masih ada film Indonesia yang mau mengajak anak-anak bermain, sebuah tontonan keluarga yang boleh dibilang menyenangkan, diantara tumpukan film ber-genre horor idiot dan tentu saja di tengah polemik krisis film yang endingnya masih samar-samar itu.

“Serdadu Kumbang” akan mengajak penonton mengunjungi Desa Mantar, sebuah desa di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Memperkenalkan kita dengan seorang anak yang punya kekurangan sejak lahir namun tidak patah semangat dalam menggapai cita-citanya, anak tersebut bernama Amek (Yudi Miftahudin), yang tinggal bersama Ibunya, Siti (Titi Sjuman), dan kakaknya, Minun (Monica Sayangbati). Sedangkan ayah Amek, Jaynady (Asrul Dahlan) sudah tiga tahun bekerja di Malaysia namun tidak pernah mengirim uang pada keluarga. Untuk menyambung kehidupan keluarga, Ibu Amek berjualan bermacam-macam jajanan di rumahnya. Berbeda dengan kakaknya yang selalu juara kelas dan kerap menang lomba matematika sekabupaten, Amek termasuk anak yang bandel, jahil, dan sulit sekali jika disuruh belajar, padahal tahun lalu dia sudah tidak lulus ujian.

Review Serdadu Kumbang

Banyaknya anak yang tidak lulus ujian nasional tahun lalu inilah, yang membuat sekolah SD dan SMP 08 tempat Amek dan kakaknya belajar, memutuskan untuk memperketat sistem belajar-mengajar di sekolah. Namun upaya peningkatan mutu pendidikan tersebut justru dibarengi oleh cara-cara keras Pak Alim (Lukman Sardi) dalam mengajarkan kata disiplin kepada anak-anak. Setiap ada anak yang bersalah, sekecil apapun, dia pasti sudah siap dengan penggaris kayunya yang besar itu, menyuruh anak-anak push-up atau berlari keliling lapangan. Amek selalu jadi langganan hukuman Pak Alim, bersama dua sahabat baiknya, Acan (Fachri Azhari) dan Umbe (Aji Santosa). Pikiran “untuk apa ke sekolah jika hanya untuk dihukum” membuat Amek dan teman-temannya kadang menjadi tidak semangat datang ke sekolah, untungnya ada Bu Guru Imbok (Ririn Ekawati) yang selalu memberi semangat kepada anak muridnya untuk terus belajar. Ibu Guru Imbok jugalah orang satu-satunya di sekolah yang menentang keras cara mengajar Pak Alim. Sebetulnya terlepas dari nakalnya Amek, dia itu anak yang pintar. Walaupun Amek geleng-geleng kepala ketika ditanya apa cita-citanya dan tidak ikut menggantung harapan di pohon cita-cita, bukan berarti Amek tidak punya cita-cita. Penasaran dengan cita-cita anak yang jago berkuda ini? Apakah Amek akan lulus ujian tahun ini?

Menarik melihat sekali lagi Alenia Pictures mengeskplor daerah-daerah baru untuk jadi lokasi filmnya, setelah di “Tanah Air Beta” kita diajak berkunjung ke tanah Kupang, di “Serdadu Kumbang” kita diberi kesempatan menengok Sumbawa. Makin menarik ketika film ini juga, seperti pendahulunya, berhasil menunjukkan seorang bintang baru, anak tidak dikenal, tapi jangan ditanya dalam urusan akting. Ari Sihasale tampaknya sukses mengasah bakat-bakat terpendam anak-anak ini untuk tampil sealami dan seanak-anak mungkin di depan kamera. Ya, saya sedang berbicara soal Yudi Miftahudin, yang disini akan berlakon sebagai Amek. Jika melihat aktingnya disini, pasti banyak yang mengira Yudi ini anak asli Sumbawa, tapi ternyata dia anak asli Balaraja, Banten. Entah ramuan apa yang dipakai Ari, tapi Yudi berhasil menjadi Amek yang tidak hanya jago menguras perhatian saya sebagai penonton tetapi juga wow! dia jago berkuda pula.

Yudi yang aslinya memang berbibir sumbing, memperlihatkan performa akting yang kuat tapi tetap tidak dilebih-lebihkan, kita bisa merasakan setiap semangat, kesedihan, serta keceriaan Amek lewat aktingnya yang begitu alami. Semua adegan dilaluinya seperti dia sudah pernah melakukan ini sebelumnya, padahal nyatanya “Serdadu Kumbang” adalah film pertamanya (semoga saya bisa melihat Yudi di film-film lain). Debutnya betul-betul mampu memukau saya, mengeruk simpati saya sejak awal berkenalan dengannya, dan membuat saya betah mengikuti kisahnya sampai selesai. Sedangkan untuk cerita, selain menyentil bagaimana sistem pendidikan di negeri ini berjalan, film ini sebetulnya juga ingin menjejalkan banyak kisah dalam durasi 106 menitnya, tapi sayangnya di tengah jalan film yang ditulis oleh Jeremias Nyangoen ini agak keteteran dan menjadi agak tidak fokus. Cukup banyak sempilan yang terasa tidak perlu, alhasil hanya adegan numpang lewat yang fungsinya dalam cerita patut dipertanyakan lagi.

Kekurangan tersebut syukurnya bisa diperbaiki “Serdadu Kumbang” ketika film ini mulai menanjaki paruh terakhir, tidak lagi terlena untuk menceritakan hal lain tapi sudah tahu kemana mengarahkan penonton, jadi lebih fokus ketimbang di awal-awal film. Satu yang tidak hilang ketika film ini kehilangan fokus ceritanya di paruh awal, yakni jiwa sebuah film anak-anak yang terus dipacu layaknya kuda milik Amek untuk terus hadir menemani penonton. Agak tidak menyangka juga ketika saya kira “Serdadu Kumbang” hanya ingin memperlihatkan kisah yang manis-manis saja, tapi juga sempat-sempatnya menyelipkan sebuah pesan nyata, kadang hidup juga bisa pahit, yah mengikuti jejak film-film Alenia sebelumnya. Film ini mengajarkan banyak hal, khususnya semangat untuk menggapai apa yang kita inginkan, walaupun terkesan agak menggurui di beberapa momennya, tapi tidaklah mengganggu kita untuk menikmati film ini. Apalagi Amek betul-betul apik dan punya banyak cara untuk membuat film ini lebih berarti, film ini pun didukung pula oleh deretan pemain yang tidak kalah bermain cantik, termasuk Ririn Ekawati yang kembali memerankan Ibu Guru seperti di “Rindu Purnama” dan juga Monica Sayangbati (Obama Anak Menteng) yang bermain cemerlang juga sebagai kakak Amek. Ceria, bersemangat, menyenangkan, menyentuh, dan tidak lupa memberi pesan kepada penonton anak-anak, “Serdadu Kumbang” menjadi sebuah tontonan yang tidaklah membosankan, sebuah film anak-anak yang memang diperuntukan untuk anak-anak dan keluarga pada umumnya. Yuk naik kuda bersama Amek di Serdaduuuuuu………….Kumbang!

Rating 3.5 Bintang