Review Blitz

Sersan Tom Brant (Jason Statham) dilengkapi dengan pemukul dari kayu, mendekati tiga remaja tanggung yang sedang mencoba mencuri mobil. Ketiganya mencoba menggertak, tapi mereka menggertak orang yang salah, setelah menerima pukulan bertubi-tubi, tiga remaja tersebut berakhir tergeletak di jalanan. Keesokan paginya, wajah Brant pun sekali lagi menghiasi surat kabar karena kelakukan semalam. Brant memang dikenal suka main hakim sendiri, brutal, dan ingin menangkap penjahat dengan cara yang dia sukai. Bukan kali ini saja dia kena semprot atasannya karena aksi sembrononya yang untuk kesekian kalinya mencoreng nama kepolisian wilayahnya, sebelumnya dia juga dengan membabi-buta menghajar seorang berandalan di sebuah bar. Namun walau Brant sering jadi “seleb” dengan reputasi buruk, departemennya selalu mengandalkannya untuk menangani kasus dan menangkap penjahat-penjahat yang berkeliaran.

Brant sepertinya telah mendapatkan penjahat tandingan, ketika seorang serial killer yang menjuluki dirinya dengan “Blitz” muncul, bukan sembarang orang yang dia incar, tapi targetnya adalah orang-orang berseragam biru alias polisi. Entah apa motif yang melatari pembunuhan ini, tapi Brant harus cepat menangkapnya sebelum rekan-rekan polisi yang lain jadi korban, termasuk orang-orang terdekatnya. Dibantu oleh seorang inspektur baru, Porter Nash (Paddy Considine), keduanya pun terlibat kucing-kucingan dengan Blitz, yang ternyata begitu lihai dalam melakukan aksinya, sangat kejam, dan tahu bagaimana cara menghilangkan jejaknya dari tempat kejadian perkara. Brant tidak menyerah begitu saja, bukti demi bukti dia telusuri dan sampai akhirnya menggiringnya pada satu orang, apakah orang ini tersangka utama, dengan kata lain diakah Blitz?

Review Blitz

Melihat siapa yang nampang di poster “Blitz”, pastinya saya tidak perlu banyak bertanya atau berekspektasi apa-apa, disana ada nama Jason Statham dan sudah pasti film ini pun akan dihiasi oleh aksi-aksi tipikal Statham di film-film dia sebelumnya. Ada benarnya, itu bisa dilihat ketika film baru saja dimulai, belum apa-apa kita sudah diperkenalkan dengan si sersan ringan tangan, yang tidak segan-segan memukuli penjahat sampai babak belur dan masuk rumah sakit. Karakter Tom Brant disini pun memang sudah dibentuk untuk Jason Statham, dan sebetulnya performa dia dalam melakonkan perannya juga tidak jauh berbeda dengan apa yang ditawarkan dalam akting-akting dia terdahulu. Walau “Blitz” memang film Statham banget, tapi disini justru tidak saja persoalan baku hantam yang ingin dikupas habis, melainkan lebih condong ingin bercerita juga, dimana porsi crime-drama-nya begitu terasa. Statham kali ini tidak hanya dipacu untuk jago pukul, tendang, dan tembak, tapi juga harus jago membawa penontonnya mengikutinya dari menit ke menit, melahap 97 menit durasi dalam “Blitz”.

Jika dibandingkan dengan film Statham sebelumnya, “The Mechanic”, film arahan Elliott Lester ini bisa dibilang lebih lambat dalam bercerita, di beberapa bagiannya terkadang menyentuh titik bosan. Tapi secara keseluruhan tetap asyik untuk ditonton sampai selesai, pokoknya jangan berharap dulu banyak aksi-aksi perkelahian disini, karena Statham di film ini justru jarang terlihat berkelahi, lebih ingin mengandalkan cerita, dimana tokoh yang dimainkan Statham dipaksa keras untuk berpikir dalam menangkap si penjahat. Ah dibilang serius, tidak juga, karena “Blitz” ini menyenangkan dengan sesekali lewat Brant menyelipkan beberapa lelucon yang selalu saya respon dengan tawa. Namun karena ini bukan film komedi, Elliott Lester tidak perlu memberikan banyak lelucon, cukup untuk membuat saya terbangun dari kebosanan dan melanjutkan misi saya dari awal, mengikuti Brant menemukan pelaku pembunuh polisi.

“Blitz” menghibur, walau punya cerita bertemakan detektif, tapi tidak terlalu membuat pusing, walau biasanya saya ingin dibuat pusing dengan banyak teka-teki. Tapi untuk kali ini, saya mencoba menikmati sajian ringan yang ditawarkan Lester. Ketika mengungkap siapa dibalik bayangan, aksi Brant menelusuri setiap bukti memang mujarab membuat saya semakin penasaran, walau sebetulnya kita sudah diberitahu siapa pelaku sebenarnya, jadi yang terjadi adalah saya begitu greget ingin cepat melihat Brant menangkap sang pembunuh. Untuk urusan peran penjahat, saya kira tidak terlalu mencuri perhatian, serial killer yang sepertinya harus banyak belajar dan tidak perlu narsis. Justru musik pengiring film ini yang sukses mencuri perhatian saya, aksi musik techno yang begitu pas ketika menemani Brant memamerkan keahliannya mengejar penjahat, misalnya. Overall, “Blitz”  memang bukan film yang spesial, film hiburan ala Statham, yang masih bisa dinikmati namun setelah keluar dari bioskop saya akan melupakan sebagian ceritanya.

Rating 3 Bintang