Tidak ada kata yang bisa mengungkapkan perasaan saya pada selasa malam, 8 Februari, ketika band metal alternatif (nu metal) asal Amerika ‘Deftones’ hadir di atas panggung memainkan lagu-lagu pamungkas selama kurang lebih satu setengah jam. Band yang terbentuk pada tahun 1988 ini memang terbukti mempunyai basis penggemar yang setia di Indonesia, khususnya Jakarta, karena bisa dilihat pada malam tadi ribuan fans fanatik baik cowok maupun cewek rela mengantri untuk mendapatkan tiket yang bisa dibilang lumayan mahal. Tapi untuk ukuran band sekelas Deftones, harga tiket tidak masalah dan termasuk wajar, buktinya sambil melihat penggemar mengantri memasuki area Tennis Indoor Senayan, saya bisa melihat wajah-wajah ceria menghiasi wajah mereka tanpa ada satupun yang gerutu soal harga tiket, seraya tidak sabar untuk menonton dengan kepala sendiri band yang selama ini ditunggu-tunggu kedatangannya ke Indonesia.

Deftones yang kali ini sukses didatangkan oleh Java Musikindo memang tidak tanggung-tanggung dalam urusan melepas kerinduan para penggemarnya, dengan membawakan 24 lagu dari total 6 album yang sudah mereka keluarkan sampai saat ini, bagi saya itu sudah cukup menjadi alasan untuk mengantarkan kaki ini ke Senayan, membeli tiket, berbaur dengan penggemar Deftones yang lain, dan memanfaatkan momen paling berharga ini sebaik-baiknya. Nama Deftones sendiri sudah mujarab menghipnotis ribuan penggemar untuk datang ke Tennis Indoor Senayan, walau band yang digawangi oleh Chino Moreno (vokal, gitar), Stephen Carpenter (gitar), Sergio Vega (bass), Frank Delgado (keyboard, turntables), dan Abe Cunningham (drums, perkusi) ini baru akan menginjak panggung pada pukul 8.15, namun antusias penonton begitu besar, area di luar venue konser sudah mulai dipadati banyak orang ketika jam baru menunjuk angka tujuh.

http://twitter.com/#!/raditherapy/status/34973587031072769

Sambil menunggu, pihak Java Musikindo dan panitia berbaik hati menghadirkan band “penghibur” di luar, wow ternyata ‘7 kurcaci’! sudah lama saya tidak mendengar nama band yang mengusung genre hip metal ini. E-Munk dan kawan-kawan pun sukses memberi pemanasan pada penonton Deftones pada malam itu. Selain ‘7 kurcaci’, gerai-gerai aneka makanan dan minuman jadi pilihan penonton untuk mengisi energi sebelum jikrak-jikrakan di dalam arena konser, sedangkan saya sepertinya sudah cukup kenyang melihat mbak-mbak cantik yang wajahnya dihiasi tato temporary berseliweran kesana-kemari menawarkan sesuatu (apa yah? ada deh). Tepat pukul 8, penonton pun berjejer di depan pintu masuk ke area utama konser, diperiksa tiket, badan, dan barang-barangnya. Begitu sampai didalam saya disambut dengan tata panggung dan lampu yang masih sunyi namun saya sudah membayangi sendiri Chino dan kawannya berada diatasnya. Arena Tennis Indoor Senayan pun seketika langsung dipadati sekitar 3000an penggemar yang rata-rata berkaos Deftones, hingar bingar massa yang mengelu-elukan nama Deftones pun mulai terdengar, yah mereka sudah tidak sabar dihajar oleh musik cadas Deftones.

“Birthmark” dan “Engine No.9” yang merupakan dua nomor dari debut album pertama Deftones yaitu “Adrenaline” menjadi pembuka konser di Jakarta pada malam itu, saya bersama penonton langsung hanyut dibawa oleh suara vokal Chino yang memang khas tersebut. Nomor-nomor berikutnya pun langsung membuat seisi Tennis Indoor memanas, lagu-lagu dari album kedua “Around the Fur” tanpa basa-basi langsung menghajar para penonton yang sudah asyik bergoyang, ber-headbanging, dan mengepalkan tangan ke udara untuk Deftones. “Be Quiet and Drive (Far Away)”, “Lhabia”, “Around the Fur”, dan “My Own Summer (Shove It)” yang juga menjadi salah-satu pengisi soundtrack di film “The Matrix” ini dibawakan dengan enerjik oleh Chino yang tidak sungkan untuk melompat kesana-kemari bersama sang pemain bass Sergio Vega, yang terhitung sejak 2009 menggantikan pemain bass asli Deftones, Chi Cheng—Chi mengalami kecelakaan di November 2008 dan mengalami koma hingga saat ini (semoga cepat sembuh Chi).

“Digital Bath” dan “Knife Prty” melanjutkan aksi spektakuler Deftones di atas panggung, dua lagu dari album ketiga “White Pony” ini makin menghipnotis penonton ketika tata lampu juga bermain selaras dengan lagu-lagu yang dibawakan Deftones didukung juga oleh tata suara yang sangat apik, membuat penonton asyik melantunkan lirik “so go get your knife…go get your knife” dari “Knife Prty” bersama Chino. Di lagu ke 9 dan 10, akhirnya dua lagu favorit saya dibawakan oleh band yang dulu ketika di SMA selalu saya ucapkan dengan ‘Defstones’ hahaha. “Paint the streets in white!, Death is the standard,  Breach for a complex prize!” lirik ini mengawali teriakan-teriakan khas Chino yang memang akan sering terdengar di lagu “Hexagram”, Chino pun mengajak penonton untuk meneriakan “Worship! Play! Worship! Play”. Petikan gitar Stephen Carpenter pada lagu “Minerva” langsung disambut riuh penonton, lagu dari album bertitel “Deftones’ yang video klipnya bersetting padang pasir ini sepertinya memang jadi lagu andalan yang ditunggu-tunggu penonton, terbukti lautan penggemar merespon dengan menyanyikan lagu tersebut bersama sang vokalis yang terkenal dengan brewoknya ini. “Bloody Cape” dari album yang sama dengan hentakan kerasnya langsung mengisi nomor ke-11 pada malam itu, menambah panas suasana Tennis Indoor yang sudah semarak dengan lompatan dan penonton yang bermandi keringat.

http://twitter.com/#!/raditherapy/status/34975546102259713

Deftones sudah jauh-jauh datang ke Jakarta sudah pasti dong membawakan tembang-tembang segar dari album teranyar mereka “Diamond Eyes” yang rilis pada Mei tahun lalu ini. Ada total 7 lagu dari album baru ini yang dimainkan oleh Deftones dengan gahar, “Diamond Eyes”, “CMND/CTRL”, “Royal”, “Rocket Skates”, dan juga “You’ve Seen The Butcher”. Chino dan kawan-kawan, termasuk Frank Delgado yang anteng dibalik turntables-nya pun tidak hanya jago menghipnotis penonton dengan lagu-lagu bertempo gahar nan cadas tetapi juga sanggup mengajak penonton bernyanyi bersama di lagu yang bisa dibilang bertempo “santai”. Penonton pun diajak beristirahat dan sing-along di lagu “Sextape” yang mendayu-dayu dan “Beauty School”, setelah Deftones sukses membakar tempat ini, mereka nampaknya juga berhasil meluluhkan hati pada penggemarnya dengan memeluk hangat mereka dengan lagu-lagu dari album “Diamond Eyes” ini.

Di penghujung konser, tepatnya di lagu ke-19, intro yang sangat familiar di kuping mulai terdengar lalu dilanjut dengan lirik yang dinyanyikan Chino “Can you explain to me how, you’re so evil”, benar saja ini adalah lagu kesayangan saya “Hole in the Earth” dari album “Saturday Night Wrist”, lagu yang lagi-lagi mengajak penonton termasuk saya ikut bernyanyi lalu diakhir menuruti perintah Chino untuk melompat dan ber-head-banging diiringi hentakan instrumen dari gitar Stephen dan gebukan-gebukan drum Abe Cunningham yang keras sebagai penutup lagu ini, I love this song. Setelah “Kimdracula”, Deftones melanjutkan aksi panggungnya dengan dua lagu dari album “White Pony”, yaitu “Change (In the House of Flies)”—lagu yang juga meramaikan soundtrack film horor “Queen of the Damned”—dan “Passenger” yang di album aslinya diisi juga oleh vokal Maynard James Keenan, si jenius dari band Tool dan A Perfect Circle.

Tidak terasa 22 lagu dari 24 lagu yang dijanjikan sudah dimainkan Deftones dan dilahap habis oleh penonton, tembang kenangan kembali dihadirkan, dua lagu encore yang berasal dari album pertama “Adrenaline”, yaitu “Root” dan “7 Words”. Di lagu terakhir inilah, Chino tidak lagi hanya menyapa penonton tetapi turun dari panggung dan dengan ramah menyalami penonton satu-persatu (so sweet), aksi vokalis yang jarang saya temui ketika saya menonton konser metal selama ini. Deftones mengakhiri konser ini dengan sangat sempurna, membuat penonton bernyanyi, berdansa bebas, meninjukan kepalan tangan ke udara, sampai Chino sanggup melawak di atas panggung. Terima kasih Deftones yang sudah menghibur kami dengan totalitasnya dan sampai ketemu lagi di Jakarta, benar-benar konser terbaik yang pernah saya datangi dan menendangkan lirik lagu “Change” bersama ribuan penggemar Deftones lainnya adalah momen berharga, salut buat penonton Jakarta yang dari awal sampai akhir tidak kenal lelah bernyanyi dan hebatnya hafal semua lagu Deftones. Saya puaaaas!!

http://twitter.com/#!/raditherapy/status/34998516929531904