ah kayak u punya otak aja, itu juga otak u kan hasil cangkok sama otak babi ngepet punya eike
[Lokasi: teras rumah Nayato] cuaca pada saat itu sedang tidak bersahabat, hujan turun tak berhenti sejak pagi, tapi ketika sebagian orang terganggu oleh hujan, tidak dengan Nayato dia justru “happy” sambil berkata dalam hati (gaya khas sinetron kita) “hujan itu adalah inspirasi gw, liat kan film-film gw selalu lebay penuh dengan hujan, pokoknya hujan itu gw bangeet!”. Ketika sedang asyik-asyiknya berkhayal sambil memegang pensil, tiba-tiba Nayato dikagetkan suara aneh dari dalam kantong celana pendeknya yang penuh gambar gas 3kg, “tooooeeeeeeeeet…toeeeeeeeeeet!!” seperti itu suaranya, yang ternyata hanya suara ringtone sms masuk. Nada sms masuk itu didapat Nayato ketika bermain ke tempat KKD (owh pantas saya tidak asing dengan bunyi tersebut). Nayato pun dengan sigap langsung membaca sms yang bertuliskan pesan mesra “Yato, u kemari dong, rumah eike”, di sms itu tertera nama KKD. Mereka pun saling berbalas sms, Nayato bosan kalau harus ke rumah KKD terus, jadi isi sms terakhirnya “Keket, DM aja ya” (FYI: Keket itu nama kesayangan Yato ke KKD). Sms pun langsung dibalas kaget “OMG, u nga bilang punya twitter sekarang, pake sok direct message segala” dibalas lagi “bukan DM twitter maksudnya tolol, tapi DiMari aja ya, rumah gw aja gitu…u understand”. KKD pun tak berlama-lama dan mengiyakan kemauan Nayato dan langsung ngacir ke TKP gan.
Sebelumnya sory klo reviewnya jadi garing gini pake cerita segala, abis gw lagi bosenan nulis review “konvensional” kaya biasanya. Cerita ini juga hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama dan tetek bengeknya itu emang gw sengaja dan tanpa ada unsur paksaan dari siapapun, jika ada yang percaya ini cerita terinspirasi dari kisah nyata, terserah saja toh gw nga maksa hahaha (gw juga dengan tololnya menganggap ini true story kok :p lo tahulah gw lagi “memuji” siapa). “Muka u kusut aja yato, kenapa u”, nayato membalas “lagi tolol nih gw bukan writer’s block lagi…buntu dan bingung mao buat film apa lagi” kkd pun menyambut “ah u sok buntu ini itu lah, film u lebih banyak dari eike tahun ini, masa sekarang bingung mao bikin film apa, u itu jenius…pasti sebentar lagi ide brilian muncul”. Nayato pun menjelaskan panjang lebar jika dia memang serius sedang buntu dan mengejek kkd kalau dia tidak pernah mengalami kebuntuan membuat film, karena kkd sendiri emang tidak punya otak, “ah kayak u punya otak aja, itu juga otak u kan hasil cangkok sama otak babi ngepet punya eike”, keduanya pun saling diam dan tiba-tiba tertawa terbahak-bahak (gw juga ikut ketawa aja padahal nga ngerti).
“Yato gimana kalau u bikin film yang judulnya ada pengantin & pantainya, biar lebih komersil tambah adegan cewek-cewek-nga-pernah-liat-pantai-bawaannya-pengen-buka-baju-pake-bikini”, saut si kkd. “Gengsi ah gw, masa gw bikin film nga original, udah banyak tuh yang pake judul pengantin-pengantin-an, tapi boleh juga sih” (gw dalam hati cuma bisa tampang muka datar). Kkd spontan nambahin “nah gitu donk semangat, yang penting judulnya mesti tolol abis—urusan isi filmnya corat-coret kertas sedikit trus nanti improvisasi pas u syuting, gampang kan, kaya biasalah…hahaha” (gila ketawanya wangi selangkangan t-rex). Setelah hari itu, Nayato pun mandi kembang tujuh rupa buat dapetin judul yang brilian. Besok paginya dia menelepon kkd lagi (diluar padahal tidak hujan, tapi entah gimana caranya di rumah nayato ada efek hujan), “eh keket, gw udah punya judul bagus nih: Pengantin Pantai Biru, gimana?”, langsung disaut kkd dengan bau ketek “judul yang sangat briliaaaaaan bro!!”. Nayato pun dengan semangat menceritakan kalau ceritanya nanti ada sepasang suami-istri yang liburannya diganggu oleh penduduk lokal yang horny. Suaminya mati dan istrinya diperkosa lalu dibuang ke pantai—si istri ini nga mati lalu ingin balas dendam ke orang-orang yang udah ngancurin hidupnya. Singkat cerita si istri berhasil membalaskan dendam dengan cara sadis.
Kkd setuju dengan idenya tapi menganggap masih kurang brilian, jadi dia menambahkan ide-ide lain kepada cerita nayato. Si istri yang mau balas dendam ini dibuat kaya wanita amazon—pokoknya pakai gaun pengantin rombeng-rombeng lengkap dengan senjata yang dibuat sendiri dihutan—nah dia juga buat jebakan-jebakan nga jelas di hutan (ide jenius ini kkd dapet abis nonton film predator yang baru). Nayato pun makin seneng ide ceritanya berkembang jenius, “eh keket tapi jebakannya percuma kalau capek-cape buat kalau cuma buat bunuh 3-4 orang aja”. Kkd menenangkan nayato sambil menjelaskan kelanjutan idenya, jadi si karakter wanita amazon itu nga hanya bunuh orang yang salah asama dia aja tapi memburu warga kampung juga trus jadi mitos hantu setempat. Supaya makin yahud datengin deh anak-anak muda-mudi lugu nga pernah liat pantai, biarin aja mereka senang-senang abis itu dibantai satu-persatu. “Gw udah punya bayangan siapa aja yang bakal main di film gw nanti, tapi butuh satu pemain lagi nih”, kkd berpikir dulu sejenak lalu melontarkan idenya lagi “eh u tahu nga eike mau bawa tera petrik buat main di film eike selanjutnya, kita bisa sharing pemain nanti”. Tapi nayato menolak karena dia harus cepat-cepat bikin film baru, lalu kkd mengusulkan Cynthiara Alona.
“Tapi si Alona yang eike denger-denger gosipnya nih nga mau kalau nanti di filmnya dia diperkosa setan lagi”, nayato pun mengiyakan penjelasan kkd sambil tersenyum tidak sabar untuk memberitahu kabar baik ke produser dan memulai syuting. Tidak perlu waktu lama buat nayato mendapat persetujuan dan dana untuk membuat film “Pengantin Pantai Biru”, seminggu kemudian sejak obrolan di telepon nayato sudah siap syuting dengan Catherine Wilson dkk, tentu saja Alona juga setuju untuk bermain dengan syarat tidak ada lagi cowok mabuk es the manis lalu mati gentayangan dan memperkosa dia, trauma dia punya anak setan gigi tonggos muka nga karuan. Jika Alona bisa trauma kaya gitu kenapa nayato, kkd, dan sutradara-sutradara sejenis nga pernah trauma buat bikin film jelek (baca: nga layak tonton).
Setelah syuting selesai, kkd dan nayato janjian untuk ketemuan di sebuah kafe yang tidak bisa gw sebutin namanya disini. “keket, thanks a lot bro udah bantuin film masterpiece gw terealisasi”,”gw udah bikin seperti apa yang kita obrolin waktu itu, gw juga udah buang adegan-adegan penting yang bikin cerita jadi lebih berbobot gantinya gw syut banyak stok adegan cewek buka baju, di pantai sama di air terjun, hmm…pokoknya banyak deh sampe bikin mubajir rol film gw”. Kkd terlihat girang sambil meletakkan cangkir kopinya, lalu membalas “good job bro, berarti u masih jadi sutradara paling hebat di negeri ini, nga kalah sama yang bikin air terjun pengantin, pengantin topeng kemarin juga jadi keliatan kaya film anak-anak dibanding punya u”. Kkd pun terus saja memuji kehebatan nayato dan siap untuk membantunya kapan saja, jika perlu minjemin properti setan-setan dia yang seksi dan aduhai. Obrolan terakhir mereka diakhiri dengan “Yato, gimana kalo u dan eike kapan-kapan bikin film bareng, kolaborasi?”
Mereka dan para produser bervisi hebat itu nga ada habisnya puas “memperkosa” penonton sinema tanah air dengan tontonan yang tidak ada nilainya, baik kualitas maupun pesan yang mau disampaikan, kecuali pesan sponsor kkd yang jualan bikini di setiap film kaya gini. Ketika negara ini seperti sedang sekarat sama segala problematika dan susah bernafas, orang-orang didalamnya stress setengah mati, bioskop seharusnya jadi tempat pelarian mereka sesaat untuk setidaknya menghibur diri selama 2 jam. Nah pekerjaan rumah para filmmaker-lah untuk membuatkan prakarya hiburan untuk mereka (penonton), memberikan pilihan menonton yang layak dikecap oleh mata, bukan sebaliknya seperti apa yang dilakukan kkd, nayato, sutradara sejenis, produser planet mesumnus dan pedagang makanan cepat saji, mereka justru asyik sendiri menyakiti perfilman Indonesia (yah sinema tanah air sudah lama sakit hati) dan membodohi calon penontonnya. Jika bertanya sampai kapan “penyiksaan” ini berlanjut, saya hanya bisa geleng kepala, saya hanya bisa berharap—tidak ada lagi yang menonton film seperti ini, tapi lagi-lagi hak setiap orang untuk menonton apa yang mau ditontonnya.
Apakah harus ada yang menantang tinju lebih dahulu supaya mereka bisa mendengar? haruskah ada ribuan nama di tulisan ini supaya mereka mau mendengar keluhan penonton Indonesia yang lelah melihat poster dan judul kancut muncul setiap bulan di bioskop dan parahnya justru menenggelamkan film yang seharusnya layak tonton karena kebanyakan penonton kita sudah terlalu pesimis. Saya mendengar film kita akan mati suri, itu adalah mimpi buruk lebih buruk dari “hadiah” freddy krueger bagi saya. Siapalah saya ini, hanya orang di balik blog ini yang hanya ingin melihat film Indonesia tidak dipenuhi film-film kancut, mengapresiasi film Indonesia, dan dengan tulisan berharap bisa ikut andil dalam mencegah mati surinya sinema tanah air. Jadi siapa yang mau ikut saya? tunjuk tangan!
Jutaan nama sebenarnya mau tunjuk tangan (saya yakin dan optimis, seperti saya optimis sama film Indonesia), masih banyak yang cinta dengan film kita,peduli nasibnya, dan juga muak dengan film-film kancut model begini, ini nama-nama yang mewakili jutaan nama tersebut (keriting juga nih bakal nulis jutaan nama). Hidup film Indonesia!
@dikakid, @ariefsunda, @upiemeier, @DelanoChristov, @givenunique, @savamightymax, @HHennnnry, @IfanMulya, @pashatya, @djaycoholyc, @alicecious, @artspidey, @ardnas_20, @emirhartato, @x_catra, @yDeni, @The_xim, @soeby79, @TarizSolis, @Vannypn, @rioaditomo, @okitsaws, @adithumar, @fajar_ibrahim, @AdiWriter, @farizrazi, @ucoksiregar, @Hanizzaichaa, @xylon, @yuwanto, @titisapto, @oldeuboi, emma, rijon, labirin film, ryan muhammad, movietard, jonap, irwan usman, adelwina Dennis Villanueva, Wismoyo Ojoy, Aditya Prasetyo, @iamfiras, @thyoaditya
Delano Christovel
“menenggelamkan film yang seharusnya layak tonton karena kebanyakan penonton kita sudah terlalu pesimis.”
Ini bahaya banget, mindset masyarakat Indonesia yg sudah pesimis bisa membuat perfilman Indonesia mati.
Nayato dan KKD, please stop. 🙂
Catra
Hahahaha… Review nya kacccrruutt….
Tariz Solis
Meski banyak yg bilang penonton kita sudah pesimis, tapi kenyataannya, film seperti ini justru dipenuhi penonton. Duh. Yg jadi korban malah bukan film eek macam gini, justru yg bagus. Ironis kan ?
Seandainya KKD dan Nayato diseret ke bioskop, mereka juga bakalan hepi. Sekalipun film mereka cuma ditonton segelintir orang, mereka yg tersesat ini bener” terhibur. Saat diriku hampir mati lemas disiksa film bikinan duo sejoli ini, penonton di sampingku menyimaknya dg serius seakan sedang menonton The Shawsank Redemption 🙁
emma
kayaknya semua kekesalan karena nayato & KKD ditumpahkan di review ini 😀
Rijon
Best review of the week!!
😀
djaycoholyc
Salah satu alasan saya masih tidak mau menonton film horror lokal sejak terakhir nonton Anak Ajaib!
Xylon19
cuman nawarin adegan bikini-bikinian tanpa ada niat bikin film.. kalau di indonesia industri film porno dilegalkan, pasti 2 orang itu bisa jadi rajanya. 😀
LABIRIN FILM
Buat film jelek sih gak masalah kok. Yang masalah sih ya bikin film yang hasilnya sama sekali gak bisa disebut film karena bahkan film jelek aja lebih baik dari film jenis itu. Contoh : ya yang begini ini nih.
RyanThePerfumer
Tobat tobat –‘
movietard
ouch! this review is sooo cool,
anyway, cuma mau berbagi aja kebingungan saya nih,
gue percaya film horror/comedy sex yang berjurus porn itu emang kualitasnya sangat jelek (saya sejujurnya uda apatis ya sama film indonesia jenis ini, sama kyk urusan politics, saya gak pernah rela ngeluarin uang untuk film indonesia jenis ini) dan gue percaya kondisi kita skrg kayak free market so…setiap org berhak menentukan dia mau beli tiket apa, supposedly kalo di negara lain, yang film bagus yang laku tapi kalo di Indonesia…. *sigh* tahu dong kondisinya?
inget gimana cerita Om Soeby yang nonton Minggu Pagi di Victoria Park cuma sendiri?
artinya, selain memang dari pelaku seni yang as you wrote sangat kacrut, film literacy masyarakat kita juga sangat rendah
film2 jelek kayak gini justru lebih untung toh,
susahnya di kita yang industri filmnya belum well established, rata2 idealisme sutradara yg bagus2 justru terkubur sama ya itu tadi, produser2 ngehe yang cuman peduli keuntungan. Berhubung si produser ini tahunya kita masyarakat bodoh, ya makinlah kita dibodohi 🙁
adelwina
eh…tadi itu review film ya?kirain lagi ngerjain pr bahasa indonesia…. 😀