Aksi heroik Kendra (Tora Sudiro) menyelamatkan Selma (Atiqah Hasiholan) ternyata berbuah manis, ketika keduanya saling menyukai satu sama lain. Untuk memuluskan hubungan mereka, Kendra dan Selma terpaksa merahasiakan identitas aslinya. Selma yang sebenarnya adalah seorang kepala badan intelijen kepolisian harus mengaku sebagai pegawai negeri di depan Kendra, begitu juga sebaliknya, Kendra berdalih bekerja pada lembaga sosial untuk menutupi statusnya sebagai bos mafia. Selma yang pekerjaannya menangkap anggota geng, mafia, dan penjahat-penjahat ini pun jatuh ke pelukan Kendra, karena melihat pahlawannya tersebut orang baik-baik. Kendra pun makin terpikat dengan Selma, jika saja dia tahu siapa perempuan yang dia sukai, mungkin film ini akan berakhir dengan Kendra yang kabur ke luar negeri. Tapi rahasia keduanya tetap terjaga, di sela-sela hubungan yang kian mesra ini, Kendra masih menjalankan bisnis turun temurun keluarga bersama geng Macan Polkadot-nya dan juga adik-adiknya Romi dan Jodi. Lalu Selma sendiri masih sibuk menyiduk bandar-bandar narkoba bersama anak buahnya.

Hubungan Kendra dan Selma masih tampak normal-normal saja, sampai akhirnya Selma membocorkan rahasia yang selama ini dia pendam kalau dirinya adalah seorang polisi, Kendra yang masih berada dalam status pegawai yayasan sosial tentu saja merespon dengan tenang sambil ketakutan kebohongannya ketahuan oleh Selma. Rahasia Kendra pun tidak bertahan lama, salah-satu anak buah Selma yang selama ini diam-diam jatuh hati pada atasannya tersebut, membuka kedok Kendra yang sebenarnya. Kendra yang tak tahu jika identitasnya sudah diketahui justru mengundang Selma ke acara ulang tahun ayahnya. Di acara inilah, Selma mengaku kepada keluarga Kendra bahwa dia adalah seorang polisi. Kendra pun akhirnya terpaksa mengakui jika dia adalah bos mafia, tapi juga dia mengaku dirinya sudah bertobat dan berjanji jika suatu saat dia terlibat dengan kasus kriminal, dia pasrah untuk ditangkap oleh Selma. Kesialan pun menimpa Kendra yang dijebak oleh musuh bebuyutannya dari geng Kampak Ungu pimpinan Indah Kallalo. Karena kedapatan membawa obat-obatan terlarang, Selma pun terpaksa menepati janji untuk menangkap Kendra.

Jika membaca sinopsisnya film ini sepertinya akan menjanjikan sebuah drama romantis yang menarik, diselingi bumbu-bumbu komedi dan aksi-aksi polisi mengejar penjahat. Kenyataannya memang menarik, yah itu jika saya membandingkan dengan poster dan cuplikannya yang sangat-sangat “disturbing” itu. Melihat media promosinya yang sudah dikemas sedemikian rupa untuk upayanya memancing penonton berbondong-bondong ke bioskop, namun justru terlihat murahan dan idiot, film ini sudah tidak jujur sejak awal. Tidak mau kalah untuk menebar pesona dan ingin ikut tren “sukses” film-film idiot yang sedang berjamur dalam variasi genre, poster pun dikemas dengan norak hanya menempel satu tokoh utama Atiqah Hasiholan dan “penghibur” Indah Kallalo, yang di poster ini mereka ditampilkan se-seksi mungkin. Trailernya pun seperti kesurupan setan mesum dan asyik menebar ranjau, membiarkan siapapun yang menonton trailer ini untuk justru menghakimi dengan kata-kata “lagi-lagi film sampah”. Seperti Selma dan Kendra, film ini sukses menutupi identitas aslinya, selamat untuk kesalahan fatal pertama-nya.

Trailer yang memperlihatkan adegan-adegan idiot tersebut ternyata hanya bagian kecil dari jalan cerita asli dari “Mafia Insyaf”. Sebagian besar kita hanya akan diajak untuk menjadi saksi kisah percintaan Selma dan Kendra, yang seingat saya jika tidak salah justru tidak ada adegan mereka berciuman sekalipun (maafkan jika ternyata memang ada). Film yang disutradarai oleh Otoy Witoyo ini pun membalut kisah drama percintaan tersebut dengan action (beberapa terlihat di trailernya yang misleading itu), dari pihak Kendra kita akan disajikan permusuhan “turun-termurun” antara geng Macan Polkadot yang notabennya dipimpin oleh Kendra dengan Kampak Ungu (jangan tanya saya asal muasal nama tersebut). Sedangkan Selma akan mengajak kita untuk mengejar-ngejar buruannya, para bandar narkoba. Film ini punya porsi yang seimbang antara drama dan action yang kebanyakan menampilkan adegan-adegan perkelahian, sesekali diselipkan komedi-komedi garing dari Tora Sudiro dan Zaki. Semuanya dikemas dengan formula ala film-film televisi, serba tanggung dan terlampau ringan.

Jalan cerita yang sangat-sangat biasa (saya tidak akan menyebutkan kata dangkal, karena dalam film ini kata tersebut sudah saya persembahkan untuk yang lain) dalam film “Mafia Insyaf” makin terengah-engah dan membosankan, ketika Otoy Witoyo sampai pada saat di mengesekusi bagian tengah film sampai ke akhir. Jika pada paruh awal film ini saya masih bisa memaksa untuk menikmati cerita yang ditawarkan dengan segala pernak-pernik boy meets girl yang menjurus klise, hubungan Kendra dan Selma tidak lagi tertolong ketika cerita cinta keduanya mulai dipaksakan untuk disuapi intrik-intrik cinta segitiga, penghianatan, dan keterlibatan musuh lama. Plotnya mulai pincang dan segala cara dilakukan Otoy Witoyo untuk membuat saya betah di bangku penonton, tapi dia melakukan kesalahan fatal berkali-kali dengan memasukkan adegan-adegan idiot-tidak-penting-dangkal-bin-memuakkan dengan menyorot aksi Indah Kallalo dan budak seks-nya, si anak buah Selma yang berkhianat. Adegan yang saya percaya dibuat hanya untuk dimasukkan dalam paket norak trailer film ini. Sayang sekali melihat Atiqah Hasiholan ikut terlibat di film yang justru “menjatuhkan” namanya ini, bakat aktingnya yang luar biasa menjadi mubajir dengan lawan main Tora Sudiro yang menawarkan permainan akting default yang bisa dilihat di jutaan filmnya. Atiqah ada baiknya mulai pintar-pintar memilih peran, jika tidak mau kehilangan chemistry-nya dengan para penggemarnya.

http://twitter.com/#!/raditherapy/status/29093263420