There are also things I couldn’t tell you. I don’t know how to speak… You are my son, you are a soul closer to me than my own flesh. That’s all I’ll say, you understand the rest… ~ Huseyin

Percayalah, hidup itu memang begitu indah, jika kita bisa melihatnya dari sudut pandang yang berbeda. Film ini mungkin hanya akan menggambarkan potongan kecil dan sebaris cerita dari keindahan itu. Kesempurnaan yang datang bukan dari sebuah tontonan yang begitu rumit dan obral efek, melainkan kesederhanaan sebuah kisah yang menuturkan kebahagiaannya dibalik tragedi sebuah keluarga. My Father & My Son atau dalam bahasa Turki berjudul Babam ve Oğlum, menuntun kita ke sebuah desa kecil bersama dengan perjalanan Sadik dan anaknya Deniz yang kembali pulang ke kampung halaman. Sadik yang sepertinya terpaksa pulang dengan beban berat yang dipikulnya sendiri ini, disambut hangat oleh ibunya dan keluarga besarnya, termasuk saudara tercinta, Salim. Namun tidak dengan sang ayah yang masih terjebak oleh masa lalu.

Huseyin, sepertinya belum bisa melupakan kemarahannya terhadap anaknya yang pergi dari rumah bertahun-tahun yang lalu hanya untuk menjadi seorang jurnalis, ketimbang menuruti perintah ayahnya untuk sekolah pertanian. Di kota, bukan kebahagiaan abadi yang didapat Sadik, istrinya meninggal saat melahirkan Deniz. Situasi ditambah parah ketika terjadi kudeta dan karena keterlibatan Sadik dengan politik, ia pun harus pasrah mendekam dalam penjara selama 3 tahun. Di desa tempat kelahirannya ini lah, Sadik berupaya untuk menebus dosanya, selain menjaga Deniz, dia berupaya untuk berbaikan dengan ayah kandungnya. Namun upaya tersebut butuh waktu dan tidak mudah untuk melunakkan hati sang ayah yang keras kepala. Kehadiran Deniz yang menjadi primadona dan membawa kegembiraan terhadap keluarga, lambat laun ternyata bisa mencairkan hati kakeknya tersebut. Apakah Sadik dan ayahnya akhirnya akan berbaikan?

Jangan membayangkan pada akhirnya anda akan disajikan kisah drama rumit dan penuh konflik yang begitu membebani pikiran anda. Atau terjebak dalam pertengkaran ayah dan anak yang lagi-lagi membosankan. Sebaliknya Sadik dan keluarga akan siap menghibur kita dengan kelucuan mereka dan menjauhkan kita dari kata “bosan”. Cagan Irmak pintar betul melihat celah yang akan menghantarkan filmnya untuk menjadi tontonan yang nyaman dan sangat nikmat. Sutradara yang juga menuliskan ceritanya ini, menawarkan kita sebuah catatan kehidupan keluarga di desa kecil Turki dengan balutan komedi brilian di sepanjang filmnya. Humor-humor segar itu pertama datang dari Deniz kecil yang lucu dan menggemaskan, keluguannya dan keseringannya membaca komik seperti Lucky Luke, mengantarkannya ke imajinasi liar khas anak-anak.

Di dalam imajinasinya, Sang ayah berubah menjadi seorang pahlawan, tentu saja ini adalah sebuah gambaran betapa cintanya Deniz dengan ayahnya. Perjalanan dengan kereta menuju kampung halaman Sadik tak ubahnya seperti petualangan seru di kepala Deniz, bercampur dengan kisah koboi beserta indian-indian jahat. Sesampainya di desa tempat si kakek tinggal, Deniz tidak berhenti berkhayal, dan imajinasi-imajinasinya selalu sukses membuat saya tersenyum, tertawa, dan tentu saja mengagumi bakat akting luar biasa Ege Tanman dalam memerankan Deniz. Keluguan dan kelucuan itu terlihat tidak dipaksakan terpancar dari raut wajah dan tingkah laku Deniz. Ajaibnya tidak hanya Deniz yang bisa menghibur dan memancing gelak tawa penonton. Namun seluruh pemain bisa memerankan karakternya dengan pas, tidak berlebihan, tapi tetap konyol.

Lewat pendekatan komedinya, Cagan Irmak justru mampu mendekatkan kita dengan Sadik dan keluarga. Semua tentang keluarga ini serba unik dan itulah kelebihan film ini dalam bercerita, sederhana namun punya ciri khas yang unik dalam menuturkan lembar demi lembar kisahnya. Durasi 108 menit menjadi sangat tidak serasa, ketika kita melihat betapa kocaknya cara berbicara Ibu Sadik dan kebiasaanya berbicara dengan tetangga lewat walkie talkie, belum lagi dia gemar sekali berkendara dengan traktor. Jika itu dirasa belum cukup membuat perut kita sakit karena tertawa, keluarga ini masih punya segudang kelucuan yang siap dibagikan kepada penontonnya, termasuk Salim yang punya tubuh besar namun mudah menangis, itu karena dia mengaku sangat sensitif. Raut wajah komikalnya dan tingkah konyolnya sukses mencuri perhatian di film ini.

Komedi memang menjadi senjata yang ampuh disini, peluru-peluru humor cerdas yang ditembakkan Cagan Irmak selalu tepat sasaran, menggelitik kita dari menit ke menitnya tanpa henti. Namun film ini tentu saja tidak melupakan inti cerita sebenarnya, dimana kita akan menjadi saksi konflik Sadik dan Ayahnya, dan plot-plot menarik yang bisa dibilang cengeng tetapi Cagan berhasil mengemasnya dengan tidak berlebihan untuk terlihat murahan sama seperti dia membalut film ini dengan komedi segarnya. Jalan cerita yang sudah terjahit dengan rapih dan bersahabat ini, masih dengan humor sebagai pendampingnya, pada akhirnya akan kembali mengajak kita ke sebuah momen klimaks. Dimana ketika mendekati akhir film, kita justru akan dibawa ke suasana menyentuh lengkap dengan iringan musik yang siap untuk menyayat-nyayat hati yang pada saat itu memang sudah rapuh.

Di bagian inilah, Cagan sekali lagi memperlihatkan kehebatannya dalam meramu formula filmnya, bagaimana dia berhasil menyuguhkan kisah sederhana yang lengkap. Ketika kita sudah diajak menanjak bahagia lewat lelucon, humor, komedi, dan tentu saja cerita yang tidak membosankan. Cagan kembali “mempermainkan” penontonnya, tidak dengan “siksaan” bulu ayam yang membuat kita meronta-ronta karena tertawa, namun kali ini dengan bagian cerita yang dijamin membuat penonton menangis di pojokan. Cagan akan menguras air mata, mengaduk emosi, dan menampar sisi sensitif kita layaknya seorang Salim. Film tahun 2005 ini pun mengakhiri filmnya dengan brilian, bersama Huseyin dan keluarga, mereka akan kembali mengajak kita untuk bahagia. My Father & My Son merupakan sebuah film yang sempurna merangkul penontonnya, menggandeng kita untuk ikut larut dalam ceritanya dan kisah yang layak untuk ditonton berulang-ulang