Eight jack-o-lanterns, eight victims. So we’re gonna place these jack-o-lanterns down by the lake as an offering to those who died.  ~ Sara

Jika bertanya film horor terbaik tahun lalu, maka film besutan Michael Dougherty ini adalah salah-satu dari horor-horor terbaik yang muncul di tahun 2009. “Trick ‘r Treat” tidak hanya secara instan mengisi kekosongan daftar horor terbaik itu, namun paket horor ini juga akan menjadi sebuah tayangan wajib, menu permanen ketika tanggal 31 Oktober tiba, Halloween pun punya atraksi baru yang menyenangkan lewat film ini. Saat semua orang berpesta merayakan “kematian” dan menghormati mereka yang telah tiada, anak-anak kecil sibuk dengan kostum paling mengerikan, dan para pemilik rumah menghias tempat tinggalnya dengan segala macam ornamen seram. Dougherty punya hadiah manis untuk menemani tradisi Halloween ini, sebuah horor “anthology” lewat empat cerita yang menakutkan, yang kesemuanya terikat menjadi satu oleh kehadiran sosok Sam.

Sesosok tubuh mungil dengan balutan baju tidur yang lusuh, kepala bulat yang tertutup jahitan karung bekas, dan menyeret-nyeret kantung hadiah ini, akan selalu hadir dalam ke empat cerita, menjaga tradisi Halloween dan “menghukum” siapa saja yang melanggar aturan-aturannya. Ketika Sam berdiri sendiri dijalan, kita akan di ajak melihat pasangan yang baru saja pulang dari pesta Halloween, mereka akan berhadapan dengan “karma” saat sebuah aturan kuno dilanggar. Di tempat lain, seorang kepala sekolah yang punya satu anak yang cukup bawel ternyata punya rahasia yang sangat mengerikan. Pindah ke sebuah hutan, sebuah pesta meriah dengan api unggun kelak akan mengungkap sisi gelap yang selama ini tersembunyi dibalik kulit-kulit halus dan lekuk tubuh seksi para wanita berbalut kostum putri-putri dongeng. Terakhir, sekumpulan anak mencoba bermain-main dengan “kematian” dengan mengunjungi sebuah “urban legend”, dan seorang pria tua yang selama ini menutup rahasia kelamnya akan dikunjungi oleh “tamu-tamu” yang tidak diundangnya. Bersiaplah untuk merinding!

Sebuah opening yang dikemas dengan rajutan frame-frame komik sudah cukup membuat saya berjanji untuk tetap duduk di depan layar televisi dan menonton film ini sampai selesai. Yah, opening yang menarik memang selalu menjadi umpan jitu untuk membuat saya tertarik untuk menonton sebuah film, entah itu nantinya saya akan berakhir suka dengan filmnya atau malah sebaliknya, mencaci-cincang filmnya. Kita tinggalkan “kesan pertama” yang menarik di film ini, karena “Trick ‘r Treat” punya poin-poin lain yang tak kalah menarik dan telah siap berbaris dalam upayanya menyegarkan dahaga para fans horor yang haus akan film horor yang berbeda. Setelah sebelumnya membesut sebuah film pendek berdurasi 4 menit dan menjadi “co-writer” pada film Superman Returns, film ini adalah sebuah langkah besar bagi Dougherty. Debut penyutradaraannya tidak hanya akan menjadi sebuah pembuktian, namun juga sebuah taruhan, apakah kelak film ini akan diingat orang karena keburukannya atau justru sebaliknya, film pertama yang banyak dibicarakan orang karena berhasil menghibur mereka. Namun Dougherty sudah berada di jalur yang benar, mengekor sutradara-sutradara besar lainnya, yang menempatkan film horor sebagai pijakan pertama mereka menuju kesuksesan.

Lalu apakah Dougherty berhasil dengan debut filmnya ini? tentu saja saya akan bangga menjawab kata “iya”. Dougherty berhasil menggabung unsur-unsur horor yang pernah kita jumpai di film-film tahun 80an untuk hadir kembali di film ini. Menonton film ini, entah kenapa membuat saya teringat akan film-film lama Sam Raimi seperti Evil Dead. Apalagi ketika musik-musik yang saling bersautan mengiringi panjangnya malam, begitu kental tercium aroma film-film horor 80-an. Gaya “oldschool” ini begitu menonjol dan berbaur dengan rapih dengan formula cerita yang ditulis sendiri oleh Dougherty. Saya memang tidak akan berteriak ketakutan dengan apa yang disajikan film ini tapi sebagai gantinya saya akan berteriak “wtf” sepanjang film. Apa yang diceritakan Dougherty toh memang bukan horor yang akan membuat kita menutup mata karena sangat seram tapi dongeng Halloween-nya ini dijamin akan membuat para penonton loncat karena twist yang pintar yang sudah dipersiapkan sang sutradara dengan apik dan menyegarkan.

Dougherty tidak hanya punya cerita yang bagus dan twist yang sempurna untuk filmnya, tetapi juga brilian dalam soal mengarahkan dan mengesekusi bagian demi bagian adegan, menit ke menitnya teraduk dengan matang dan hasilnya adalah horor yang membuat saya menjilati setiap jari tangan ini. Keberhasilan film ini pun terlihat ketika ia sukses menuntun saya masuk ke dunia Dougherty yang kali itu tengah dihias dengan pernak-pernik Halloween. Di dalamnya, saya akan terhibur tidak hanya dengan cara Dougherty menakuti kita dengan cerita-cerita seramnya, namun juga dengan jalan cerita yang sebenarnya saling tumpang tindih namun tidak membuat saya kebingungan dan akhirnya tersesat dan menggerutu di antara orang-orang berkostum hantu. Ketika Dougherty pintar dalam bercerita, ia juga menambahkan bumbu-bumbu pelengkap yang nikmat, kejutan-kejutan yang mengagetkan dikemas tidak berlebihan dan muncul dengan kadar yang pas, alhasil saya menikmati kejutan tersebut dan justru kian kecanduan.

Sutradara yang juga sebelumnya menyusun screenplay untuk X-Men 2 ini juga tidak lupa “malu” untuk membagi kengeriannya lewat adegan-adegan cukup sadis, jadi setelah saya berteriak karena terkejut, saya akan kembali berteriak karena euphoria cipratan darah. Film yang juga di produseri oleh Bryan Singer ini (Valkyrie, Superman Returns, X2) benar-benar komplit dalam menyajikan kisah horor yang “menyenangkan” untuk terus diikuti jalan ceritanya. Rasa penasaran saya berhasil terkurung dengan baik bersamaan dengan pengalaman sinematik-orgasmik dari momen twist yang dilepas oleh Dougherty, terkemas “manja” oleh balutan horor vintage dengan sisipan humornya. Debut yang tidak akan saya lupakan dari Dougherty, semoga kelak ia akan kembali dengan menu horor menggiurkan lainnya, well Dougherty give your best shot then! enjoy! [Tambahan] ketika alunan “Sweetdreams”-nya Marilyn Manson menggema, itu adalah salah-satu momen terbaik film ini…lagu favorit dalam film terbaik.