The toothed vagina appears in the mythology of many and diverse cultures all over the world. In these myths, the story is always the same. The hero must do battle with the woman. The toothed creature can break her power. ~ Dawn

Dawn O’Keefe (Jess Weixler) hanya seorang gadis remaja biasa di sekolah, yang juga tergabung dalam komunitas “The Promise”, sebuah grup yang sangat konsen terhadap keperawanan. Dawn yang sering menjadi pembicara untuk komunitas ini memegang janji untuk tetep perawan sebelum menikah. Sampai akhirnya dia bertemu dengan “penggoda” berbentuk pria idaman. Dua orang temannya memperkenalkannya dengan Tobey (Hale Appleman), yang juga bersekolah di tempat yang sama dan kebetulan sepertinya dia sama-sama punya prinsip yang sama tentang “virgin”. Cinta atau entah apapun itu, tidak perlu waktu lama untuk mengikat dua remaja yang sedang labil ini, maka godaan pun menyentuh halus titik sensitivitas mereka dan rasa penasaran mendidih menjadi nafsu. “Kesucian” yang selama ini dipegang teguh oleh Dawn mulai meluntur, ia terobsesi oleh Tobey dan mulai berpikiran “jorok”, tapi Dawn masih bisa mengendalikannya. Untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan Dawn memutuskan untuk tidak lagi bertemu dengan Tobey, namun tindakannya tersebut malah membuat ia semakin gelisah.

Dawn pun menghubungi Tobey dan memintanya untuk datang menemuinya di sebuah kolam yang pernah mereka datangi. Mereka mulai berciuman di kolam, Dawn masih bisa mengontrol dirinya dan berusaha berhenti. Dawn mungkin bisa “tahan” tapi nampaknya Tobey tidak bisa menahan nafsunya lagi. Di sebuah gua, mereka berciuman lagi dan kali ini Tobey memaksa Dawn untuk melanjutkan ke “ronde” berikutnya. Tobey yang sudah senut-senut dengan paksa membuka “sangkar” dan memasukkan “burung” peliharaannya ke dalam. Dawn panik dan vagina-nya menggigit penis Tobey hingga putus. Tobey yang bersimbah darah mulai berteriak dan lari meninggalkan Dawn yang histeris kebingungan. Sejak kejadian itu, Dawn tidak pernah melihat Tobey lagi di sekolah. Bingung dan tidak tahu apa yang terjadi, Dawn mulai mencari tahu tentang vagina-nya di internet. Dia pun menemukan legenda tentang “vagina dentata” yang berarti “vagina bergigi”. Tak puas dengan pencariannya, dia mendatangi dokter ahli kelamin. Kejadian naas pun terulang kembali karena ulah dokter cabul yang mulai “iseng”, Dawn panik dan untungnya hanya memotong jari-jari sang dokter bukan burung pelatuk kepunyaan pak dokter.

Film ini layaknya sebuah peringatan atau bisa dikatakan mimpi buruk bagi para lelaki yang sering “bermain-main” di tempat bernama surga duniawi. Silahkan membayangkan sendiri apa yang terjadi dengan Tobey dan sekali lagi bayangkan ketika melihat penis tergeletak kaku tak berdaya. Percayalah, perasaan ngilu pasti menggerogoti si “adik” dan menjadikan film ini horor yang mencekam, membuat kita menunggu-nunggu punya siapa lagi yang akan putus (LOL). Begitulah kita masih bisa tertawa di atas penderitaan orang lain dan juga kengiluan yang acap kali timbul, karena Mitchell Lichtenstein dengan apik membungkus horornya yang unik dengan komedi. Bukan komedi murahan yang terlihat jelas, tetapi dark comedy, yang akan mengundang tawa ketika kita tahu dimana bagian lucunya. Jadi ketika kita tidak mengerti dimana lucunya dan merasa tidak lucu, ada baiknya diam saja dan menikmati horornya atau (dengan cara gw) dengan percaya diri terlihat mengerti dan tertawa saja.

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya ada film horor dengan cerita yang begitu unik seperti film “Teeth” ini. Dengan bercerita seputar anak remaja yang baru dewasa, film yang rilis pada tahun 2008 ini bisa saja jadi pengirim pesan jitu untuk tidak sembarangan “bermain” atau periksa-periksa dulu apakah si “dia” punya gigi. Mitchell tidak malu-malu dalam soal bercerita, film ini punya tingkat kevulgaraan yang lumayan. Tidak hanya mengobral tubuh “matang” Dawn yang diperankan oleh Jess Weixler, tapi juga dengan gamblang memperlihatkan adegan-adegan yang lumayan gore/sadis. Darah yang muncrat dari “anu” yang terpotong sesekali diperlihatkan, tapi jika boleh dibandingkan dengan film-film beraliran slasher, tentu saja film ini berada di level yang bersahabat. Adegan-adegan yang punya efek samping ngilu (bagi cowo kaya gw) itu sekali lagi diolah sedemikian rupa untuk menjadi lucu, hasilnya sadis namun tidak serius.

Lewat segala keunikan ide cerita “dentata” dan olahan komedi yang disajikan sutradara yang pernah bermain di serial televisi Miami Vice di tahun 80-an ini, film ini sanggup menjadi tontonan yang menghibur selama 90 menit lebih. Walau sajian horor yang hadir tidak maksimal dalam memberikan ketegangan dan kengerian total, tapi film ini toh berhasil mencampurkan mimpi buruk yang kental dalam setiap adukan manis ceritanya. Mitchell juga tidak hanya menyajikan horor ke dalam filmnya, unsur drama keluarga juga dimasukkan lewat cerita keluarga Dawn yang tidak harmonis dan bukan cermin keluarga yang bahagia, tapi drama tentu saja hanya aksesoris pelengkap saja. Bagaimana dengan akting? Jess Weixler yang bermain sebagai Dawn si dentata, bisa dibilang dapat mendukung film ini dengan perannya. Tampil menjanjikan sebagai ramaja polos di awal namun sedikit demi sedikit berkembang menjadi “monster”, bisa terlihat dari sorotan tajam matanya. Secara keseluruhan, “dentata” tampil percaya diri dengan bujet rendah namun bisa menceritakan kisah yang unik, horor yang memang tak pernah diperlihatkan sebelumnya. Dilihat dari ending-nya bisa saja film ini nantinya berlanjut ke sekuel, dengan Dawn yang sudah total berubah menjadi “penakluk pria”. Enjoy!

Rating: 3/5