“Demi setan-setan di neraka, nanti malam akan kubunuh semua penduduk desa.” Itulah penggalan dialog yang keluar dari mulut “manis” Murni (Suzanna), tukang teluh sakti yang hatinya sama rapuhnya dengan karakter-karakter perempuan di FTV reliji Indosiar. Bedanya, ketika tersakiti Murni tidak terus berdiam meratapi nasibnya, lalu menangis selama berjam-jam. Berbekal ilmu hitam yang diberikan oleh Dukun Gendon (WD Mochtar), Murni bisa kapan saja mengirim orang-orang yang menyakitinya ke alam baka, tersiksa hingga mati. Bentuk balas dendamnya bermacam-macam, dari digantung di pohon hingga tewas tenggelam di lumpur. Ratu Ilmu Hitam nantinya tidak sekedar mempertontonkan aksi-aksi brutal nan keji saat Suzanna meneluh korban-korbannya, tetapi juga menghadirkan sebuah pengalaman absurd sekaligus liar yang (sayangnya) tidak lagi bisa dinikmati dari film-film horor lokal kekinian. Walaupun film garapan Lilik Sudjio ini dirilis jauh sebelum saya lahir, rasa-rasanya Ratu Ilmu Hitam tetap bisa menandingi, bahkan mengungguli film-film horor jaman sekarang.

Dengan topik seputar balas dendam, film yang memiliki judul bule The Queen of Black Magic ini terbilang tidaklah main-main dalam urusan teluh-meneluh, detail yang dipertontonkan amatlah meyakinkan, untuk ukuran film lokal rilisan tahun 1981. Dari gerakan-gerakan aneh pada saat Murni mengeluarkan ilmu santetnya, hingga efek praktikal yang nantinya membungkus adegan-adegan pembunuhan berdarah-darah. Lilik Sudjio benar-benar menampilkan Suzanna layaknya dukun teluh betulan, memberikan pemeran Sundel Bolong tersebut jurus-jurus dengan koreografi gerakan yang tidak biasa menurut saya, termasuk melakukan akrobat lompat-melompat tengah malam dengan latar bulan segede gaban dan aksi gigit jempol kaki saat melawan Permana. Ratu Ilmu Hitam jelas film yang tidak mudah untuk dilupakan, sekali menonton, adegan-adegan epiknya akan lama menempel dalam kepala, salah-satunya tentu saja pertunjukan gerakan-gerakan absurd nan berbau mistis yang dipamerkan oleh Murni. Ke-absurd-an yang menjadikan Ratu Ilmu Hitam jadi tontonan yang unik.

Saya tak akan bilang Ratu Ilmu Hitam adalah tontonan horor menyeramkan, tapi lebih cocok disebut horor yang membahagiakan, karena setiap menitnya, Murni, Kohar si bajingan, Dukun Gendon dan karakter Dorman Borisman yang saya lupa namanya (maaf hehehe), tahu bagaimana membuat penontonnya terhibur serta sesekali tertawa, di tengah malapetaka mengerikan yang terjadi di desa. Seperti film-film horor lawas pada jamannya, Ratu Ilmu Hitam memiliki daya pikat yang besar berkat keepikannya dalam bercerita dan juga merancang adegannya, tidak lupa juga dialog-dialog dahsyat yang nantinya semakin meningkatkan level epik film yang skripnya dikarang bareng oleh Imam Tantowi dan Subagio Samtani ini. Apa yang saya rasakan ketika menonton Ratu Ilmu Hitam tidak akan bisa didapat dari tontonan horor lokal modern manapun, luapan kegirangan melihat si Kohar mencopot kepalanya sendiri sampai putus, atau ketika Murni dengan ilmu hitam ditandemkan dengan ilmu putih Permana untuk melawan si Gendon, sungguhlah sulit diutarakan oleh bahasa manusia yang santun.

Mereka yang menggilai film berunsur gore seperti saya, pastilah akan terpuaskan dengan Ratu Ilmu Hitam, tidak hanya karena dipertontonkan beragam kesadisan, tetapi juga adegan-adegan tidak bermoralnya dirancang begitu kreatif, jauh dari kesan murahan untuk menghasilkan efek mengerikan yang maksimal. Dari wajah hancur penuh cacing hingga pembuluh darah yang meledak. Hanya di film inilah saya bisa menemukan ayunan bayi yang talinya sengaja dililitkan ular sanca, satu lagi keepikan yang membuat Ratu Ilmu Hitam jadi tontonan yang begitu memikat dan tidak membosankan. Daya imajinasi liar yang melekat di setiap adegan demi adegannya tidak hanya menjadikan film semakin menarik untuk ditonton sampai selesai, tetapi juga memberikan penonton pengalaman yang belum tentu mampu didapatkan dari film-film horor bermodal efek komputer. Ratu Ilmu Hitam amat berkesan dan menyenangkan. Salah-satu film horor klasik Indonesia yang sekali lagi membuktikan Suzanna memang pantas berstatus ratu horor. Karya epik yang ingatkan kenapa saya cinta film horor lokal.