Sebagai penggemar film berdarah-darah, slasher, apapun sebutannya, munculnya Midnight Show tentu saja mendatangkan senyum lebar di wajah saya, mengingat perfilman Indonesia yang memang jarang kehadiran film seperti ini, isinya hanya orang gila yang seenaknya bunuh-bunuhin orang. Saya tidak saja butuh tontonan alternatif dikala sinema lokal dikepung oleh film-film bertemakan drama cinta-cintaan dan tangis-tangisan, tetapi juga sangat merindukan bau darah di bioskop. Jadi Midnight Show bisa dibilang muncul di saat yang tepat, dan sesekali film kita juga perlu guyuran bergalon-galon darah, tak melulu basah oleh hujan air mata. Disutradarai Ginanti Rona Tembang Asri, saya tidak berharap film ini akan sama dengan Killers ataupun menuntut bisa sesinting Rumah Dara. Meskipun dua film garapan Mo Brothers tersebut memajang nama Ginanti sebagai asisten sutradara (turut juga membantu di Safe Haven, The Raid dan Berandal), saya menginginkan Midnight Show dapat menampilkan tak saja kegilaannya tersendiri, tapi juga rasa sakit yang berbeda. Well, tantangan kecil tersebut tampaknya langsung terjawab, Ginanti yang katanya doyan film-film disturbing ini nyatanya mampu keluar dari bayang-bayang para mentornya, dan membuat film yang tak kalah sakitnya.
Midnight Show dibuka dengan amat menjanjikan, seorang perempuan tergeletak bersimbah darah digorok anaknya sendiri. Kejadian dari 15 tahun silam tersebut kemudian menginspirasi sebuah film berjudul ‘Bocah’, yang bakal mereka-ulang pembantaian keji yang dilakukan Bagas terhadap keluarganya sendiri. Salah-satu bioskop yang menayangkan film tersebut adalah Podium, alih-alih mendapatkan keuntungan dari film berstatus kontroversial, pertunjukan tengah malam justru berubah menjadi mimpi buruk, tidak saja bagi karyawannya tapi juga penonton bernasib malang, yang datang untuk menonton bukan malah kehilangan nyawa. Memanfaatkan setting bioskop betulan sebagai arena bermain-mainnya, Ginanti tidak akan terlalu terburu-buru membanjiri lantai dan temboknya dengan darah, dia punya tugas untuk memperkenalkan karakter-karakternya. Separuh pertama Midnight Show pun jadi ajang perkenalan, termasuk memberikan informasi yang secukupnya untuk karakter Naya yang diperankan oleh Acha Septriasa. Cara ini tidak saja membuat saya pada akhirnya mengetahui background story tiap orang yang berkeliaran di Podium, tapi juga membiarkan saya asyik sendiri menebak-nebak siapa yang akan berdarah-darah duluan, menerka siapa pembunuhnya.
Salah-satu keasyikan Midnight Show memang terletak pada bagian “tebak-tebak buah manggis”, siapa si pembunuh bertopeng? Apakah salah-satu dari karyawan Podium? Jangan-jangan pelakunya adalah Bagas sendiri. Rasa penasaran dengan sendirinya terbentuk, bermacam pertanyaan makin menumpuk di kepala, selagi Ginanti juga sedang menyiapkan keasyikan berikutnya. Midnight Show tentunya tidak akan membiarkan penontonnya menganggur, sambil menunggu setumpuk pertanyaan tersebut terjawab, Ginanti juga punya sederet adegan darah-darahan yang akan memancing teriakan “anjing!”. Untuk mereka yang memang menanti dimandikan oleh darah, Midnight Show tak saja akan menceburkan penontonnya ke dalam kubangan getih kalau kata orang sunda, tapi juga tahu bagaimana cara membuat adegan berdarah-darah yang menyenangkan. Tidak ada yang mubazir, setiap tetes darah betul-betul dimanfaatkan dengan sangat baik oleh Ginanti, tak disia-siakan dan tak tanggung-tanggung dalam upayanya menghadirkan adegan-adegan yang serba brutal. Darah dimana-mana, mayat bergelimpangan, Bioskop Podium berubah fungsi tak lagi jadi tempat nonton tapi area penjagalan orang.
Kelebihan Midnight Show dalam urusan brutal-brutalan memang jempolan, saya menyukai cara Ginanti mengesekusi setiap adegan pembunuhan dan penyiksaan, semua kebiadaban terbungkus rapih dan tampak meyakinkan. Terlepas dari nilai plus-nya, sayangnya Midnight Show terlihat terbata-bata saat menjabarkan layer demi layer penceritaannya. Di tengah aksi berdarah-darah yang asyik, beberapa bagian ceritanya terasa dipaksakan menjadi rumit untuk menopang twist-nya di penghujung durasi nanti. Idenya sebetulnya sangat menarik dan sakit, hanya saja Midnight Show terlalu ingin menjelaskan semuanya, mungkin takut penonton tak mengerti dengan jalan cerita ataupun twist-nya. Pengaruhnya jelas terasa ketika film mempersilahkan dialog-dialognya untuk memberi banyak penjelasan, tensi ketegangan yang awalnya sudah meninggi kemudian menurun perlahan di paruh akhir. Untungnya, Midnight Show tetap masih menyisakan beberapa kesenangan, kebrutalan dan persediaan galon-galon darah untuk disiramkan ke penontonnya, termasuk mengguyur saya yang kala itu terlihat gembira seperti anak kecil yang menonton film kartun kesukaannya, keluar bioskop saya benar-benar bau darah.
Tri Hadi
Nonton dimana nih..? Di XXI kagak ada.. Ide ceritanya kaya Coming Soon ya..? Yang film Thailand itu..
Rangga Adithia
Kebetulan ditayangkan sebagai “surprise movie” di KIFF (Korean Indonesian Film Festival) kemaren. Hmm beda kok sama coming soon, hanya settingnya saja sama-sama di bioskop.
sarcastrophe
Review-nya mantabh! Jempol!!
Gue juga doyan amis darah. 🙂
Geen
Nice review. This is what i have been waiting for. Seperti yang tadi disinggung, Indonesia jarang merilis film-film berdarah. Maka dari itu bagi penggemar film darah kayak gue, bener-bener gak sabar disiram galonan darah (lagi). Semoga cepat rilis, ada Daniel Topan juga ternyata, yang udah ngasih kejutan sebelumnya di Badoet (2015).
Andika Hilman
Waah gitu ya.. Kalo gitu pilih2 temen dulu deh sebelum nonton.
Endingnya gampang ketebak nggak?
Rangga Adithia
endingnya sih menurut gw, nga ketebak.
ulik
Adengan pembunuhanya terlalu monoton gorok leher terus.. kurang bervariasi… yup ending memang susah ditebak,walaupun sebentar bagas dewasa mukanya cocok jadi psikopat pasti seru kalau ada kelanjutanya
nita
filmnya keren, ulasannya juga keren! btw, tau ostnya gak? lagi nyari gak nemu. thanks before 🙂
Rangga Adithia
Judul lagunya “Sang Penikam”, penyanyi Noh Salleh.
Awan
Bagus sih. Tp ada yg bikin saya bingung. Si pembunuh kan sutradaranya yg diperankan Bimo. Tp kok waktu Bimo mengikat orang2 di bioskop untuk nonton film yg pas sutradara dipaksa ngebunuh 2 orang dg alasan keluarganya terancam yg meraninnya bukan Bimo ya? Rada aneh di bagian ininya.
Rangga Adithia
Orang di video itu Ganindra Bimo kok, cuma dipermak aja mukanya pake brewok-brewokan.
Awan
terlihat beda ky yg pake 2 aktor. hebat berarti akting bimo pas pake brewok. pangling. dia ini yg aktingnya paling ngena.
Mega Kumiko
di awal film ini terlihat menjanjikan. mood terjaga dengan baik terus..sampai lah pada pertengahan film, terasa mood mulai menurun yang harusnya kalo bak mobil balap menuju top speed, di momen ini biasanya menjadi kayak lompatan energi buat ending film ini terasa masive. walau terkesan (buat saya) film ini agak mengambil scene ala-ala Saw (pas adegan para aparat pengadil di culik dan di bunuh), tapi untuk ukuran film indonesia yang fakir miskin akan film sejenis ini, Midnight Show mempunyai twist yang cukup lah untuk di sebut Pintar.