Siapa disini yang takut sama yang namanya badut? Saya tidak takut badut, tetapi saya mengenal beberapa teman yang mengaku takut badut. Bahkan di Inside Out, ketakutan terbesar Riley digambarkan berwujud sosok badut bertampang seram berjuluk Jangles. Badut memang tidak selamanya bertampang lucu atau memiliki tingkah yang mengundang tawa, banyak film horor yang justru merubah bentuk badut yang identik dengan kelucuan tersebut jadi semacam monster mengerikan yang siap menakuti ataupun memangsa korbannya, dari Pennywise di “It” (1990) sampai badut di “American Horror Story: Freakshow”, dari si Captain Spaulding di “House of 1000 Corpses” (2003) hingga badut zombie di “Zombieland” (2009). Tidak satu pun dari badut-badut itu yang memang diniatkan untuk jadi sumber tawa, melainkan untuk meneror penontonnya. Tapi badut memang pantas untuk ditakuti, apalagi jika menyebut nama Pogo the Clown alias John Wayne Gacy, Jr si pembunuh berantai yang bertanggung jawab atas hilangnya nyawa 33 remaja di Amerika pada tahun 70-an. Di balik dempulan make-up tebalnya, siapa yang bisa menyangka seorang yang gemar memakai kostum badut seperti Gacy, kemudian tega membunuh sekaligus mengubur korban-korbannya di rumahnya sendiri.
Jadi wajar jika seseorang takut, benci atau fobia dengan badut, karena kita tidak pernah tahu siapa orang dibalik riasan dan topeng badut tersebut, apakah orang normal atau psikopat seperti Gacy si Killer Clown. Kini, kisah mengerikan tentang badut kembali ditampilkan dalam bentuk film horor berjudul Badoet, diarahkan oleh Awi Suryadi (Street Society) dan diproduseri Daniel Topan yang ikutan eksis juga sebagai pemain. Jika Rob Zombie punya Kapten Spaulding, Badoet tidak mau kalah menyodorkan sosok badut ngehe bernama Kapten Cilukba, sesuai dengan julukannya, si badut memang nantinya diperlihatkan suka men-cilukba-in orang-orang yang akan jadi korbannya. “Cilukba” tampaknya jadi akan punya arti lain setelah saya menonton Badoet, tidak lagi lucu seperti yang dipertontonkan sang pemberantas sindikat perdagangan wanita (saya tak perlu menyebut namanya). Film horor yang dibintangi juga oleh Christoffer Nelwan, Ratu Felisha, Aurellie Moeremans dan Ronny P Tjandra sebagai Kapten Cilukba ini, akan berbeda dari kebanyakan film horor Indonesia yang biasanya saya tonton, bukan saja karena sumber ketakutannya yang sekarang berasal dari sesosok badut berpenampilan berdarah-darah menyeramkan, tapi juga berkat pengemasannya yang mumpuni.
Berlokasi di rumah susun, penampakan horor Badoet tidak akan dilepas tergesa-gesa, Awi justru mengajak saya untuk berkeliling, memperkenalkan satu-persatu karakternya, dari Donald yang doyan twitwar soal sepakbola sampai Raisa yang anaknya nanti jadi sumber malapetaka—well lebih tepatnya sebuah kotak musik yang ditemukan si anak. Setting-nya ditampilkan apa adanya, sebagai penyokong atmosfer yang nantinya perlahan dihembuskan ke setiap sudut bangunan rumah susun, ruangan cuci, tempat fotocopy, lapangan bermain, termasuk juga nantinya pasar malam. Sambil menyiapkan kejutan-kejutannya, Badoet akan terlebih dulu membuat penontonnya tidak nyaman oleh hawa yang tidak mengenakan, seolah-olah peringatan ada “sesuatu” yang sedang mengintai dari kejauhan dan bakalan terjadi sesuatu yang mengerikan. Rasa nyaman kita memang yang pertama akan diserang, tidak saja oleh suasana yang makin mencekam tapi juga adegan-adegan disturbing yang melibatkan anak-anak. Dicekoki kebiadaban, paruh awal Badoet jelas tak pantas untuk disebut mengasyikkan, apalagi bagi mereka yang memiliki anak. Waduh, si Kapten Cilukba belum nongol tapi Badoet sudah begitu horor.
Asupan cerita yang kelam kian menambah efek tidak mengenakan, mendampingi sosok badut buruk rupa, mengerikan, bersenyum lebar yang datang untuk tebar teror. Meskipun template-nya tetap film hantu, Badoet tidak sembarangan kasih penampakan, dan formula jump scare-nya pun cukup efektif dalam menciptakan daya kejut yang menyenangkan. Kemunculan Kapten Cilukba selalu terlihat amat sederhana, tidak dilebih-lebihkan, toh dalam posisi diam berdiri di pojokan yang hanya bercahayakan lampu remang-remang, si badut sudah tampak garang nan seram. Terbantu oleh level mencekam yang pas, atmosfer yang juga terasa makin suram, Awi nantinya lebih leluasa untuk mempermainkan trik menakuti-nakuti. Tidak melulu menghadirkan wujud badut secara utuh guna menciptakan momen menakutkan, ada saatnya penampakan pakaian badut dan balon juga kemudian dimanfaatkan dengan brengsek untuk mengajak penonton ikut merinding. Daya pikat Badoet pun tak terfokus hanya pada caranya mengobrak-abrik mental, tapi melebar ke tata produksinya yang apik dan lantunan scoring yang mantab. Selain adegan ketika Ratu Felisha baca ayat kursi, sajian musik elektroniknya termasuk bagian favorit saya di Badoet, mencekam, menghentak dan memecut adrenalin.
Santhy
Ada satu hal yang bikin saya penasaran mas, ketika tokoh ‘org pintar’ melakukan flashback tentang musibah anak no 2 dan 3 kan diceritakan seolah2 dia bisa kembali melihat yg terjadi di masa lalu dan seolaj2 hadir disana melihat prosesnya hingga kita sbg penonton biaa melihat detail. Kenapa tentang proses yang anak no 1 si baba ini engga diceritain ya? Apakah kena sensor?
Rangga Adithia
Entahlah, mungkin benar terkena sensor karena memperlihatkan anak gantung diri, tapi di ‘Nenek Siam’ ada juga adegan anak bunuh diri. Bisa jadi terlalu ekstrim dan si pembuat film tak mau ambil resiko memasukkan bagian Baba ke filmnya.
Santhy
Iya mas sepertiny engga lolos sensor
Oh ya makasih mas atas reviewnya selama ini, saya dan suami termasuk hobi nonton seminggu bisa dua sampai tiga kali nonton ,biasanya kalo film luar saya pakai patokan nilai IMDB kalau film lokal saya pakai patokan review mas rangga hehehe kalo review bagus baru kami nonton. Dan entah kenapa kalo mas rangga bilang bagus memang bagus, kalo bilang jelek dan kami maksa nonton alhasil jelek juga hahahaha
Terakhir malam jumat kami nonton misterius di Blitz bandung hehehe nonton jam 9 malam dan dibioskop cuma kami berdua , suasananya kena, tegang dari awal sampai akhir hehe
Rangga Adithia
Wah sama-sama yah, senang review saya bisa membantu. Lanjutkan nonton film-film Indonesia!
Irawan
Ni badut pas hidupnya mengancam, pas udah jd hantu mencekam….serem banget hidupnya. Puas nontonnya dan penasaran nebak-nebak sequel-nya…jngan2 si donal cuma becanda ya cilukba di bwh tngga, atau ntar nyeritain tu arwah anak2, hii serem jd mkin byk yg cilukba.
bram
nih film emang kemasannya keren abisssss.berasa nonton film2 horor buatan luar negri deh.. yang menjadi catatan ane, nih film skripnya aga2 kurang jago. buanyak banget dialog2 kaku en ga natural. jadinya, akting pemain yang udah lumayan kaku, makin kaku dengan dialog2 ga penting, terutama di 1/3 awal film. horrornya dapet, lumayan tegang, en seru. bagian 1/3 kedua film adalah yang terbaik, waktu badutnya udah mulai nongol. endingnya, walo typical, tp tetep keren.
Udin badut
waduh, lagi lagi badut hehe.
but keep calm, and badut was, is an will be funny everlasting.
reviewnya okay mas, kemarin malam, pak Mupri selaku badut pertama di undang ke acara Hitam Putih nya trans7, ya beliau dimintai tanggapan mengenai film ini tentunya, karena sedikit banyak mempertanyakan eksistensi badut yang selama ini merupakan penghibur anak melalui caranya yang jenaka, termasuk kami, dan saya sebagai perwalian dari sanggar badut sulap dindut.com. hehehe
sebagai karya seni film, film badoet okay dan ….. hehe tambah sendiri ya
salam hangat
udin badut
koordinator sanggar badut sulap kota tangerang
To'IF
Theme songnya >>>>> https://www.youtube.com/watch?v=N0_NIu-gtRY