Sebuah keisengan berlanjut sampai ke chapter ke-4, sekitar satu setengah tahun yang lalu gw memberanikan diri untuk buat daftar film horor pendek terngehe—nga pernah pede yang namanya bikin list, apapun itu. Niatnya hanya ingin kasih lihat film-film horor pendek yang sengaja udah gw kumpulin, yah saling berbagi. Nah, setelah itu malah ketagihan buat bikin horrortherapy lanjutan, apalagi dari komentar-komentar yang masuk, responnya positif, gw pun semangat bikin lagi. Dari hanya sebuah list dadakan untuk menyambut Halloween, gw memutuskan untuk menjadikan horrortherapy sebagai feature wajib di blog ini, yah tidak tiap bulan muncul, karena gw harus ngumpulin bahan-bahannya dulu, dikurasi dari sekian banyak film pendek horor yang bertebaran di internet, khususnya Vimeo dan Youtube. Ngumpulinnya aja kadang bisa 1-2 bulan sendiri (ini pun kalau lagi rajin, kalau lagi males yah bisa berbulan-bulan hahahaha).

Untuk horrortherapy chapter ke-4 ini, sama seperti sebelumnya, gw nga hanya ngasih lo film setan-setanan, tapi ada juga yang sadis-sadisan dan yah tentu saja ada yang lucu-lucuan, di setiap horrortherapy gw sengaja masukin film yang berbau komedi, supaya makin beragam aja (istirahat dulu nonton yang lucu sebelum dihajar lagi sama yang berdarah-darah). Oh iya, mau cerita sedikit, gw awalnya mau membuat horrortherapy khusus untuk film-film horor pendek dari lokal, tapi nga terlalu banyak yang gw temuin, jadi sekali lagi jika ada yang mau kasih rekomendasi film pendek horor lokal yang ngehe, silahkan colek gw yah. Kaya apa tuh filmnya? Well, gw punya contohnya di horrortherapy ke-4 ini, ada dua judul film buatan dalam negeri yang menurut gw cukup ngehe, dan menurut gw pantas untuk masuk dalam playlist kali ini. Penasaran? Silahkan tonton saja sendiri, selamat menikmati sepuluh film di horrortherapy chapter 4!!

[button link=”http://raditherapy.com/2012/10/horrortherapy-10-film-pendek-terhoror-dan-terngehe/” text=”HorrorTherapy #1″ title=”HorrorTherapy #1″ color=”red” size=”large”] [button link=”http://raditherapy.com/2013/03/horrortherapy-10-film-pendek-horor-terngehe-2/” text=”HorrorTherapy #2″ title=”HorrorTherapy #2″ color=”red” size=”large”] [button link=”http://raditherapy.com/2013/10/horrortherapy-10-film-pendek-horor-terngehe-3/” text=”HorrorTherapy #3″ title=”HorrorTherapy #3″ color=”red” size=”large”]

-Perhatian: klik gambar untuk menonton filmnya-

1. Silentia Series

Nga banyak film pendek horor lokal yang beredar di internet sana, begitu nemu satu-dua yang menurut gw ngehe, tentu saja senang bukan main. Makanya gw sengaja naruh “Silentia Series” sebagai pembuka, buat ngasih liat kita juga punya nih film pendek berlabel horor yang gigit banget (duh bahasanya). Masih punya kekurangan sih, tapi gw disini bukan untuk menilai kekurangan-kekurangan itu, tapi sekedar sharing film yang memang pantas untuk gw kasih status “ngehe” sih. Proyek keroyokan Evanggala Rasuli, Rian Gautama dan Dwi Lukita ini ngingetin gw sama formula yang dimiliki “Tales of Terror from Tokyo”, dengan durasi yang hanya beberapa menit, tapi cukup efektif dalam mengantarkan ketakutannya ke penonton, apalagi setting yang begitu dekat dengan kehidupan sehari-hari kita.

2. La Cruz

Gw jadi inget perkataan sahabat gw, “hati orang siapa yang tahu”, sama kaya kita nga pernah tahu apa isi pikiran orang. “La Cruz” atau jika diterjemahkan berarti “The Cross” seperti menyimpulkan itu, seseorang bisa berkata dia baik-baik saja tapi ternyata hati dan pikirannya bertolak belakang 180 derajat. Cara mengemas Alberto Evangelio juga sangat rapih, di beberapa menit awal kita dibiarkan sama sekali tidak tahu ini sebetulnya film tentang apa, justru terkesan sebuah drama antara seorang Ayah dan anak perempuannya yang sedang belajar nyupir. Film ini tahu bagaimana membangun momen dan atmosfirnya, sambil bercerita lewat percakapan ayah dan anaknya. Esekusi Alberto tak terkesan terburu-buru, tahu dimana saat yang tepat untuk memelintir cerita, dari yang hanya drama berubah jadi horor yang tak terbayangkan sebelumnya.

3. To My Mother and Father

Iseng lagi cari film yang kadar watdefak-nya tinggi, eh nga sengaja menemukan “To My Mother and Father”, mental gw benar-benar nga siap dengan apa yang kemudian dipertontonkan disini. Well, film ini bukan sekedar ngasih gw sebuah sajian berdarah tapi juga sukses ngacak-ngacak otak gw. Awalnya terkesan biasa tapi begitu film memulai kengeheannya, lo udah terlambat buat mundur ataupun nge-close halaman browser, karena film ini nga bakal ngebiarin lo buat menekan tombol pause di Youtube. Kebrutalannya bukan dari visualnya yang memang tak bisa dicerna oleh nalar orang normal, tapi juga ide brengsek yang dijejalkan film ini ke otak gw. Hasilnya, menyenangkan sekaligus tidak nyaman pada saat yang bersamaan. Menyenangkan dengan visualnya, tidak nyaman dengan idenya.

4. Luna

Ada apa dengan sutradara-sutradara dari Amerika Latin ini, isi kepalanya benar-benar susah ditebak dan ide filmnya selalu sinting, termasuk Antonio Perez yang menyutradarai “Luna” ini. Apa yang sebenarnya terjadi mampu disembunyikan dengan rapih oleh Perez, tersembunyi dalam plot yang generik. Kalau dilihat film ini memang bakal mudah ditebak, tapi disitulah menariknya “Luna”, kita digiring untuk percaya film ini bakal berakhir seperti apa yang kita kira, itulah kemauan Perez dan dia berhasil menjebak gw sejak awal. Disuguhkan dengan teknis yang mumpuni dengan balutan mood yang asyik, main tebak-tebakan bersama “Luna” jadi semakin mengasyikkan. Gw jadi penasaran, dengan konsepnya yang beda, apa jadinya jika “Luna” dijadikan film panjang, tampaknya menjanjikan.

5. Cut

Film pendek yang satu ini punya caranya sendiri untuk mengejutkan gw, dengan ide yang menarik, “Cut” diesekusi dengan baik oleh Peter Lemper. Gw nga akan memberitahukan kejutan apa yang sebenarnya dimiliki oleh film ini, penasaran? Silahkan tonton sendiri, gw nga bakal banyak-banyak cerita lagi.

6. Mati Lampu

Hah!! Satu lagi nih film horor pendek lokal yang beneran horor, sesuai judulnya kita akan diajak untuk ber-mati-lampu-ria sambil nantinya ditakut-takuti dengan cara yang bisa dibilang konvensional, namun tetap efektif dalam membuat bulu kuduk gw berdiri-diri girang. Caranya menakut-nakuti memang tak lagi baru, gw akuin itu, tapi setidaknya “Mati Lampu” tahu bagaimana memanfaatkan suasana dan atmosfirnya untuk bekerjasama membuat gw merinding begitu lampu mati dan penampakan demi penampakannya muncul. Biar nambah ngehe cobain deh nontonnya sambil ikutan matikan lampu dengan suara speaker dikencangkan.

7. Incubator

Bayangkan ini, lo kebangun di sebuah bathtub berisi es batu, berlumuran darah, di bagian perut ada bekas jahitan dengan pesan “terima kasih” di kaca. Mungkin bakal kaya Luke Sorge di “Incubator” ini, bertanya-tanya kebingungan apa yang sebenarnya terjadi sambil panik mencari jawabannya. Sejak menit awal film ini memang sudah sengaja bikin gw bingung, berteriak-teriak “anjing, ada apaan sih ini? siapa yang lakuin ini semua?”, sejak awal memang sudah ngehe. Pujian patut diberikan pada Luke, yang mampu tampil sendiri membangun ketegangan sejak menit awal sampai akhir, berkat aktingnya yang sinting. Gila, 6 menit yang ngilu! “Incubator” tahu bagaimana menangkap kegilaan di filmnya dan menyalurkan ke penonton, untuk ikutan gila, didukung juga dengan pengambilan gambar ciamik serta efek yang asyik, “Incubator” benar-benar ngehe banget!

8. Adjust Tracking

Ah! “Adjust Tracking” ini jenis film horor yang gw suka, bukan karena kontennya yang berdarah saja, tapi lihatlah bagaimana film ini dibungkus, dipresentasikan seakan-akan ini film horor 80-an, lengkap dengan visual jadul ala VHS. Didukung pesan moral (apaan ini bawa-bawa pesan moral segala) dan ide cerita yang unik, “Adjust Tracking” merupakan sajian renyah sekaligus gurih, hmm jadi lapar.

9. SHHH

Kalau sudah pernah menonton film-film Guillermo del Toro, begitu melihat gaya “SHHH”, pasti spontan akan bilang “hey, del Toro banget nih!”, nuansa fairytale-nya begitu kental dan familiar. Kalau lo rasain apa yang gw rasain, wajar saja kok karena si pembuat film mengakui “SHHH” memang terinspirasi karya sutradara Pan’s Labyrinth tersebut, bahkan lebih khusus lagi inspirasinya didapat ketika melihat wawancara del Toro yang menyebutkan mimpinya tentang monster saat masih kanak-kanak. Dipresentasikan layaknya sebuah dongeng sebelum tidur, apa yang disuguhkan “SHHH” begitu menarik, apalagi ketika sosok sang monster penghuni kamar mandi dimunculkan. “SHHH” memang bukan tipikal film horor yang bakal bikin lo takut ke kamar mandi setelah nonton, untuk nakutin-nakutin film ini memang lemah, level kengehaannya justru datang dari kemasan, cerita dan efek monster yang benar-benar menakjubkan.

10. T is for Thread

Brutal! Udah itu aja!