Sebuah sekuel tentu diharapkan dapat menghadirkan sesuatu yang baru, yang lebih ketimbang apa yang pernah disajikan oleh film pertama. Apa “Air Terjun Pengantin” melakukannya? iya, menambahkan embel-embel “Phuket”, salah-satunya… tunggu! maksud saya satu-satunya yang benar-benar baru di film ini, sisanya yah sama saja, hanya setting yang sekarang pindah ke Thailand. Masih juga disutradarai oleh Rizal Mantovani, yang sebelumnya sukses dengan “5 cm”, “Air Terjun Pengantin Phuket” tetap berada di jalur slasher… sebuah genre yang sebetulnya bisa tampil asyik walau dengan cerita seadanya. Toh biasanya jika darah yang ditumpahkan cukup, saya tak lagi peduli mau seperti apa ceritanya…tapi “Air Terjun Pengantin Phuket”, atau yang selanjutnya akan saya singkat menjadi ATPP, jelas tidak saja menyodorkan saya plot cerita yang bodoh, hidangan utama: slasher…apapun sebutannya juga ternyata tidak kalah “mencekam” dari film pertama. Jika saya boleh jujur, ATPP justru terlihat lebih buruk ketimbang pendahulunya, dan saya kecewa kenapa Tamara Blezynski di film ini tidak banyak buka-bukaan…padahal itu yang saya tunggu, eh.

Ada yang salah dengan tagline film ini, “this time she fights back”, bukankah sudah dari film pertama Tiara fights back, makanya bisa selamat dari pembunuh bertopeng Chris Fehn-nya Slipknot…atau saya lebih senang menyebut petruk. Seharusnya sih ada penambahan kata again, sama seperti film ini yang lagi-lagi mengulang apa yang sudah pernah dilakukan di film pertama. Setelah kejadian yang merenggut nyawa tunangan dan teman-temannya di Pulau Pengantin, Tiara yang diperankan Tamara Blezynski diceritakan memutuskan untuk pergi Thailand. Tanpa ada yang baik hati mau menjelaskan ke saya kenapa, Tiara sekarang tiba-tiba sudah menjadi petarung Thai Boxing, tak sekedar iseng tapi betul-betul bertarung di ring… dan menang. Oke, pada suatu hari datanglah Alan (Darius Sinathrya), sahabat Tiara sejak kuliah, yang mengajak serta keponakannya Maureen (Kimberly Ryder), Kenny (Stephan William) dan Aida (Una Putri). Bersama Lea (Laras Monca), sahabat Tiara selama di Thailand, mereka memutuskan untuk pergi ke pulau… saya lupa apa nama pulaunya, tapi jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, artinya pulau pengantin… jreng-jreeeng! Begitu kata Tiara yang memang sudah cukup mahir bahasa Thailand. Pantai indah sudah menunggu Tiara dan teman-temannya, sambil menunggu satu-persatu mati, saya lebih dulu disuguhkan atraksi foto-foto dan pesta bikini, woo-hoo!!

Tamara Blezynski bisa nendang, whoooa!! bisa mukul, whoaaa!! itu sebuah nilai plus yang tidak dieksplor film pertama, yah sekuelnya ini betul-betul menyiapkan Tiara untuk sekali lagi berhadapan dengan petruk, yang kali ini tidak sendirian tapi bawa teman-temannya sekampung, ternyata mereka semacam pemuja setan. Tapi bukan berarti dengan bumbu action, membuat ATPP naik satu tingkat, adegan berantem, termasuk opening-nya bisa dibilang jelek, sejelek tata suara film ini yang labil, begitu juga dubbing-nya yang super mengganggu, suara kemana mulut kemana, terdengar jelas kalau suaranya masih ala rekaman di studio, tidak dikulik sedemikian rupa untuk setidaknya nyampur sesuai dengan adegannya. Duh, hampir separuh film yah seperti mendengar film kartun anak-anak yang di-dubbing, film anak-anak itu justru lebih baik, ketimbang ATPP yang hanya punya dialog “horeee!!”, “waaah pantaaaai!”, “kesana yuk”, “waaah air terjuuun!”. Saya lebih rela jika ATPP tanpa dialog saja, toh punya dialog pun malah makin menjelaskan betapa bodohnya film ini, dan membuat saya justru kepingin menggorok leher sendiri setiap dialog-dialog bodoh itu muncul. Mungkin juga karena karakter-karakter dalam film ini pun bodoh, membuat saya ingin cepat-cepat melihat mereka mati, jadi buat apa susah payah memberi mereka dialog yang cerdas.

Saya baru tahu jika pemuja setan juga bisa narsis, salah-satu adegan di ATPP ngasih tahu itu, di ruang pemujaannya tidak saja ditemukan alat-alat ritual tapi juga gelinya foto-foto para pembunuh bertopeng petruk ini sedang bergaya, banci kamera pula tampaknya, dipajang entah untuk maksud dan tujuan apa. Dengan formula ulangan dari film pertama, hampir tidak ada satu adegan pun yang sukses membuat saya mengubah wajah datar, yang terpajang dari awal film. Scoring-nya yang luar biasa berisik justru membuat saya mengantuk ketimbang ikutan tegang. Melihat adegan si petruk mulai menyiksa korban-korbannya, justru terlihat bodoh, apalah itu jogetan yang tidak perlu. Mau bunuh orang, joget-joget dulu, abis bunuh orang, joget-joget lagi. Mungkin jika tariannya se-epik yang dimiliki “Ratu Sakti Calon Arang”, saya bisa menikmati, tapi apa yang diperlihatkan petruk-petruk di ATPP sungguh tidak jelas dan tanpa maksud, absurd, mau mistis malah jatuhnya menggelikan. Jika Tiara jadi tampak jagoan dan mudah mengalahkan para pemuja setan, saya malah kesulitan untuk menemukan cara yang tepat untuk menikmati film ini, padahal sudah tidak pakai otak nontonnya, tetap saja manyun. Biasanya adegan-adegan bodoh tersebut hanya akan saya respon dengan tertawa, walaupun tidak ada yang lucu, tapi ATPP benar-benar hebat dalam urusannya “menyiksa” penonton. Saya tidak sabar untuk menunggu film ketiga… serius, hahahahaha.