Ketika disana ada nama “Sadako”, yang terbesit di pikiran saya adalah, sosok hantu berambut panjang lengkap dengan baju putihnya, lupakan adegan keluar dari sumur yang sampai saat ini masih nangkring di ingatan, hanya menyebut namanya saja itu sudah cukup untuk membuat saya menahan pipis sampai pagi, tidak berani malam-malam ke kamar mandi (padahal jaraknya hanya sejengkal). Well itu dulu saat saya pertama kali kenal Sadako di “Ring”, sejak saat itu film horor Asia jelas mimpi buruk “terindah” saya. Tren hantu berambut panjang dengan cepat, layaknya virus, mulai menulari banyak film-film horor Asia, termasuk juga Indonesia. Tapi tetap saja, hati saya hanya milik Sadako saja, sampai akhirnya kelak direbut oleh Kayako. Jika ranah Hollywood punya ikon-ikon horor macam Jason Bourne… eh Voorhees, Leatherface, Freddy Krueger sampai Jigsaw, Asia diwakili oleh Jepang punya Sadako. Salah-satu dari ikon horor yang tidak perlu tampil ribet dengan segala dempulan make up dan efek canggih, tapi mampu “mencekik” nyali hingga ciut. Sadako itu seperti lahir dari rahim horor, yang hadir hanya untuk satu tujuan, menakuti penonton, sesederhana itu. Jadi jika tahun ini, Sadako “dipaksa” untuk keluar dari sumurnya lagi, tentu saja saya tidak berharap “Sadako 3D” menjadi film horor yang fun. Jika saya mencari film horor macam itu, saya tinggal mengacak-ngacak koleksi horor saya dan menonton lagi “Tokyo Gore Police”. Ketika disana tertera nama Sadako, film tersebut yah harus seram, menakutkan dan bukannya menyenangkan. Titik!

“Sadako 3D” bukanlah remake atau reboot, saya bisa bilang ini hanya seri “maksa” dari franchise “Ring”, memanfaatkan teknologi tiga dimensi yang sedang nge-trend. Tidak ada yang salah mengajak Sadako keluar dari sumurnya dan membiarkan dia “bermain-main” dengan teknologi baru, jika disiapkan dengan benar, mungkin ini akan benar-benar jadi film horor yang menyeramkan. Namun sayangnya Tsutomu Hanabusa seperti tidak tahu bagaimana membuat Sadako kembali terlihat “Sadako” dengan kacamata 3D. Di zaman dimana semua serba digital dan informasi didapat dengan mudah lewat internet, Sadako tidak mungkin kembali meneror dengan cara oldskul-nya, mengutuk lewat videotape dan keluar dari televisi layar cembung. Jadi di “Sadako 3D” video di internet jadi media penyebar kutukan, bisa dibilang Sadako juga melek internet, nga gaptek. Mungkin Sadako sebelumnya berkonsultasi dahulu dengan Setan Facebook dari Indonesia, bagaimana sih cara menakuti orang jaman sekarang. Maka nantinya di “Sadako 3D”, Sadako tidak hanya jadi selebritis internet, tapi juga bisa muncul dari layar handphone, laptop, dan komputer, bodoh? memang. Semua bermula dari sebuah video bunuh diri Kashiwada Seiji yang disiarkan secara live di internet, di akhir siaran, tidak hanya Kashiwada yang tewas tetapi juga orang-orang yang menonton videonya. Anehnya, walau video bunuh diri yang kemudian populer di dunia maya sebagai “video kutukan” ini sudah dihapus dan tidak bisa lagi diakses di internet, korban tetap berjatuhan, semua seakan mati bunuh diri. Apakah Sadako benar-benar bangkit kembali hanya untuk jadi artis youtube?

Saya tidak menyangka jika “Sadako 3D” akan sebodoh ini, jika di trailer-nya bodoh, saya bisa memaafkan, tapi setelah membayar 45 ribu dan ternyata filmnya pun jauh lebih bodoh, well ini pertama kalinya saya sangat menginginkan uang saya kembali. Jika yang diinginkan Tsutomu Hanabusa adalah mempermalukan sebuah horor yang begitu melegenda ini, yup dia sudah berhasil melakukan itu. Sadako mungkin akan mencukur habis rambutnya dan bunuh diri ke dalam sumur, setelah ini, karena tak bisa menahan malu. Jika kebanyakan film horor berusaha sekeras mungkin untuk membuat penontonnya penasaran di 10 menit pertama-nya, “Sadako 3D” sebaliknya langsung membuat saya kehilangan “nafsu” menonton, sejak menit awal, Kashiwada tertawa-tawa sambil membuang mayat ke dalam sumur sudah sangat mengganggu, ditambah dengan tangan Sadako hasil polesan CGI yang muncul tiba-tiba dari layar komputer, serentak penonton termasuk saya berteriak “apaan sih??!!”. Itu bagi saya sudah jadi pertanda buruk, jika film akan bergulir membosankan, tebakan saya kali ini benar. Film belum masuk ke paruh keduanya, saya sudah resah berganti posisi kaki, menguap beberapa kali dan walaupun tidak sampai tertidur, mood saya sudah tertidur nyenyak tak terganggu oleh teriakan-teriakan di film ini. “Sadako 3D” hanya berusaha sedemikian rupa untuk tampil “layak” dengan kacamata 3D, tapi sayang lupa untuk tampil seram. Buang jauh-jauh bayangan penampakan Sadako yang dulu pernah dilihat di trilogi “Ring”, karena sekarang Sadako seperti di-bully oleh filmnya sendiri, bukannya menakutkan tapi menggelikan, rambut panjangnya pun sekarang tak akan bisa menyelamatkan Sadako dari betapa buruknya film ini.

Saya kangen dengan kemunculan-kemunculan klasik Sadako, klise tak apa-apa asal tetap membuat jantung ini berhenti berdetak, saya ingin sekali bisa merasakan itu, momen “bercanda” dengan Sadako. Entah apa setan mana yang merasuki Tsutomu Hanabusa, hingga ia merasa baik-baik saja dengan segala dempulan CGI dimana-mana dan efek suara berlebihan—sekilas saya teringat kepada Nayato—yang justru menjadi semacam boomerang bagi Sadako dan kemunculan-kemunculannya di film ini. Saya benci film horor yang terlalu memaksakan efek komputer sebagai senjata untuk menakut-nakuti, dan itu terjadi di “Sadako 3D”. Tangan Sadako keluar dari layar laptop! kehormatan Sadako seperti terenggut begitu saja, yah beginilah jika Sadako berguru pada setan facebook. Tak hanya mudah ditebak tetapi juga tidak seram, ini seperti menyuruh Sadako untuk melakukan harakiri. Jika itu tak cukup untuk membuat malu Sadako, penonton cewek di sebelah kanan dan kiri saya justru malah tertawa, bukannya berteriak histeris sambil menutup mata. Ketika Hollywood membuat saya tersenyum dengan horor-horor yang belakangan makin asyik, entah kenapa Asia, khususnya Thailand dan Jepang justru horornya makin membuat saya manyun. “Sadako 3D” tidak saja menjadikan sosok Sadako jadi begitu bodoh, namun menghancurkan reputasinya sebagai salah-satu hantu terseram. Mungkin apa yang dimaksud kutukan di film ini bukanlah video buatan Kashiwada, tapi film ini sendiri, begitu sangat membosankan sampai akhirnya daya tarik horor di film ini “mati”. Jadi apakah ini film horor terburuk tahun ini? maaf Sadako, tapi saya harus bilang “iya”.