Review Attack The Block

Tampaknya kali ini Los Angeles, New York, atau kota-kota besar lain di Amerika atau dunia, yang biasanya jadi kota langganan serangan alien, harus mengalah karena tak lagi dijadikan tempat favorit sebuah invasi alien. Seperti Neill Blomkamp di “District 9” yang lebih memilih memarkirkan kapal induk alien di atas kota Johannesburg, Afrika Selatan, yang notabennya jarang disinggahi tamu dari planet lain (melirik film-film alien yang sudah-sudah). Sekarang giliran Joe Cornish yang lebih memilih daerah di London Selatan sebagai arena bermainnya, bersama alien-aliennya yang berjatuhan dari langit. Daerah ini memang lebih pantas dijadikan lokasi perang antar geng, tapi untuk kali ini, Cornish yang melakukan debut penyutradaraan di film “Attack The Block” ini, punya kejutan menarik ketimbang melihat manusia versus manusia berkelahi di bar saling lempar botol. Blok demi blok kota di pinggiran London ini nantinya akan jadi arena pertempuran, tunggu bukan antara polisi atau pihak militer yang menembaki gerombolan alien, lupakan deh tipikal film alien besar-besaran ala Hollywood yang melibatkan peralatan canggih dan tentara dengan senjata lengkap. “Attack The Block” hanya akan berisi anak-anak remaja tanggung yang akan mempertahankan daerah mereka dengan senjata seadanya, jika saya bilang seadanya berarti itu termasuk tongkat baseball dan petasan.

Cerita bermula dari gerombolan berandalan, Pest (Alex Esmail), Dennis (Franz Drameh), Jerome (Leeon Jones), Biggz (Simon Howard), dan ketua geng mereka Moses (John Boyega), yang merampok seorang wanita muda Sam (Jodie Whittaker). Selagi mereka asyik meminta barang-barang berharga Sam yang sehari-hari bekerja sebagai perawat ini, tiba-tiba dari langit jatuh benda bersinar yang langsung menghantam atap sebuah mobil hingga hancur. Malam itu memang sedang ramai orang menyalakan petasan, tapi yang jelas itu bukan salah-satu dari petasan yang nyasar, bom juga terlalu berlebihan, mungkin hanya meteor. Tidak peduli dengan benda apa yang sebenarnya jatuh itu, Moses hanya peduli apakah ada barang yang bisa dicuri di mobil yang hancur tersebut. Tapi yang dia dapat justru luka di wajahnya, karena tiba-tiba sesosok makhluk tidak dikenal menyerang Moses. Makhluk berbulu yang mereka sebut sebagai “Dobby” ini pun akhirnya mati di tangan Moses, kemudian Moses dan geng-nya membawa Dobby ke kediaman Ron (Nick Frost), seorang pengedar narkoba yang mereka percaya tahu segalanya hanya karena dia sering melihat program di National Geographic. Mereka sepakat Dobby bukan binatang dari bumi dan tidak perlu menunggu lama sampai akhirnya teman-teman aliennya datang menyusul. Moses dan teman-temannya pun sangat bersemangat ingin memburu semua alien, dengan variasi senjata dari golok, katana, sampai seikat petasan. Apakah mereka masih bersemangat ketika tahu alien yang akan mereka hadapi jauh lebih besar dan jauh lebih garang daripada Dobby?

Review Attack The Block

“Attack The Block” bolehlah dibilang film bertema invasi alien dengan skala kecil, bujet pun tidak terlalu besar, hanya sekitar 8 juta pound sterling. Tapi bicara soal cara film ini dalam menghibur, saya dengan percaya diri mengatakan Joe Cornish sudah melakukan semuanya dengan maksimal, alhasil film yang tayang perdana di Festival Film SXSW 2011 ini tampil memukau dari awal sampai akhir. Tatkala film-film alien berbujet besar dengan efek gila-gilaan justru terkadang mengecewakan, ATB yang punya efek visual yang minimalis, sebaliknya bisa menghajar penontonnya dengan tingkat keseruan yang bisa dibilang amat sangat efektif. Karena trailer film ini begitu “pelit” memperlihatkan sosok alien (sudah pasti) dan ingin menyiapkan kejutan ketika kita menonton nanti, tentu saja yang saya pikirkan di awal adalah bagaimana rupa dan bentuk alien di film yang juga ditulis oleh Joe Cornish ini. Well, saya tidak dikecewakan, tidak perlu desain alien yang aneh-aneh, film ini cukup meminjam bentuk gorila dan ditambahkan dengan kreasi yang kreatif dari departemen art dan visual efek, hasilnya adalah wujud alien keren yang bisa dibilang sanggup membuat saya girang sekaligus ngompol.

Alien yang punya gigi bercahaya dalam gelap tersebut memang keren! tapi yang makin membuat film ini lebih keren lagi adalah bagaimana cerita bergulir dari menit ke menit tanpa membuat kita bosan sama sekali. Formulanya adalah cerita yang sejak awal tidak pernah ingin punya niat basa-basi, bergerak cepat, diselipi komedi khas Inggris yang tak berlebihan, kemudian yang paling penting dan paling mudah dicintai adalah gerombolan karakter yang berseliweran di film ini. Selagi kita terhibur dengan jalan cerita yang fokus pada bagaimana Moses dan kawan-kawannya bertahan hidup dari serangan alien yang juga sempat diledek dengan julukan Gollum, penonton juga secara tidak sadar digiring untuk simpatik pada setiap karakternya. Oke pada saat diperkenalkan kita mungkin akan benci dengan anak-anak nakal ini, berandalan amatir yang sesekali masih ditelepon oleh ibu mereka, berpikir untuk tidak peduli apakah mereka pada akhirnya mati tercabik-cabik oleh gigi tajam dan rahang besar alien. Stop sampai disitu, karena lucunya berbarengan dengan aksi kucing-kucingan dengan alien, bersamaan dengan beberapa aksi heroik yang dilakukan anak-anak berusia belasan tahun ini, kita justru lama-kelamaan akan berpihak pada Moses dan anggota gengnya.

Moses, Pest, Dennis, dan yang lainnya memang sudah dibentuk untuk menjadi karakter-karakter yang menyenangkan, mereka tentu saja lucu, kadang komikal dengan celetukan-celetukan kasar yang tidak jarang keluar dari mulut mereka. Ditambah dengan duo anak ingusan Probs dan Mayhem, yang bisa dibilang “maskotnya” ATB, para karakter mampu berbaur dengan cerita, mencetak sebuah kisah yang selama 88 menit menginvasi bangku penonton dan menyerang titik syaraf “senang” kita, efeknya tentu saja yah terhibur secara TOTAL! belum lagi hadirnya Nick Frost, yang entah apa perannya di film ini tapi tetap saja rekan si Simon Pegg di “Shaun of the Dead” ini selalu punya daya tariknya sendiri, apa? saya juga bingung. Sangat M-E-N-G-H-I-B-U-R, sangat K-E-R-E-N, itulah ATB!! sebuah film bertema alien yang tidak konvensional, menggabungkan fiksi ilmiah dengan horor dan mencampurkannya dengan bumbu komedi, bisa terlihat dari aksi Moses dan kawan-kawannya, sekaligus dialog-dialog sederhana, menyentil, dan terkadang juga bisa dikatakan cukup cerdas, seperti “hujan Gollum” atau “alien itu lebih hitam dari sepupu saya” misalnya. Walau dengan keterbatasan bujet, ATB tidak membiarkan dirinya untuk terkurung menjadi film yang basi, Joe Cornish justru menyulapnya menjadi karya yang maksimal dan menyegarkan. Tidak banyak ledakan tetapi film yang sangat layak untuk ditonton di bioskop untuk merasakan sensasi film alien yang beda dari biasanya, belum pernah lihatkan, petasan di-capture begitu apik untuk melawan alien. Untuk menemani kita menikmati ATB, musiknya juga tidak kalah ciamik. Mari menghabisi alien!

Rating 4.5 Bintang