This year spring break is cut short!

Jangan bandingkan “Tucker & Dale vs Evil” dengan film-film parodi negeri paman sam yang makin lama justru kehilangan karisma komedinya, ya sebut saja generasi berikutnya dari “Scary Movie”, kemudian dilanjutkan dengan film-film muntahan seperti “Meet The Spartan”, “Vampires Suck”, atau “Superhero Movie”. Sebetulnya, keliru juga apabila mengatakan film yang berasal dari Kanada ini adalah film parodi, karena Tucker dan Dale kenyataannya memang tidak memparodikan apa-apa. Kalau bukan film parodi, lalu apa? hmm saya lebih memilih menyebutnya sebagai slasher-comedy, karena film ini mencoba menggabungkan adegan-adegan berdarah yang biasa kita lihat di film-film slasher dengan komedi, tentu saja hasilnya adalah sajian yang unik dari sutradara debutan, Eli Craig. “Tucker & Dale vs Evil” tidak punya niatan untuk mengolok-ngolok film slasher, tetapi justru membawa genre tersebut ke level yang lebih konyol, seperti apa yang dilakukan oleh “Shaun of the Dead” dengan film zombie.

Alkisah dua “pria kampung”, Tucker (Alan Tudyk) dan Dale (Tyler Labine) diceritakan baru saja membeli rumah yang akan dijadikan tempat untuk liburan. Dalam perjalanan menuju ke rumah yang dikelilingi hutan tersebut, mereka berpapasan dengan mobil sekelompok muda-mudi kota yang juga tengah menuju lokasi yang sama, mereka hendak berkemah tak jauh dari rumah Tucker dan Dale. Disinilah kesalahpahaman itu bermula, dikarenakan wajah kedua sahabat yang lebih mirip “tukang jagal” ini, padahal Tucker dan Dale hanya orang biasa, kebetulan saja anak-anak kota ini terlalu paranoid dan dengan seenaknya mencap mereka yang tidak-tidak. Setelah bertemu di jalan, entah takdir atau kebetulan, mereka kembali bertemu di sebuah tempat pengisian bahan bakar. Tingkat paranoid Chad (Jesse Moss) dan kawan-kawan makin bertambah ketika Dale yang awalnya berniat menyapa salah-satu cewek bernama Allison (Katrina Bowden), itu juga karena desakan Tucker, malah dikira punya niat jahat, lagi-lagi karena salah paham.

Berada di tempat yang salah, waktu yang salah, dan mungkin ditambah tampang mereka yang “salah”, betul-betul dimanfaatkan dengan baik oleh “Tucker & Dale vs Evil” untuk mengarahkan kita jadi bulan-bulanan kelucuan duo Alan Tudyk dan Tyler Labine yang berperan sebagai dua sahabat karib Tucker dan Dale. Setelah anak-anak kota yang sudah terlalu berlebihan dengan paranoid-nya, termasuk lebay berteriak ketika mereka ternyata tidak membawa bir. Chad yang disini ditempatkan sebagai orang yang sok cool, sok ingin jadi pemimpin, pokoknya tipikal orang yang akan mati duluan (kalau di film-film slasher yang normal), adalah orang yang bertanggung jawab membuat teman-temannya semakin parno ketika dia menceritakan kisah seram yang terjadi di hutan yang sama, pembantaian para remaja yang terjadi 20 tahun yang lalu. Mimpi buruk pun tidak perlu menunggu lama untuk teresekusi, ya lagi-lagi karena kesalahpahaman dan lagi-lagi disana ada Dale dan Tucker. Mereka dituduh menculik Allison, padahal yang sebenarnya adalah mereka sedang menolong Allison yang tercebut ke danau, tetapi teman-teman yang lain terlalu parno dan histeris sampai-sampai melihat dengan sudut pandang sebaliknya.

Serangkaian kebodohan berdarah yang dipicu oleh kesalahpahaman pun kian menjadi-jadi sejak itu, sebuah hutan, anak-anak kota yang dungu, orang kampung yang lugu, jadi senjata ampuh untuk melancarkan serangan komedi yang bertubi-tubi dengan amunisi banyolan-banyolan yang cukup cerdas. Menonton “Tucker & Dale vs Evil” bisa dibilang tak ubahnya seperti terkena bacokan kampak, iya sakit tetapi sekaligus juga menggelitik sebab duo Alan Tudyk dan Tyler Labine secara bersamaan “menjilat-jilatkan” bulu ayam ke telapak kaki. Eli Craig saya akui mampu dengan baik membagi-membagi antara porsi konyol dengan kesadisannya, adegan-adegan yang disiapkan untuk mengguyur adrenalin dan mental dengan darah dapat dibuat untuk begitu akur dengan selipan-selipan adegan pemicu gelak tawa. Tololnya, karena komedi inilah, adegan-adegan yang seharusnya kita respon dengan sorak-sorai histeris justru berubah menjadi gemuruh tawa. Bagaimana tak menjadi konyol dan lucu, ketika alasan-alasan kematian anak-anak kota yang paranoid tersebut disebabkan sebuah kesalahpahaman yang memang sepele dan juga bodoh.

Tidak hanya kesalahpahaman yang jadi pemicu utama setiap kelucuan yang meledak di “Tucker & Dale vs Evil”, tetapi juga ditambah dengan nasib sial anak-anak kota ini, well akhirnya sudah bisa ditebak, salah paham dan nasib sial pun menjadi sajian komedi yang mengenyangkan. Belum lagi film ini juga menambah semarak guyonannya tidak hanya dari visualnya yang goblok tetapi juga dialog-dialog lucu yang keluar dari mulut kedua badutnya, terutama Tyler Labine yang sudah saya kenal memang kocak di sebuah serial televisi berjudul “Reaper”. Di film ini, sebagai Dale yang terlihat lugu, melihat wajahnya saja sebetulnya sudah mujarab membuat saya tertawa, entah kenapa Chad dan teman-temannya justru bisa-bisanya melihat dia sebagai seorang psikopat.

Oke “Tucker & Dale vs Evil” sudah sukses menjungkir-balikkan pakem film slasher konvensional, membuat saya tertawa sambil jungkir balik juga ketika melihat korban demi korban berjatuhan, kematian yang memilukan sekaligus menyenangkan. Alan Tudyk dan Tyler Labine juga tidak hanya handal dalam urusan mengocok perut, mereka juga anehnya membuat saya bersimpati, itu jelas karena persahabatan keduanya yang terjalin dengan chemistry yang kuat. Sadis, lucu, seru, “Tucker & Dale vs Evil” juga masih menambahkan kisah romansa kedalam ceritanya, jadi sudah cukup alasan yang menjadikan film ini begitu lengkap sebagai hiburan yang menyenangkan. Bersenang-senang dengan kematian, itulah “Tucker & Dale vs Evil”.

http://twitter.com/#!/raditherapy/status/65786110063820800