I checked the list of people I trust and your name ain’t on it ~ Haller

Di saat permainan “deal or no deal” antara pemerintah dan para importir film belum jua memperlihatkan akhir, penonton film bioskop sepertinya masih tetap harus bersabar dan dibuat mengambang menunggu jawaban apakah kita, termasuk saya, akan bisa kembali menonton film-film Hollywood dalam waktu dekat ini, secara spesifik film-film yang termasuk dalam daftar blockbuster, yang notabennya hak edarnya dipegang oleh importir besar, yang sekarang ini karena sedang bersinggungan dengan pemerintah soal pajak terpaksa menunda film-film mereka untuk tayang di bioskop. Alasan itulah yang membuat kita terpaksa melewatkan film-film macam: “Rango”, “Battle: Los Angeles”, “The Adjustment Bureau” dan “Sucker Punch”, yang seharusnya sudah ditayangkan pada bulan Maret lalu.

Kekisruhan masalah pajak ini memang tidak serta merta membuat bioskop benar-benar kosong dari film-film ranah Hollywood, masih ada kok, walau statusnya memang bukan “film paling ditunggu-tunggu”. Salah-satunya adalah “The Lincoln Lawyer”, sebuah film drama kriminal yang bisa dibilang off-the-radar namun sanggup berbicara banyak pada saat dirilis, buktinya respon positif langsung berdatangan pada film yang digarap oleh sutradara muda, Brad Furman ini. Walau dengan jeda hampir satu bulan dari tanggal rilisnya di Amerika sana, itu tidak membuat film “The Lincoln Lawyer” jadi basi kok, masih sangat-sangat wajar dan fresh ketimbang melihat poster “The Gravedancers” yang terpajang dengan tulisan now playing, jelas-jelas ini film tahun 2006…duh! terlambat sekali, ini baru cocok dibilang basi.

Ok kembali ke “The Lincoln Lawyer”, dengan hanya memajang tampang bintang utama Matthew McConaughey di poster bersama dengan mobil Lincoln Continental tahun 80an kesayangannya, sudah jelas “The Lincoln Lawyer” akan banyak bicara soal sepak terjang Matthew McConaughey sebagai seorang pengacara yang nyatanya memang pintar omong ini. Mickey Haller (Matthew McConaughey) bisa dibilang pengacara handal yang sukses, berkendara dengan mobil Lincoln yang disupiri Earl (Laurence Mason) dari penjara yang satu ke ke penjara lain, dari ruang pengadilan yang satu ke ruang pengadilan lain, untuk menemui kliennya, membela kasus mereka. Mickey mempunyai variasi kasus dan klien, dari seorang pembunuh yang katanya tidak bersalah sampai seorang anggota geng motor. Dengan kelihaiannya berkata-kata, kepintarannya memanfaatkan bukti, dan selalu akan percaya bahwa kliennya adalah orang tidak bersalah, Mickey selalu berhasil membawa kliennya menghirup hawa kebebasan atau setidaknya mengurangi masa hukuman.

Namun Mickey bukan tipe orang yang melakukan itu dengan pro-bono, jika ada uang maka ada servis, tidak ada uang dia sanggup melakukan apa saja, termasuk memanipulasi persidangan dan meminta hakim untuk menunda sidang kliennya, hanya semata-mata si klien belum memasukkan koin tambahan. Si klien kembali ke penjara, Mickey kemudian bebas melenggang dari ruang sidang untuk mendatangi klien lain, menjemput segepok uang, lumayan $5000 – $10.000 dia bisa dapat dari satu klien saja. Dewi Fortuna memang sepertinya selalu memihak pada Mickey, apalagi ketika dia akhirnya menangani sebuah kasus besar dan tentunya dengan dolar lebih banyak. Kasus tersebut datang dari seorang bocah kaya raya bernama Roulet (Ryan Phillippe), yang dituduh melakukan pemukulan secara brutal kepada seorang PSK. Ketika Mickey dengan mudah mencium bau uang dari kasus yang melibatkan anak dari bos real estate Mary Windsor (Frances Fisher), dia tidak menyadari bahwa ini akan menjadi kasus paling berat dan paling berbahaya yang pernah dia tangani selama ini. Apakah dia mampu membebaskan kliennya kali ini?

“The Lincoln Lawyer” punya banyak keunggulan dalam soal bercerita, didukung dengan kolaborasi jajaran pemainnya yang solid, untuk nantinya membuat kita terbuai dengan waktu dan tidak sadar Mickey sudah membuat kita mendengar kisahnya selama hampir dua jam. Dari menit awal, saya sebetulnya sudah kepincut dengan film ini apalagi dengan opening credit yang bisa dibilang memang disiapkan untuk menjebak penonton kedalam bujuk rayu, kolase cakep dan musik soul “Ain’t No Love in the Heart of the City” yang dibawakan Bobby ‘Blue’ Bland betul-betul dengan sederhana menjadi sebuah daya tarik yang sedap dipandang dan enak didengar, sebelum akhirnya kita dibawa masuk ke dalam lika-liku kehidupan Mickey. Diadaptasi dari sebuah novel dengan judul sama karangan Michael Connelly, kemudian ditulis naskahnya oleh John Romano dengan begitu apik, “The Lincoln Lawyer” berjalan sangat mulus dari menit ke menitnya, tidak hanya sukses membuat saya nyaman dalam menonton namun juga menantang saya untuk ikut terlibat memecahkan kasus Roulet yang pelik, disinilah Brad Furman membuktikan bahwa dia sanggup mengesekusi setiap baris naskah untuk terproyeksi dengan alur, permainan plot, dan kejutan-kejutan gemilang.

Selama hmm… kira-kira 40 menitan kita akan terlebih dahulu diperkenalkan pada sosok Mickey, seorang pengacara dengan tabiat keras, wajahnya mengisyaratkan keyakinan dia akan selalu menang dalam kasus-kasusnya, dalam kamusnya tidak ada kata melunak pada saat berhadapan dengan klien, persidangan dan jaksa penuntut yang merasa dirinya lebih pintar. Mickey selalu terlihat sanggup mengintimidasi orang lain, tidak hanya karena dia punya reputasi dan ahli bicara tapi juga ditambah sikap karismatik yang ditebarnya. Jika dilihat sekilas, Mickey justru sangat meyakinkan bukan saja sebagai pengacara tetapi dia bisa berlaku seperti seorang gangster, lengkap dengan bekingan kelompok geng motor besar yang ditunggangi pria-pria bertubuh besar, gondrong dan berkacamata hitam. Well, Mickey bisa dibilang memang tidak dibentuk untuk menjadi bandit jalanan, tapi dengan gaya asyiknya dia jelas seorang “playboy” ketika berada di ruang sidang, keadilan selalu sanggup dia rayu dan pada akhirnya ia gandeng untuk mendapatkan kebebasan bagi klien yang dia bela. Namun Mickey tidak sesempurna itu dalam hidup, dia memang jagoan di kandang, di meja hijau, tapi jika berbicara soal kehidupan pernikahan, pengacara kita ini bukanlah ahlinya, setidaknya Mickey masih bisa menjadi ayah yang baik bagi anak hasil pernikahannya dengan Margaret McPherson (Marisa Tomei).

Nah untuk memerankan Mickey, “The Lincoln Lawyer” sudah melakukan langkah yang tepat dengan menggaet Matthew McConaughey, karena dia sudah mengerjakan pekerjaan dengan luar biasa. Lupakan McConaughey di film-film komedi-romantis yang membuat dirinya tidak ditengok siapapun, disini dia menjadi pusat perhatian, semua mata penonton akan dipaksa untuk memandang lakon karismatik yang dibawakan McConaughey. Lewat karakter Mickey yang dibawakan gemilang, McConaughey tidak hanya sanggup untuk menghidupkan peran pengacara tetapi juga sanggup mengantar kita duduk manis dalam ruang sidang, menyaksikkan sebuah courtroom thriller yang menegangkan sekaligus juga penuh kejutan mengasyikan. Ok “The Lincoln Lawyer” memang tidak secerdas itu dalam usahanya memelintir penonton dengan segala tipu dayanya, ketika Mickey mendapatkan mangsa besar bernama Roulet, saya berucap “sudah tertebak kemana arah film ini”, yup “The Lincoln Lawyer” memang akan jadi sajian lezat yang isinya predictable. Tunggu dulu! tidak serta merta karena film dengan bujet $40 juta ini tertebak, saya jadi legal untuk berbicara ini film buruk, menghakiminya sebagai film tidak menarik. Selain karena “The Lincoln Lawyer” masih menyiapkan kejutan lain, adalah proses dari A menuju ke B yang membuat film ini berhasil “memenjarakan” penontonnya, dalam artian betah untuk mengikuti setiap persidangan yang dikemas SERU! oleh Brad Furman.

Serunya “The Lincoln Lawyer” tidak berhenti oleh aksi Brad Furman mengemas filmnya menjadi panggung persidangan yang ciamik atau Matthew McConaughey yang berhasil menghidupkan karakternya dengan baik untuk menjadi nyawa di film ini. Jangan lupakan “The Lincoln Lawyer” masih punya Marisa Tomei (The Wrestler) yang diumurnya yang ke-46 semakin cantik saja dengan kematangan akting yang tidak perlu dipertanyakan, walau porsinya disini kurang diperhatikan alias sedikit. Ryan Phillippe sebagai Louis Roulet si anak mama juga mampu tampil baik sebagai lawan main McConaughey, klien yang menyusahkan dan sulit diatur. Ada juga William H. Macy yang berperan sebagai Frank Levin, kawan Mickey, membantunya menyelidiki setiap kasus-kasusnya, termasuk kasus yang melibatkan pemukulan brutal yang dilakukan Roulet. Macy dengan dandanan rambut gondrong serta kumis bisa dibilang karakter yang menyegarkan, dengan hadirnya Levin, film ini lewat humornya yang tidak terlalu banyak juga (karena ini bukan komedi pula) akan membiarkan kita sedikit beristirahat mengendorkan syarat-syarat yang tegang. McConaughey dan pemain pendukung sudah menjalankan tugasnya dengan baik dalam menghidupkan film ini dan memberikan nyawa dalam setiap adegan yang berhembus. “The Lincoln Lawyer” dengan mudah membuat kita “terkurung” dalam jeruji ceritanya yang semakin menarik dari menit ke menitnya.

http://twitter.com/#!/raditherapy/status/54395962411581440