A comedy about meeting each other halfway

Ada sebuah kata-kata bijak mengatakan “sakit hati hanya bisa disembuhkan oleh waktu”, itu berlaku juga untuk Garrett (Justin Long) yang selalu bermasalah dengan komitmen dan kesulitan menemukan apa yang pacarnya inginkan. Ketika dia sedang berusaha untuk melakukan segalanya dengan benar, hubungannya justru kandas ditengah jalan. Namun sepertinya Garrett beruntung karena waktu sedang berpihak padanya atau bisa dikatakan sang cupid sedang lembur pada malam dimana Garrett datang ke sebuah bar. Dia tanpa sengaja bertemu dengan Erin (Drew Barrymore), kebersamaan di bar pun berlanjut jadi sarapan pagi keesokan harinya. Sejak saat itu, benih-benih cinta mulai tumbuh diantara Garrett dan Erin, walau keduanya masih belum memberanikan diri untuk menyatakan ini adalah sebuah hubungan serius. Garrett dan Erin pun diberi waktu 6 minggu untuk saling jujur, karena Erin sendiri hanya tinggal di New York selama musim panas untuk magang dan harus kembali melanjutkan studinya di San Fransisco. Namun hubungan tanpa ikatan ini berlanjut hingga sampai akhirnya tiba waktunya Erin untuk meninggalkan Garrett. Apakah cinta mereka akan bertahan dipisah oleh jarak, New York – San Fransisco?

Jika berbicara soal tema komedi romantis, Hollywood sepertinya tidak pernah kehabisan ide untuk melahirkan judul-judul dengan tema tersebut. Formulanya tentu saja tidak akan pernah berubah, harus ada cinta didalamnya, pembicaraan aneh, orang ketiga, sahabat yang pintar melawak, dan terakhir ending-nya harus selalu bahagia. Nanette Burstein pun mencelupkan “Going The Distance” ke dalam formula yang sama, dengan fokus pada cerita dua manusia yang saling mencintai tapi harus rela terpisah jarak ribuan mil. Dalam LDR atau Long Distance Relationship tidak tertutup kemungkinan akan ada konflik yang muncul dan film ini mencoba menghadirkan tidak hanya sisi romantisnya saja tetapi juga konsekuensi hubungan jarak jauh tersebut. Walau sudah tersedia teknologi (internet) yang membuat dunia ini terasa dekat, tapi tetap saja cinta itu dibatasi oleh lapisan kaca bercahaya, dan itu kadang tidaklah cukup. Disinilah Nanette menyelipkan kelucuan film ini, diantara konflik dan romantisme yang terjadi pada Garrett dan Erin.

Sesederhana pertemuan antara Garrett dan Erin, film ini juga mengalir dengan sederhana, dalam artian tidak terlalu memaksa ingin terlihat romantis atau mendramatisasi konflik yang ada. Nanette sepertinya memang ingin menangkap rutinitas percintaan modern yang tidak terlalu kompleks, yah hubungan Garrett dan Erin memang memiliki masalah karena jarak, tetapi Nanette menginginkan karakternya untuk tidak terlalu berlebihan larut dalam setiap kesedihan. Untuk tujuan tersebut, cerita pun akhirnya berjalan dipenuhi dengan pencarian solusi yang dilakukan Garrett dan Erin bukan sebaliknya hanya meratapi masalah yang bermunculan tanpa melakukan apapun. Selagi keduanya mempertahankan hubungan mereka dan penonton disuguhkan sajian lucu dan romantis, secara bersamaan film ini memperlihatkan rapuhnya hubungan tersebut ketika keduanya mulai digoyahkan oleh pilihan-pilihan yang sulit. Setelah kita diajak untuk bersimpati dengan kedua pasang manusia lucu ini, sekali lagi kita diundang masuk ke dalam cerita ketika mereka tampak terlihat akan menyerah dan Nanette pun seperti bertanya kepada penontonnya apakah kita rela melihat Garrett dan Erin terpisah, bukan lagi soal jarak tetapi kini hati yang berpisah.

Film ini menyenangkan walau ketika kita tahu sedang menyaksikkan Garrett dan Erin yang sedang kesulitan mempertahankan cinta mereka. Karena memang seperti itulah Nanette ingin mengemas film ini, menyenangkan, lucu, tapi tidak meninggalkan fokus cerita tentang cinta itu sendiri. Garrett dan Erin boleh saja terlihat sedih tetapi mereka dipaksa untuk tidak lupa menghibur penonton, momen-momen lucu pun tak jarang hadir menemani perjalanan cinta mereka. Lucunya lagi karakter utama di film ini dilakonkan oleh Drew Barrymore dan Justin Long, yang di kehidupan nyata adalah sepasang kekasih. Jadi sepertinya cukup mudah bagi mereka untuk menjalin chemistry yang pas dan mereka memang berhasil melakukannya dengan baik. Nanette pun dengan sigap memanfaatkan chemistry tersebut dan mengaduknya dengan variasi humor dan komedi yang terkadang vulgar. Barrymore dan Long yang sudah sering bermain dalam film yang punya unsur komedi pun tidak punya kesulitan untuk beradaptasi disini, mereka toh sanggup bermain konyol sambil bersamaan berakting serius ketika tiba saatnya berada dalam momen drama yang romantis atau menyentuh.

Porsi Barrymore dan Long memang menyita seluruh durasi tetapi pemain-pemain lain tak kalah menyita perhatian, terlebih Charlie Day dan Jason Sudeikis, yang memerankan dua sahabat Garrett. Seperti film-film komedi romantis pada umumnya, selalu ada karakter yang akan terlihat lebih bodoh, konyol, dan berperan sebagai mesin kelakar dengan aksi dan kata-katanya. Tugas itu dipercayakan kepada mereka berdua, Charlie dan Jason, saat Barrymore dan Long sudah memaksimalkan akting mereka tapi masih belum lucu, tenang saja karena ada dua orang badut ini yang sanggup membuat kita tertawa. Pada akhirnya kita sepertinya hanya akan merasakan senang ketimbang ikut larut dalam hal-hal berbau menyentuh yang disajikan film ini, tujuan Nanette untuk membuat komedi romantis yang menyenangkan pun berhasil. Namun jika disebut komedi romantis yang istimewa, film ini masih jauh dari kesan tersebut, “Going The Distance” masih terjebak dalam koridor standart film-film serupa dan berjalan lurus-lurus saja tanpa konflik yang bisa membuat “greget” penontonnya. Kita tertawa dan terpancing bersimpati dengan romantisme film ini tapi sayangnya cerita bergulir datar dan begitu-begitu saja. Setidaknya film ini masih bisa menghibur, tidak membosankan dan mungkin apa yang terjadi dengan Garrett dan Erin bisa saja menjadi pelajaran bagi siapa saja yang sedang menjalani LDR.