Rot in hell!! ~ Misa

Beginilah akibatnya jika terlalu berharap film ini akan punya takaran hiburan yang sama dengan film-film Jepang new-wave-horror-splatter (apapun namanya) yang pernah saya bahas di blog kacrut ini, seperti Machine Girl dan teman-temannya. Samurai Zombie atau saya lebih suka menyebutnya dengan “Yoroi: Samurai Zombie”, disutradarai oleh Tak Sakaguchi, seorang ahli beladiri, aktor, stuntman, koreographer, dan juga sutradara, disini dia juga tak ketinggalan narsis dengan bermain di filmnya sendiri sebagai aktor utama. Untuk urusan cerita, Sakaguchi mengajak Ryuhei Kitamura, mungkin namanya asing tapi jika menyebut judul film pertamanya di Hollywood mungkin ada yang sudah menonton “The Midnight Meat Train”. Malangnya saya juga belum menonton film yang dibintangi oleh Vinnie Jones, Brooke Shields, dan Bradley Cooper tersebut. Genre zombie bukanlah tema baru di film horor Jepang—sebelumnya  ada Stacy dan Tokyo Zombie—Kitamura  dan Sakaguchi kali ini mencoba mencampurkan budaya zombie yang lebih terkenal di film-film barat dengan budaya tradisional Jepang, zombie yang dipaksa memakai yoroi (pakaian perang yang biasa kita lihat di film-film samurai). Apa hasilnya?

Jika Iguchi dan Nishimura cenderung bermain dalam zona visual sinting tidak masuk di akal dengan plot “menghibur”, berbeda lagi dengan Sakaguchi, dalam film ini dia seperti terjebak dengan cerita buatan Kitamura yang akhirnya justru membuat esekusi plotnya menjadi terlunta-lunta bahkan bisa dibilang termutilasi dengan cara yang buruk. Awal cerita saja, saya sudah dibuat terganggu dan sedikit tak nyaman dengan perjalanan liburan sebuah keluarga yang berakhir tidak bahagia ketika bertemu dengan dua orang yang menumpang mobil mereka. Keluarga ini pun dijadikan sandera oleh dua orang, laki-laki dan perempuan berambut pink yang tampaknya habis merampok, mereka membawa keluarga malang ini ke tempat yang aneh. Daerah yang tidak dikenali oleh gps, bahkan layar telepon genggam pun berubah merah dan tidak berfungsi. Ditambah kemunculan sosok nenek-nenek gerondong yang terus memperingati untuk segera pergi dari tempat terkutuk ini. Jika Sakaguchi memberikan alternatif ending dengan adegan semua orang pergi, apa jadinya film ini (hahahaha-tertawakan dia), tentu saja keluarga yang disandera dan penyanderanya tidak beranjak pergi. Sampai akhirnya muncul zombie berpakaian lengkap ala samurai bersiap ke medan perang, teman Tom Cruise di last samurai-kah?

Bercermin pada film-film “hiburan” non-stop ala Nishimura, saya merasa bersalah jika terpaksa harus membandingkan film ini dengan genre sejenisnya. Tapi sulit rasanya tidak menempatkan film ini berhadap-hadapan dengan Tokyo Gore Police dan kawan-kawan, karena keduanya mengusung bendera yang sama. Samurai Zombie, dengan premis dan ide konyolnya membangkitkan kembali para samurai dan menjadi zombie, adalah awal yang menyenangkan untuk memulai film ini. Tapi belum sampai ke tengah cerita saja, Sakaguchi sudah terlihat tidak mampu mengotrol penontonnya untuk tidak tertidur ketika menonton film ini. Durasi yang sebenarnya dibilang sebentar, hanya 90 menitan, berubah terasa sangat lama saat Sakaguchi asyik mengemas filmnya dengan alur yang sangat-sangat lambat menurut saya, lebih lambat dari zombienya sendiri. Belum lagi dialog-dialog yang tidak perlu banyak mengisi deretan panjang menit ke menitnya dan makin menambahkan level bosan ke tingkat yang tidak bisa ditolerir lagi.

Jika Nishimura selalu bisa menyisipkan “hiburan”-nya dengan adegan-adegan gila dan tidak masuk di akal yang terkadang mengundang gelak tawa dengan sendirinya. Berbeda dengan Sakaguchi, dia sedikit memaksakan untuk menghadirkan adegan-adegan komedi namun tidak mampu untuk memancing tawa sedikitpun. Samurai Zombie tak ubahnya seperti episode ke-sekian dari power ranger, tentu saja minus monster dan robot raksasa, dengan karakter-karakter yang juga terjebak dalam perannya masing-masing. Inginnya terlihat lucu tapi tidak lucu, inginnya terlihat cool tapi justru malah mengganggu. Apalagi satu karakter antagonis yang percaya dirinya tidak bisa mati, cerita sepertinya tidak akan berpengaruh jika karakter ini ditiadakan. Jika saya biasanya selalu terhibur dengan karakter-karakter dalam film sejenis, seperti Ami di Machine Girl dengan segala plotnya yang abnormal, film ini sama sekali tidak punya karakter kuat yang bisa menyelamatkan film dari ceritanya yang mulai runtuh berantakan.

Samurai Zombie memang memiliki kelebihan dalam hal kemasan keseluruhan filmnya, berbeda dengan film-film sejenis yang tidak peduli filmnya terlihat fake dan murahan, film ini justru secara mengejutkan dibuat dengan profesional (mungkin karena bujetnya yang lebih besar). Pernak-pernik animasi komputer ditambahkan disana-sini (walaupun masih kurang halus di beberapa bagian) untuk mendramatisir adegan gore atau action di film ini. Kelebihan lain dan yang bisa menyelamatkan film ini dari pembantaian massal adalah zombie-zombie samurai yang terlihat sangat-sangat meyakinkan. Siapapun yang mendesain karakter zombie-zombie ini saya akan tempelkan dua jempol ke jidatnya, karena sudah menciptakan zombie yang keren, mengintimidasi, sekaligus menakutkan secara bersamaan.

Akting mereka sebagai zombie pun lebih baik daripada manusia yang berakting disini, dengan samurai, panah, dan senjata mematikan lain di tangan, zombie-zombie ini berhasil memberikan nilai plus pada film ini dan juga membangunkan saya yang sedang tertidur karena bosan. Lucu melihat zombie-zombie yang tidak banyak bersuara tapi jangan salah walau tidak lagi mencari otak, daging, atau menggigit, zombie di film ini tak ragu-ragu untuk menebas setiap kepala manusia dan dijadikan hiasan di kuburannya. Salah-satu hiburan di film ini memang berasal dari aksi para zombie samurai ini ketika memangsa korbannya, sadis dan tak kenal ampun (ya iyalah namanya juga tak berotak). Saya selalu menunggu-nunggu zombie apalagi yang muncul, sayangnya hanya tiga zombie dan itu sudah cukup untuk mengacak-ngacak film ini. “Yoroi: Samurai Zombie” jelas sangat tidak direkomendasikan bagi penonton yang gampang bosan, bisa-bisa mati bosan dan bangkit dari kubur.