I have watched from the underworld… it is time for the mortals to pay! ~ Hades

Dilatarbelakangi oleh dendam atas kematian seluruh anggota keluarganya, Perseus (Sam Worthington) bersumpah akan membunuh Hades (Ralph Fiennes), seorang dewa dan penguasa neraka, yang bertanggung jawab dengan kematian keluarganya tersebut. Di lain pihak Dewa Zeus (Liam Neeson) sedang murka kepada manusia yang dia ciptakan, karena telah berpaling darinya dan menghancurkan kuil-kuilnya. Akhirnya pemimpin dari para dewa di gunung Olympus tersebut memerintahkan Hades untuk memberi “pelajaran” kepada manusia, tentu saja setelah sebelumnya termakan hasutan Hades, yang tak lain adalah saudara kandungnya. Hades pun mengunjungi Argos, sebuah kota pelabuhan yang megah yang pada saat itu sedang bersuka ria karena mengira mereka telah mengalahkan para dewa. Namun Raja, para prajurit, dan rakyatnya langsung tidak berdaya ketika Hades muncul di hadapan mereka, termasuk Perseus yang tidak bisa apa-apa. Semua sudah terlambat, ketika Hades menyampaikan ultimatum yang lebih menakutkan dari mimpi buruk. Pada saat gerhana matahari, Kraken akan dilepaskan dan menghancurkan Argos. Semua itu bisa dihentikan jika Raja rela mengorbankan anaknya, Andromeda. Takdir akhirnya mengijinkan Perseus untuk membalaskan dendamnya dengan keselamatan kota Argos berada di tangannya.

Setelah mengetahui dirinya adalah anak dari Zeus, Perseus yang sekarang punya predikat demigod (setengah manusia dan setengah dewa) dengan sukarela ikut dengan sekelompok prajurit Argos, mengemban sebuah misi berbahaya untuk mengalahkan Kraken. Perseus dan kelompoknya pun berangkat menuju tempat dimana konon ada “peramal” yang mengetahui kelemahan Kraken. Kelompok kecil mereka juga ditemani oleh seorang wanita cantik yang mengaku mengawasi Perseus dari sejak lahir, wanita yang “dikutuk” tidak bisa tua ini bernama Io (Gemma Arterton). Di saat bersamaan, Hades yang punya “agenda”nya sendiri ini, berhasil merekrut kaki tangan baru untuk menghalangi Perseus. Seorang yang dulunya adalah raja namun terkutuk menjadi monster karena menentang Zeus, kini dia dikenal sebagai Calibos. Perjalanan Perseus sepertinya tidak akan mudah, nantinya dia akan menghadapi banyak rintangan, bertarung dengan kalajengking raksasa, melewati tempat-tempat berbahaya dan tentu saja berhadapan dengan Calibos. Akankah Perseus berhasil menyelamatkan Argos dan mengalahkan Kraken? Apakah ia juga akan berhasil membalaskan dendamnya kepada Hades dan “berbaikan” dengan Zeus?

Setelah 29 tahun berlalu, akhirnya “Clash of The Titans” kembali diproduksi di tahun 2010 ini, tentu saja dengan visual efek yang jauh lebih canggih dan modern ketimbang filmnya yang pertama kali muncul di 1981. Pertanyaannya sekarang apakah remake dengan balutan penuh efek canggih bisa membuat film ini lebih baik dari pendahulunya? bagaimana soal cerita? apakah film yang disutradarai oleh Louis Leterrier ini bisa selamat dari “amukan kraken”? jawabannya sayangnya tidak. Penggarapan cerita film ini benar-benar seperti telah diobrak-abrik oleh Kraken dan tutur ceritanya hampa layaknya kuil kurungan medusa. Sutradara yang sebelumnya lumayan sukses membesut si makhluk berwarna hijau “The Incredible Hulk” ini memang tidak sampai separah wajah Calibos dilihat dari segi cerita. Film ini bisa membangun pondasinya dengan cukup kokoh di awal bersamaan dengan perkenalan tokoh-tokoh utama film ini, seperti Perseus, Hades, Zeus dan yang lainnya. Tetapi ketika mulai merangkak ke pertengahan, film ini justru seperti kehilangan inti ceritanya, layaknya Zeus yang kehilangan tongkat petirnya saja. Banyak adegan-adegan yang dipaksakan padahal tidak berhubungan, kemungkinan besar walau adegan tersebut tidak dimasukkan, tidak akan mempengaruhi keseluruhan cerita.


Berbeda dengan cerita yang terlampau dipaksakan untuk menarik tapi nyatanya tidak, film yang dibintangi oleh Sam Worthington sebagai Perseus ini punya suguhan efek yang “thanks to Zeus” bisa menyelamatkan film ini dari kehancuran total. Departemen art khususnya visual efek patut diacungi jempol dalam menghadirkan lawan-lawan tangguh bagi Perseus dan kawan-kawan. Scorpioch, nyata-nyata bisa menghibur mata ketika melengkapi salah-satu pertarungan di film ini. Aksi pertarungan kalajengking raksasa dan Perseus memang menjadi sebuah daya jual film ini seperti juga tumpukan action yang nantinya disajikan, ketika cerita tak lagi bisa diharapkan, mari kita nikmati action-nya. Ketika sisi efek dan action menjadi ujung tombak, pernak-pernik dunia mitologi Yunani di film ini juga ikut berpartisipasi membuat film ini jadi sedikit berkesan. Kota pelabuhan Argos yang megah, sensasi kengerian dari Underworld, semua itu terbungkus cukup apik apalagi ditambah dengan iringan musik yang secara mengejutkan lebih bagus dari filmnya sendiri. Score dari Ramin Djawadi sukses dengan cemerlang menghidupkan film yang sepertinya telah “membatu” karena memandang medusa terlalu lama ini. Secara keseluruhan “Clash of The Titans” bisa dikatakan tampil mengecewakan, menghibur tapi tak meninggalkan kesan apapun. Trailernya yang menampilkan lagu “The Bird and The Worm” dari kelompok band The Used justru lebih berbicara banyak alias lebih bagus dari filmnya sendiri. Bigger is not always better, enjoy!

Rating 3/5