E.Ne.Ne Me.Na.Am Me.En.De.En Ki.Ulutim Igi.Kar.A.E.Sa Ie.Kae Sug.Zag.Gu

Dua bulan sejak kematian suaminya, seorang psikolog bernama Dr. Abigail Tyler ingin melanjutkan apa yang selama ini dikerjakan suaminya. Masih dibebani oleh kasus yang belum terpecahkan tentang pembunuhan suaminya, Abigail kembali ke kota kecil Nome di Alaska, untuk meneliti gejala aneh yang diderita beberapa orang penduduknya. Rata-rata pasien yang datang kepada Abigai punya kesamaan yang kebetulan, yaitu sulit tidur dan setiap malam melihat seekor burung hantu di jendela. Lewat keahliannya, Abigail membuat para pasiennya bercerita tentang apa yang sebenarnya terjadi dan apa mereka lihat, semua dilakukan dibawah pengaruh hipnotis. Namun sayangnya, terkadang setelah pasien-pasien ini mulai “bereaksi”, mereka tetap tak bisa menjawab apa yang mereka lihat. Situasinya bahkan bertambah aneh ketika para pasien mulai sadar, mereka seolah-olah takut akan sesuatu, tapi tak bisa dibayangkan dan diucapkan.

Abigail yang mempunyai dua orang anak ini –salah satunya bernama Ashley menderita kebutaan sejak ayahnya tiada– beberapa hari kemudian dikejutkan oleh salah seorang pasiennya. Tommy yang pada hari sebelumnya merasa ketakutan setelah mengadakan sesi hipnotis dengan Abigail, tengah menyandera istri dan anak-anaknya dengan sebuah senjata api. Abigail yang datang atas panggilan pihak berwajib di kota itu, berusaha menenangkan Tommy, tapi usahanya gagal. Setelah mengatakan sesuatu yang aneh, dia langsung menembak istri, anak-anaknya, dan bunuh diri. Sherif yang bersikap skeptis akan segala penjelasan Abigail, justru menuduh sang dokter bertanggung jawab atas apa yang terjadi dengan Tommy. Walau sempat dilarang, Abigail tetap meneruskan penelitian terhadap pasien-pasiennya, kali ini dengan bantuan temannya Dr. Campos. Sejak saat itu kejadian demi kejadian aneh mulai menghampiri kota tersebut termasuk Abigail. Salah satunya adalah ketika Abigail mendengarkan sebuah rekaman dirinya berteriak-teriak histeris dilanjutkan dengan suara “mahkluk” yang berbicara bahasa asing yang aneh.

Jika “Paranormal Activity” atau “Blair Witch Project” dengan sedemikian rupa dan segala cara, ingin meyakinkan penontonnya bahwasanya film tersebut adalah nyata dan bukan fiksi. Beda lagi dengan “The Fourth Kind”, lewat Milla Jovovich yang tiba-tiba muncul di awal film, pemeran Dr. Abigail tersebut dengan jujur memjelaskan bahwa film ini murni sebuah dramatisasi. Tapi tunggu dulu, bukan berarti film arahan sutradara Olatunde Osunsanmi ini menawarkan 100% sensasi fiksi dengan balutan mockumentary. Karena ternyata adegan-adegan yang katanya dramatisasi tersebut adalah hasil “adaptasi” dari kumpulan video-video rekaman asli Dr. Abigail sendiri. Film ini pun digambarkan sebagai sebuah kilas balik, lewat wawancara yang dilakukan oleh sang sutradara dengan Dr. Abigail Tyler yang asli. Dari wawancara inilah, kita diajak untuk menjadi saksi kejadian-kejadian aneh yang menimpa Abigail, keluarga, dan kota kecil Nome.

Olatunde menyajikan film ini dengan menarik, di satu sisi kita akan melihat para pemain yang mengulang “kejadian” yang sebenarnya dengan sedikit perubahan dan dramatisasi disana-sini. Di sisi lain, ketika tiba saatnya bagian-bagian penting di film ini muncul, Olatunde menambahkan video-video rekaman asli, bersanding bersamaan dengan film yang terus berjalan. Seperti contoh, setiap sesi hipnotis, Abigail akan merekamnya dan rekaman asli itulah yang nantinya juga muncul di film, entah itu bergantian dengan film, ataupun keduanya (film dan video asli) di sejajarkan dengan memisah gambarnya. Disini Olatunde dengan cerdik membangun ketegangannya, video-video asli inilah yang justru “manjur” membuat takut, ngeri, dan penasaran penonton. Lewat racikan kolase yang dramatik, kita akan diajak ikut serta ke kejadian yang asli dan secara tidak sadar juga membandingkan footage asli dengan film yang sedang berjalan dengan Milla Jovovich sebagai tokoh utamanya. Terlebih lagi semakin kita larut ke dalam kisah Abigail, kita juga akan semakin bertanya-tanya “ini cerita beneran yah?”.

Sepertinya ramuan Olatunde bekerja dengan baik, film yang mengklaim kalau video dan rekaman di film adalah asli ini, berhasil memberi perekat “horor” lewat suguhan video dan audio berisi rekaman-rekaman gambar dan suara. Olatunde menjejalkan kita dengan bukti-bukti tersebut, makin kita membuat percaya dengan cerita Abigail dan bersimpati kepadanya ketika orang-orang disekelilingnya, termasuk keluarga dan temannya, tidak lagi percaya dengannya. Drama dan horor menjadi satu di film ini, menyajikan sebuah pengalaman dokumenter yang benar-benar berbeda dan tentu saja unik. Olantunde juga tidak hanya apik membangun mood tegang dan juga suasana kebingungan yang luar biasa tetapi juga mengikut-sertakan kita untuk sekali lagi merasakan emosi film ini, tentu saja dibarengi lewat akting-akting yang sangat mendukung dari para pemainnya. Tapi yang paling mencuri perhatian, jelas “akting” yang berasal dari video-video asli, terutama Dr. Abigail Tyler yang menampilkan performa sangat nyata dan juga seperti tidak dibuat-buat. Secara keseluruhan, film yang sempat diprotes karena menyebarkan berita-berita palsu untuk promosi film oleh asosiasi press di Alaska ini, masih terbilang bagus dengan tema “alien”-nya, terkemas cukup rapih dengan embel-embel “kisah nyata”, yang akan membuat kita ragu untuk memilih “percaya atau tidak” ketika selesai menonton film ini.

Rating: 3.5/5