The Wrestler

I just want to say to you all tonight I’m very grateful to be here. A lot of people told me that I’d never wrestle again and that’s all I do. You know, if you live hard and play hard and you burn the candle at both ends, you pay the price for it. You know in this life you can loose everything you love, everything that loves you. Now I don’t hear as good as I used to and I forget stuff and I aint as pretty as I used to be but god damn it I’m still standing here and I’m The Ram. As times goes by, as times goes by, they say “he’s washed up”, “he’s finished” , “he’s a loser”, “he’s all through”. You know what? The only one that’s going to tell me when I’m through doing my thing is you people here. ~Randy ‘The Ram’ Robinson

Gw kira filmnya bakal penuh dengan aksi gulat banting sini-banting sana, hajar sana-hajar sini, bag-big-bug sepanjang film. Sebaliknya ternyata film ini tidak saja menampilkan aksi brutal para pegulat namun juga drama kehidupan seorang pegulat dibalik popularitasnya diatas ring.

Gw sendiri jadi inget akan kecintaan gw terhadap dunia gulat profesional, acara-acara seperti wcw, wwe, smackdown, raw is war, wrestlemania, dan lain-lain sudah pasti wajib untuk ditonton waktu itu. Tontonan dari sejak kecil sampai kuliah, nga pernah ngelewatin satu episode-pun, koleksi vcd-dvd, sampe punya idola yang selalu dielu-elukan. Hahahahaha masa-masa yang nga bisa dilupain.

The Wrestler, menceritakan tentang seorang pegulat tahun 80-an bernama Randy “The Ram” Robinson, yang harus menjalani kenyataan dibalik kepopulerannya sebagai pegulat profesional. Melewati masa-masa jaya ketika dia masih muda, yang sudah menjadi masa lalu, kini Randy bersiap menghadapi masa tuanya.

Kecintaannya terhadap gulat dan fans-nya, mengikat Randy untuk masih bergulat di masa-masa dimana dia seharusnya pensiun. Bertahan hidup diatas ring dan juga kehidupan nyata, itulah yang harus dihadapi pria yang dijuluki sebagai “The Ram” ini. Di umur yang tidak lagi muda, Randy harus memaksakan tubuhnya terlihat berotot, staminanya seakan dia masih muda, oleh karena itu dia memakai obat-obatan untuk bisa terus berada di ring.

Randy melakukan segala cara untuk bisa tampil semaksimal mungkin di atas ring tempat dia beradu jotos dengan lawannya. Tuntutan penonton yang butuh hiburan lebih dan fans yang terus mengelu-elukan namanya, itulah motivasi dia, semangat dia untuk tampil sebaik mungkin. Menyayat dahi sendiri hingga berdarah-darah dengan silet agar terkesan pertarungan tersebut asli, itulah yang dilakukan oleh Randy untuk bisa terus menghibur penonton, memperlihatkan kecintaan terhadap gulat, egonya, dan tentu saja pada akhirnya untuk dibayar.

Di luar ring, Randy menjadi orang lain yaitu dirinya sendiri. Hidup di rumah yang terkunci karena dia belum membayar sewa dan terpaksa tidur di mobilnya, bekerja paruh waktu mengerjakan apa saja ketika dia tidak bertanding di sebuah supermarket, seperti itulah kehidupan nyata seorang bintang yang sinarnya mulai redup di atas ring, dan bukan apa-apa di luar ring.

Kenyataan hidup yang pahit yang harus dihadapi sendiri oleh Randy, dan tidak sebaik ketika dia berada di atas ring melawan lawan bertandingnya. Kisah asmaranya dengan penari telanjang di sebuah klub juga tidak berjalan mulus. Diperburuk oleh kerenggangan hubungannya dengan anak perempuannya sendiri, yang mulai terjalin kembali setelah sekian lama. Randy yang mengetahui dirinya punya penyakit jantung, setelah pada pertandingan terakhirnya yang cukup bersimbah darah dan dia pun jatuh pingsan, akhirnya menemui anak yang telah lama tidak ditemuinya.

Randy yang tidak lagi bisa bertanding akibat penyakitnya, pada awalnya bisa diterima dengan lapang dada, sepertinya seperti itu. Namun pada akhirnya masa pensiunnya membuat dirinya frustasi, hubungan dengan anaknya pun kembali berantakan, dan tidak ada tanda-tanda orang terkasihnya akan menemani hidupnya. Randy menjadi merasa sendiri di dunia ini. Lalu apakah yang harus dilakukan The Ram? Menjalani masa pensiunnya yang bertolak belakang dengan kerinduannya pada gulat. Apakah dia harus mempertaruhkan nyawanya untuk kembali bertanding?.

Film ini emang nostalgia bagi gw. Gerakan-gerakan gulat yang familiar, walau gw udah lupa namanya, hadir di film ini. Pertandingan berjenis hardcore, yang tanpa peraturan, biasanya berakhir dengan para pegulatnya yang bersimbah darah, yang juga favorit gw-nongol juga di sini. Bener-bener film untuk fans gulat nih.

Tidak perlu lagi gw berkomentar soal ceritanya, bagus dan brilian, kisah pegulat yang complicated dibalut dengan drama kehidupannya sungguh diluar ekspektasi gw yang mengira ini film bag-big-bug (hahahaha). Gw juga sampai terbawa emosi dan kesian liat kehidupan Randy yang nga “tidak seru” beda dengan ketika dia bertanding, tawa dan senyum masih menghiasi wajahnya yang berlumuran darah.

Dari segi akting, Mickey Rourke tampil total di film ini, background tinju yang digelutinya dulu nampaknya membantu untuk peran seorang pegulat. Penampilannya disini bikin gw “eh nih orang udah kaya pegulat beneran”, pantes jadinya kalo dia dinominasikan untuk Best Actor di Academy Award yang lalu dan juga menang untuk award yang sama di Golden Globe.

Ram Jam! Ram Jam! Ram Jam! Ram Jam! Ram Jam!…

——————————-
Rating 4/5

The Fall

 

Not the time to sleep, now. Not the time to sleep. Wake up. Wake up, its not the time to sleep now. Wake up. Don’t pretend to sleep. Wake up. Laugh-laugh. Not the time to sleep. ~Alexandria

So damn good and f***in’ beautiful!!! petualangan yang fantastis, gw seakan berpetualang bersama film ini. Perjalanan dari negeri yang satu ke negeri yang lain yang gw sendiri nga mau ada akhir. Indahnya cerita berpadu dengan keanggunan gambar bergerak lewat sinematografi yang luar biasa cantik. Suguhan pemandangan alam yang indah, arsitektur yang ajaib, kostum yang menarik, warna-warna yang tak biasa, karakter yang unik merupakan aksesoris yang berharga dalam film ini.

The Fall, menceritakan pertemanan yang unik antara anak perempuan yang lugu dan seorang pria yang depresi. Anak perempuan tersebut bernama Alexandria (layaknya nama kota pelabuhan yang terkenal di Mesir), yang tinggal di rumah sakit karena patah tulang. Gadis lugu yang hampir seluruh orang di rumah sakit mengenalnya, bahkan tukang es yang setiap hari bekerja mengantar balok-balok es ke rumah sakit.

Pertemuannya dengan Roy dimulai ketika dia mencari pesan di sebuah kertas yang ternyata sampai ke seorang pria bernama asli Roy Walker ini. Seorang stuntman di sebuah film yang menderita kelumpuhan di kaki setelah dia terjatuh. Roy juga sedang depresi karena permasalahan pacarnya yang direbut oleh orang lain. Mereka pun akhirnya berteman.

Berhasil membujuk Alexandria untuk mengambilkan morpin di ruangan obat-obatan, sebagai imbalannya Roy harus menceritakan kisah-kisah menarik bagi Alexandria. Tidak tahu menahu apa yang dilakukannya, Alexandria tidak menyadari klo dia sebenernya tertipu oleh Roy yang menginginkan morpin itu untuk tujuan bunuh diri.

Maka dimulailah perjalanan, petualangan fantasi kedua orang ini. Termasuk sebuah kisah tentang Alexander The Great, yang terjebak di padang pasir. Lalu kisah epik tentang kelompok terdiri dari 6 orang, Luigi si ahli dinamit, seorang Indian, ahli pedang dari India, seorang budak, bandit bertopeng, dan Charles Darwin. Mereka bersatu demi tujuan yang sama, yaitu membunuh seorang Gubernur bernama Odious.

Kisah yang terjalin antara kenyataan dan fantasi, perjalanan panjang fiksi yang diceritakan oleh Roy mulai membaur dengan kehidupan nyatanya. Depresi yang dialaminya mempengaruhi alur dari ceritanya. Begitu pula dengan karakter  di kisah ini yang diambil dari orang-orang yang sebenarnya ada di dunia nyata, seperti ternyata bandit bertopeng adalah Roy sendiri. Terkadang Alexandria juga ikut menentukan alur cerita 6 orang yang ingin balas dendam ini.

Kisah pun berlanjut, bersamaan dengan kehidupan di rumah sakit yang terus berjalan. Alexandria semakin penasaran dengan cerita, Roy sendiri terlihat makin depresi dari hari ke hari. Namun ia masih tetap bercerita, karena nantinya  kelak cerita inilah yang mengubahnya.

Pemandangan yang familiar muncul di film ini, tumpukan sawah hijau yang ternyata adalah Bali. Diantara objek-objek keajaiban dunia, yang disepanjang film diperlihatkan dengan indah. Tarian Kecak dari Bali muncul diperlihatkan sebagai elemen mistik dalam bagian kisah Roy. Bangga juga, bisa lihat budaya bangsa sendiri yang dipakai dalam film yang notabennya favorit gw.

Gw nga usah komentar lagi dengan keindahan film ini, sudah berapa kali gw sebut kata “indah”  dalam review ini untuk mewakili ekspresi gw terhadap film berdurasi 117 menit ini. Sang Sutradara berhasil membuat film yang seakan seperti lukisan namun bergerak. Salut untuk Tarsem Singh dan kru film ini.  Begitu pula dengan para pemainnya yang bisa tampil dengan baik membawakan cerita fiksi yang muncul dari imajinasi Roy dan Alexandria.

Fokus gw ada di tokoh Alexandria, yang diperankan oleh Catinca Untaru, akting yang dibawakan gadis cilik ini bener-bener natural-seakan dia tidak tahu sedang berada di film. Lihat saja gelak tawanya yang lucu, keluguannya ketika berbicara, dan pemikirannya yang betul-betul polos. Tertangkap dengan lucu ketika tokoh Alexandria menyebutkan “Morphine” dengan “Morphin 3”, yang berujung dia hanya membawakan 3 butir obat untuk Roy, karena dia salah mengartikan tulisan.

Film yang layak untuk bisa ditonton ulang, pertemanan yang unik dibalut dengan kisah yang fantastis, motivasi yang bisa jadi pelajaran moral walau dari anak selugu Alexandria. Tidak ada kerumitan dalam cerita, karena sebenarnya cerita dalam film ini amat ringan, namun keindahannya yg membuat film ini berat. Sekali lagi gw menuliskan kata “indah” hehehehehe. Tonton!!! dan nikmati petualangannya.

——————————-
Rating 5/5

Angels And Demons

The Illuminati did not become violent until the 17th Century. Their name means ‘The Enlightened Ones’. They were physicists, mathematicians, astronomers. In the 1500’s they started meeting in secret, because they were concerned about the church’s inaccurate teachings. They were dedicated to scientific truth. And the Vatican didn’t like that. So the church began to, how did you say it? Oh, hunt them down and kill them. ~ Robert Langdon

I love Da Vinci Code, dan Angels And Demons lebih baik dari film pertama tentang petualangan Robert Langdon bersama simbol-simbolnya. Film ini lebih memberikan action lebih banyak dari film pertama yang kebanyakan dipenuhi dengan teori sana-sini. Tentu saja yang membuat film ini lebih baik adalah Tom Hanks akhirnya mengubah gaya rambutnya. Di film terdahulunya style rambutnya lebih banyak dikritik dan diejek orang ketimbang filmnya sendiri yang tidak sebagus novelnya.

Memang sekali lagi, film ini akan membuat kecewa para penggemar novelnya, atau setidaknya orang-orang yang sudah baca novelnya. Memang sah-sah saja, hak mereka untuk kecewa, untuk bilang banyak kekurangan disana-sini, tidak ada adegan ini-itu. But menurut gw, just enjoy the movie…tanpa harus membandingkan dengan novel….itu kunci gw untuk menonton kedua film yang disutradarai Ron Howard ini.

Overall, gw suka film ini, gw bisa liat vatikan dan gereja-gerejanya, kegiatan pengangkatan Paus..dan lain-lain. Terutama Score-nya Hans, membuat gw merinding di awal film dan creditnya. Mungkin klo filmnya mao lengkap kaya di novel (untuk memuaskan pembaca novel) film ini bisa jadi 2 film, hehehe.

——————————-
Rating 3/5